-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Masyarakat NTB Yang Bergabung Dalam Investasi Online FEC Mulai Resah

    Kamis, 14 September 2023, September 14, 2023 WIB Last Updated 2023-09-14T07:33:33Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

    Konferensi Pers Satgas Penanganan Aktivitas Keuangan Ilegal (PAKI) NTB Rabu, (13/9).


    Mataram,indometro.id - Masyarakat NTB yang bergabung dalam Future E-Commerce (FEC) mulai resah, terkait nasib uang yang telah mereka investasikan pada perusahaan investasi online ilegal tersebut. Setelah Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PAKI) mencabut izin FEC karena dianggap melakukan kegiatan usaha secara ilegal.


    Diketahui bahwa PT.FEC telah melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan ijin usaha yang dimilikinya, yaitu melakukan pengumpulan dana masyarakat secara ilegal.


    Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB, Rico Rinaldy, didampingi Kepala Subbagian IKNB dan PM, Muhammad Abdul Mannan dalam Konferensi Pers Tim Satgas Penanganan Aktivitas Keuangan Ilegal Daerah NTB, Rabu, (13/9) di Kantor OJK Provinsi NTB.


    menyampaikan, bahwa sampai saat ini pihaknya masih terus menunggu laporan-laporan dari masyarakat, serta masih terus mengumpulkan informasi mengenai jumlah korban dan potensi kerugiannya.


    Rico Rinaldy juga menjelaskan bahwa ada 12 otoritas baik Kementerian maupun Lembaga yang turun tangan dalam menangani kasus ini. Beberapa otoritas yang menangani investasi ilegal ini adalah OJK, Bank Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Investasi RI, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbudristek, Kementerian Perdagangan dan BKPM. Selain itu turut serta peranan dari Kejaksaan, Kepolisian Negara dan PPATK.


    kementerian dan Lembaga melakukan koordinasi dan menangani kasus tersebut sesuai tupoksinya masing - masing.


    Berdasarkan data yang dihimpun, pengelola FEC diketahui beridentitas Warga Negara Asing (WNA)/China. Satgas PAKI sudah melakukan pemeriksaan langsung ke kantor pusat FEC sebagaimana alamat yang tercantum di izin perdagangannya.


    “ Di kantor tersebut tidak ada aktivitas sama sekali. dan orang-orangnya juga sudah dipanggil untuk diklarifikasi, namun dua kali tidak memenuhi panggilan Satgas,” papar Rico.


    Diketahui, FEC ini cukup masif di beberapa daerah di Indonesia, selain NTB, juga Sumatera Selatan, Bandung dan Cirebon.


    ‘’Kenapa kemudian masif di sini. Bisa jadi, karena masyarakat terlalu mudah terpengaruh iming-iming investasi dengan cara gampang. Tanpa bekerja, sudah dapat keuntungan. Padahal, sistem seperti ini secara syariah saja sudah tidak pas,’’ tambahnya.


    “Dari dulu pola – pola investasi bodong ini sudah ada. Ini bukan kali pertama. Semoga masyarakat bisa lebih cermat menilai aspek legal dan logisnya”, lanjut Rico. 


    Selama 3 bulan terakhir, bisnis ini mengalami perkembangan yang pesat. Khususnya untuk Wilayah NTB, OJK mencatatkan 80.000 masyarakat NTB tergabung dalam bisnis investasi online illegal ini.


    Fenomena kasus investasi bodong Future E-Commerce (FEC) disinyalir terjadi karena teknologi yang semakin canggih dan keinginan masyarakat untuk meraih hasil dengan cara instan.


    Kasus FEC yang sudah memakan banyak korban mendapatkan sorotan dari banyak pihak, mulai dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pengamat ekonomi.


    Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (Unram), Dr. M. Firmansyah mengatakan, kasus FEC ini bisa terjadi karena teknologi dan transaksi online yang semakin canggih.


    “Fenomena terkait kasus FEC ini terjadi karena teknologi yang canggih, sehingga masyarakat mudah untuk transaksi dengan hp walaupun online. Selain itu, ditambah dengan kebutuhan yang meningkat, dan keinginan mendapatkan penghasilan secara instan,” kata Firmansyah, Kamis (14/9).


    Firmansyah juga menilai FEC tersebut juga menggunakan skema Ponzi, sehingga perputaran uangnya hanya dari dana nasabah saja.


    “Kasus seperti ini sudah lama, karena skemanya Ponzi ada kalanya gagal bayar nasabah, katakanlah investor lama dengan yang baru. Pada saat gagal bayar, yang punya investasi panik karena tidak terbayar, sehingga saat itulah orang berani bersuara,” tuturnya.


    Berdasarkan data sementara yang didapatkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Perwakilan NTB, sebanyak 80.000 orang menjadi korban investasi Future E-Commerce (FEC) dengan jumlah mentor sekitar 3.000 orang.


    Kepala OJK Provinsi NTB, Rico Rinaldy mengatakan, korban investasi FEC sudah ada yang membuat laporan, baik melalui OJK maupun pada pihak Kepolisian. Sehingga, semakin cepat korban melaporkan hal tersebut, maka semakin cepat untuk ditindaklanjuti oleh Kepolisian atau aparat yang berwenang.


    “Data pastinya kami masih mendata, nanti kita tunggu. Tapi kalau kemarin kalau tidak salah sekitar 80.000 orang, sekarang masih mendata. Itu kami dapat data sementara dari info-info,” kata Rico saat ditemui di BPSDM NTB, Rabu, (13/9)


    Rico mengatakan, dari puluhan ribu korban FEC ini, masih ada yang tidak mau melaporkan kepada pihak yang berwenang. Hal itu yang membuat prosesnya lama.


    “Sepertinya tidak semua korban itu mau melaporkan, ini yang kadang-kadang kita bingung. Harusnya makin banyak yang melaporkan, makin cepat kita proses di Kepolisiannya,” jelasnya.


    Diketahui, korban FEC ini beragam. Dari pejabat, kalangan intelektual, tokoh agama, termasuk kelompok masyarakat yang awam. Menurutnya, kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi korban ini sebetulnya sudah sangat faham. Ini bisnis berisiko. Namun tetap diikuti. Karena tergiur keuntungan instan.


    “Risikonya sudah tahu. Tapi tidak mau belajar. Investasi serupa adalah yang kesekian. Dulu ada HIPO, ada LBC, ada LTC, ada juga DNA Pro. Seharusnya belajar dari sana,” imbuhnya.


    Bisnis dengan skema ponzi ini memang tidak putus begitu saja. Ketika izinnya ditutup, pelakunya akan membuat izin yang lain. Karena itu, kembali kepada masyarakat, untuk cerdas-cerdas menerima tawaran investasi. Harus dipastikan investasi tersebut legal (berizin), dan logis (menjanjikan keuntungan yang wajar).

    “Bisnis dengan skema ponzi, biasanya bertahan tidak lama, tiga bulan, setahun, atau maksimal 2 tahun. Setelah berhasil mengumpulkan dana besar. ia akan hilang. Dan yang jadi korban adalah downline-downline dibawah. Karena itu, hati-hati saja,” pungkasnya.(Arton)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini