Ratusan siswa dari Pasraman Tirta Bhuana Kota Bekasi melaksanakan Tirta Yatra ke Pura Agung Blambangan dan Pura Luhur Giri Salaka di Jawa Timur. |
Sebanyak 119 orang siswa dan
guru Hindu pada Pasraman Tirta Bhuana Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat melaksanakan
kegiatan tirta yatra (perjalanan dharma) ke Pura Agung Blambangan dan Pura Luhur
Giri Salaka Alas Purwo, yang terletak di Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa
Timur, pada tanggal 28-31 Maret 2024.
Saat
diwawancarai oleh wartawan Indometro.id- setibanya di Bekasi, pada Senin, 01/04/2024,
Ketua Pasraman Tirta Bhuana Kota Bekasi yaitu I Nyoman Suranta mengungkapkan
bahwa kegiatan ini selain sebagai bagian dari pendidikan karakter dan budi pekerti,
juga bertujuan untuk melatih kemandirian anak didik.
“Adapun
tujuan dari tirta yatra tiada lain adalah membentuk karakter peserta didik
secara mandiri intinya adalah peserta didik tahu pura yang ada di sekitar
Banyuwangi Jawa Timur, serta mengenal kearifan lokal umat Hindu Jawa”, ungkapnya.
BACA JUGA: Ogoh Ogoh Nyepi 2024 Siap Ramaikan Jakarta, Catat Tanggalnya!
Suranta
pun menceritakan secara runut rangkaian acara, bahwa perjalanan tirta yatra ini
merupakan perjalanan relegi yang sukses terlaksana dengan mengesankan. Berkat
perencanaan yang memadai, pendampingan yang sangat baik dari para guru
pasraman, serta dukungan penuh dari berbagai pihak. Seperti diantaranya adalah dari
Yayasan Tirta Bhuana, Orang Tua Siswa Pasraman, maupun tokoh umat dan lembaga
keumatan Hindu yang ada di Kota Bekasi.
Ketua Pasraman Tirta Bhuana Kota Bekasi yaitu I Nyoman Suranta memimpin rombongan tirta yatra ke Banyuwangi Jawa Timur |
Rombongan siswa pasraman menempuh perjalanan darat menggunakan 3 (tiga) unit bus dan 1 unit kendaraan pribadi. Sesampainya di Blambangan, pada Jumat malam, 29/03/2024, rombongan disambut oleh umat Hindu setempat dipimpin oleh Romo Mangku (pemuka agama), sosok putra asli Blambangan.
Dalam
pesan dharma saat pelaksanaan persembahyangan, Romo Mangku di Pura Agung
Blambangan menjelaskan bahwa sejarah pura tersebut erat kaitannya dengan Era
Kerajaan Majapahit. Keberadaan beberapa sumur tua yang menjadi bukti petilasan
merupakan awal atau cikal bakal berdirinya Pura tersebut.
BACA JUGA: dr. Djoti Atmodjo Nakhodai DPD KITA IHC DKI Jakarta 2024-2027
Pada
hari ke berikutnya, setelah melakukan kerja bakti (ngayah) bersih-bersih
lingkungan pura, rombongan melanjutkan perjalanan tirta yatra mengisi liburan melewati
Hutan Lindung Alas Purwo nan sejuk. Pura Luhur Giri Salaka yang berlokasi di kawasan
tersebut menjadi objek yang dituju.
Menurut
penuturan Romo Mangku di Pura Luhur Giri Salaka, menjelaskan kepada siswa bahwa
sebelum adanya bangunan pura yang secara resmi didirikan pada tahun 1997 dan upacara
Ngenteg Linggih pada tahun 1998, umat Hindu setempat melaksanakan peribadatan
di Citus Kawitan. Sebuah peninggalan sejarah yang memancarkan aura religius.
BACA JUGA: Dharma Santi Korps Brimob, Fragment Yadnya Parikrama Tampil Memukau
Saat
ditemukan pada sekitar tahun 1967, kata “kawitan” yang kalau dalam bahasa umum
berarti “asal mula”, merupakan tumpukan
batu bata yang dipercaya oleh penduduk setempat
sebagai bahan baku material untuk pembuatan candi-candi kuno nan
bersejarah di tanah Jawa pada masa pemerintahan raja-raja Majapahit.
Sementara itu, salah seorang pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Bekasi, Wakil Ketua X Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Komunikasi Publik yaitu I Gusti Ngurah Parwata ikut serta mendampingi rombongan.
BACA JUGA: Seminar Nasional PHDI: Implementasi Pancasila dalam Perayaan Hari Suci Agama- Agama
Kepada
awak media, Parwata menyampaikan bahwa bahwa pelaksanaan tirta yatra oleh
siswa-siswa Pasraman Tirtha Buana Bekasi yang pelaksanaannya bertepatan dengan liburan
Paskah ini merupakan implementasi nyata ajaran Tri Hita Karana dan meningkatkan
sradha bakti. Ia pun menyampaikan apresiasi dan mengharapkan agar putra-putri
Hindu di Bekasi khususnya dapat mengisi waktu-waktu liburan dengan
kegiatan-kegiatan yang positif.
“Perjalanan dharma, tirta yatra bagi anak anak pasraman dapat menjadi pengalaman tersediri yang menambah wawasan, spiritualitas, dan mengembangkan ajaran Tri Hita Karana dalam bentuk nyata. Selain sembah bakti kepada Tuhan Ida Sang Hyang Widhi Washa, berkolaborasi secara harmoni dengan sesama siswa pasraman, juga tentang bagaimana menjaga hubungan dengan alam lingkungan agar tetap terawat, asri, indah dan damai”, pungkasnya.
(Dewa)