-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Tobasa Darurat Kejahatan Seksual Terhadap Anak, Reaksi Komnas PA?

    redaksi
    Sabtu, 18 Agustus 2018, Agustus 18, 2018 WIB Last Updated 2018-08-18T02:51:51Z

    Ads:

    Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak bersama Darwin Siagian Bupati Tobasa dan Wakapolres Tobasa Kompol Siagian memberikan keterangan pers atas kasus Kejahatan Seksial uang dilakukan ayah dan paman korban, Selasa 10 Juni 2018 di kantor Polres Tobasa/ist
    JAKARTA, INDOMETRO.ID- Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengungkapkan, dugaan kejahatan seksual yang dialami tiga orang anak usia di bawah 7 tahun di desa SS, Kec Parmaksian Porsea, Kab Toba Samosir (Tobasa) dan satu kasus lagi kejahatan seksual yang terjadi dan dialami anak di Tanah Lapang Balige akhir minggu ini, telah mengingatkan masyarakat Tobasa terhadap kasus-kasus kejahatan seksual yang pernah terjadi dan menghebohkan masyarakat banyak di kabupaten itu.
    Kata Arist, bagaimana ketika kasus ayah kandung korban bersama-sama paman kadung korban di Kecamatan Silaen, melakukan kasus kejahatan seksual dalam bentuk persetubuan srdsrah (incest) di Balige terhadap dua putri kandung anak remajanya usia SMP.
    “Kemudian kita diingatkan dengan peristiwa diluar akal sehat orang dewasa dimana dijumpai 7 orang anak-anak berusia dibawah 12 tahun di Laguboti melakukan kejahatan seksual bersama-sama terhadap anak usia 3 tahun dan berbagai peristiwa kejahatan seksual bentik lain yang prrnah juga terjadi sepanjang tahun 2018 di Balige yang sebarannya sudah sampai pada tingkat desa-desa seperti yang terjadi di Desa Amborgang dan Desa Narumonda Porsea. Tidak henti-hentinya Peristiwa Kejahatan seksial yang dialami anak-anak di Tobasa” paparnya.
    Atas meningkatnya kasus kasus kejahatan seksual di Tobasa, sambung Arist, telah menyisakan sebuah pertanyaan yang mendasar apa yang sesungguhnya salah dalam masyarakat Batak?. “Apakah hanya sekadar karena merajalelanya tayangan dan tontonan pornografi sertaa pornoaksi yang mudah diakses masyarakat dari mefia sosial dan internet?” tanyanya.
    “Ataukah karena dipicu oleh maraknya minuman keras oplosan adalah satu-satunya pemicu terjadinya kasus kejahatan seksual yang dilakukan orang terdekat korban di Tobasa?. Ataukah telah terjadi degradasi moralitas di tengah-tengah kehidupan masyarakat Batak. Atau telah terkikisnya keteladanan dalam keluarga Batak sehingga menghancurkan ketahanan keluarga” imbuhnya.
    Selain itu Arist Merdeka juga mempertanyakan, apakah terus berulangnya kasus serupa karena masyarakat Batak saat ini tidak lagi takut akan Tuhan? Ataukah terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap fungsi budaya dan adat yang sesungguhnya menjadi komunitas yang saling menghormati dan menghargai (dalihan natolu)?
    “Ataukah lemahnya kontrol sosial masyarakat dan tidak berfungsinya sistim kekerabatan dalam budaya masyarakat Batak sudah hancur dan tidak berfungsi lagi? Pertanyaan-pertanyaan mendasar inilah yang perlu dijawab oleh masyarakat Tobasa untuk dijadikan pemikiran untuk mencari formulasi memutus mata rantai kejahatan terhadap anak di Tobasa” ucap Arist Merdeka Sirait kepada media di Jakarta di sela-sela kegiatan lbedah kasus atas maraknya kejahatan seksual dan kejahatan bentuk lain di Tobasa Rabu (15/8/2018) dikantornya di Jl TB. Simatupang No 33 Pasar Rebo, Jakarta Timur.
    “Setelah bedah kasus hari ini saya bersama Tim Investigasi Cepat (TIC) di Tobasa akan segera berkunjung dan menemui korban dan keluarga korban di dua tempat ini dan sekaligus untuk mengupayakan bertemu dengan Bapak Bupati Tobasa, Kapolres Tobasa, Kadis PPPA Tobasa, Kadis Sosial dan diharapkan juga bisa berjumpa dengan juga Ketua PKK Kabupaten Tobasa untuk duduk bersama mencari formulasi yang tepat dan strategis dalam kerangka memutus mata rantai kasus kasus kejahatan seksual terhadap anak khususnya di Tobasa”; tambah Arist.
    Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen yang diberikan mandat, tugas dan fungsi memberikan pembelaan dan perlindungan Anak di Indonesia, lanjutnya, terus berupaya dan berkomitmen membantu pemerintah Tobasa, aparatur penegak hukum, gereja dan institusi keagamaan lainnya yang ada di Tobasa serta masyarakat Tobasa untuk memberikan yang terbaik bagi anak dan bukan sekedar mencari siapa yang salah.
    “Pemerintahkah yang salah, masyakatkah atau gerejakah yang pelayananannya tidak kontekstual lagi,…Itu tidak perlu. Kesalahan itu ada pada diri kita sebagai keluarga dan orang dewasa bukan kepada orang lain” tegasnya.
    Salahsatu upaya merespon maraknya kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Tobasa, kata Arist, pemerintah Tobasa bersama Komnas Perlindungan Anak, sesungguhnya 2 bulan yang lalu atas inisiasi Bupati Darwin Siagian telah memberikan perhatian yang sangat serius dan telah mengumpulkan para kepala desa Camat, guru guru PAUD, tokoh adat, begitu juga para giat perlindungan anak, tokoh-tokoh gereja lintas denominasi, untuk berdiskusi bersama dalam lokakarya yang dilakukan di Pendopo Kantor Bupati.
    “Banyak hal yang sudah disepakati, banyak pula langkah-langkah strategis yang harus ditindak lanjuti, namun masih memerlukan formula siapa yang sesungguhnya harus melakukannya dan sejauhmana peran masyarakat” papar Arist.
    Menurut pria nyentrik dengan rambut panjang ini, sudah saatnyalah para pemangku kepentingan seperti Gereja, pemerintah, pegiat perlindungan anak, media, tokoh adat serta “stakeholders” perlindungan anak bergerak bersama membangun komitmen ‘Tonasa Bebas Dari Kekerasan’.
    Jika langkah strategis ini tidak segera dilakukan, tidaklah berlebihan jika Tobasa patut dinyatakan sebagai wilayah Darurat Kejahatan Seksual. Kondisi dan predikat ini diharapkan jangan terjadi, namun nyata-nyaya tidak kita tidak mampu membela nasib anak-anak yang selalu dan selalu menjadi korban eksploitasi seksual dari orang dewasa lingkungan terdekatnya.
    “Alangkah tidak adilnya kita untuk melihat kasus-kasus kejahatan seksual yang menimpa anak-anak yang tidak berdaya dan menyembunyikannya bahkan membiarkan terus terjadinya tanpa bisa kita membela dirinya, inilah sebuah tantangan hati nurani kebersamaan masyarakat Tobasa agar kasus-kasus kejahatan seksual yang terjadi di Tobasa bisa kita hentikan secara bersama-sama” demikian tambah Arist Merdeka Sirait .
    “Dalam memperingati 73 Indonesia Merdeka, mari segera kita merdekakan anak kita, Anak Indonesia dari belenggu dan mata rantai kekerasan” pungkas Arist sambil memekikkan “Merdeka!!” .(ol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini