-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Kajian Dampak Pandemi, Syarat 60 Siswa Tidak Berlaku untuk BOS Tahun 2022

    Redaksi
    Kamis, 09 September 2021, September 09, 2021 WIB Last Updated 2021-09-09T05:28:25Z

    Ads:



    Jakarta, Indometro.id -
    Persyaratan sekolah penerima Bantuan Operasional Sekolah (BOS) memiliki minimal 60 peserta didik tidak berlaku di tahun 2022. Keputusan tersebut diambil setelah melakukan kajian dan evaluasi dampak pandemi COVID-19. Hal ini dipastikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
     “Kemendikbudristek telah memutuskan untuk tidak memberlakukan (persyaratan) ini pada tahun 2022,” ujar Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Jakarta, Rabu (08/09/2021). 

    Mengutip laman humas Kemendikbiristek, Kamis (9/9), Nadiem menyampaikan apresiasi atas masukan dari Komisi X  DPR RI dan masyarakat mengenai berbagai kekhawatiran dan kecemasan terhadap implementasi persyaratan sekolah penerima BOS. Ia menjelaskan, program tersebut sudah ada sejak 2019, dan ada waktu tiga tahun untuk mensosialisasikan kebijakan.

     “Jadi, program ini sudah dari 2019, tapi belum dilakukan pada 2021 karena belum masuk tiga tahun. Itu ada tenggang waktunya,” tuturnya. Nadiem menilai situasi pandemi saat ini dirasa cukup ekstrem dan perlu fleksibilitas dan tenggang rasa pada sekolah yang masih sulit melakukan transisi untuk menjadi sekolah yang skala minimumnya lebih besar.

    Ia menambahkan, pihaknya sangat sensitif terhadap situasi masyarakat dan akan terus menerima masukan terhadap persyaratan ini dan melakukan kajian lebih lanjut terkait pemberlakuannya setelah tahun 2022. Dalam kesempatan tersebut, dirinya mengungkapkan bahwa pemanfaatan BOS regular tidak hanya mengakomodasi operasional di sekolah formal tapi juga dialokasikan untuk operasional bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). 

    Kebijakan tersebut memberi fleksibilitas kepada kepala sekolah untuk menentukan apa yang dapat ditingkatkan dengan dana BOS. “Ini sudah jadi konsiderasi BOS regular,” imbuhnya. 

    Nadiem menegaskan bahwa seluruh kebijakan dana BOS pada dasarnya berpihak kepada yang paling membutuhkan. Apalagi saat ini alokasi dana BOS di setiap daerah bersifat majemuk, di mana dana yang diberikan dikalikan indeks kemahalan. Dampaknya, satuan pendidikan yang berada di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) bisa mendapatkan dana yang jauh lebih banyak untuk meningkatkan kualitasnya.

     “Setiap kali saya dapat masukan bahwa ini bisa berdampak negatif bagi teman-teman yang membutuhkan di daerah terpencil, saya langsung mendengar,” ujarnya.

    Mendikbudristek juga menggarisbawahi perihal dana BOS afirmatif. Ia mengatakan, satuan pendidikan yang benar-benar membutuhkan akan mendapatkan sesuai kebutuhannya. Setiap kepala sekolah, lanjutnya, benar-benar memiliki kemerdekaan untuk menggunakan apa yang terpenting bagi sekolahnya. “Itu adalah satu prinsip dasar, jika ada yang mengancam terhadap prinsip itu maka akan saya dengarkan dan langsung saya putuskan,” pungkasnya. 

    Pada kesempatan itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengapresiasi keputusan pemerintah untuk tidak memberlakukan kebijakan yang sudah ditetapkan tiga tahun lalu tersebut. “Kami minta supaya tidak dijadikan standar menyangkut 60 siswa. Saya yakin Kemendikbudristek bisa merumuskan formula kebijakan lain yang bisa menjadi alat untuk melakukan evaluasi supaya sekolah agar lebih baik lagi,  tanpa menggunakan instrumen BOS, mohon dicarikan instrumen lain di luar BOS yang lebih efektif,” pungkasnya.




    (Red)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini