-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Artis Ivo Nilakhrisna Dianggap Wanprestasi, Keluarga Nasution Minta Tunda Eksekusi Rumah

    redaksi
    Rabu, 08 Agustus 2018, Agustus 08, 2018 WIB Last Updated 2018-08-08T01:46:33Z

    Ads:

    Kuasa Hukum Keluarga Nasution, H. Das'at Yusuf SH, MH, menunjukkan salahsatu bukti terkait sengketa tanah antara kliennya dengan artis 70a Nila Kresna/ist
    JAKARTA, INDOMETRO.ID- Keluarga ahli waris mendiang Ali Hanafiah Nasution merasa tak berdaya atas putusan Pengadilan yang memenangkan keluarga artis era 70an Hj Ivo Fauziah Hanum atau yang dikenal dengan nama Ivo Nilakrishna.
    Hal itu menyusul gugatan perdata kepemilikan tanah dan bangunan yang diajukan oleh Ivo Nilakreshna yang telah diputus hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 September 2014 lalu.
    Kemudian Keluarga ahli waris Ali Nasution melakukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI. Namun oleh hakim ditolak. Sampai di tingkat kasasi pun nasib sial menimpa keluarga Nasution tersebut. Alhasil, pengadilan pun akan melakukan eksekusi atas putusan hakim tersebut, yang rencananya dilakukan pada Kamis, 9 Agustus 2018 lusa.
    Menyikapi hal itu Kuasa Hukum Keluarga Nasution, H. Das’at Yusuf SH, MH, mengatakan pelaksanaan eksekusi terkesan dipaksakan. Alasannya, pihaknya sedang melakukan sidang bantahan atas putusan pengadilan, selain itu sedang mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
    “Kami sudah ajukan surat penundaan terhadap eksekusi, dengan tembusan ke berbagai instansi, diantaranya, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, KPK dan Ombudsman,” ujar dia usai sidang Bantahan di PN Jaksel, l Selasa (7/8/2018).
    Perkara perdata ini kata dia, diadukan oleh Ivo pada tanggal 26 Juli 2014, setelah Ali Hanafiah Nasution meninggal dunia pada 19 Mei 2012 silam. Oleh pihak Ivo mengajukan gugatan ke anak ahli waris bernama Amalan Sari Nasution dan Aswin Ali Nasution.
    Kasus ini kata Yusuf berawal bahwa keluarga Nasution menempati rumah di jalan Tebet Timur, Jaksel pada 2 Juli 1979 setelah ada kesepakatan dengan Ivo Nilakrishna atas perjanjian jual beli tanah dan bangunan seluas 657 m persegi dengan hak membeli kembali oleh Ivo selama 3 tahun sesuai sertifikat hak guna bangunan nomor 54.
    “Berbekal kwitansi itu dan penyerahan sertifikat serta kunci rumah diserahkan langsung oleh ibu Ivo kepada Pak Ali Nasution yang notabene pakciknya sendiri dengan disaksikan oleh istri dan 7 anak Pak Ali,” ujar dia.
    Kemudian pada tahun 15 Mei 1980, Ivo mengirim surat kepada Ali Nasution yang isinya tanah itu dijual oleh Ivo dengan nilai Rp.40 juta. Sesuai kwitansi 2 Juli 1979 beserta perjanjian diatas selembar kertas dengan tulisan tangan pada tanggal 23 September 1979.
    “Namun pada 26 Juli 2014 kami ahli waris Nasution mendapatkan surat panggilan sidang dari PN Jaksel yang ditujukan ke adik kami Amala dan Aswin Nasution. Dengan pokok perkara perdata No. 18/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel,” papar dia.
    Lalu dalam perjalanannya terbit putusan PN Jaksel No 92/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 9 September 2014. Kemudian pihak Nasution mengajukan banding lalu diputus hakim PT DKI Nomor 775/Pdt/2014/PT.DKI tanggal 20 Mei 2015 yang isinya menguatkan putusan PN Jaksel dan menolak banding yang di ajukan pihak Nasution, begitu juga kasasi ditingkat MA dengan Nomor 01K/PDP/2016 tanggal 12 Desember 2017.
    “Atas putusan itu kami bertanya-tanya dasar putusan itu, kenapa perjanjian dan kwitansi asli, surat domisili 1979 sampai dengan saat ini sudah 38 tahun, KK, PBB, Sertfikat asli tidak menjadi pertimbangan hakim, yang seharusnya secara keperdataan kamilah yang paling berhak atas tanah/rumah tersebut. Anehnya lagi ketika mau eksekusi kami sedang ajukan sidang Bantahan agar dilakukan penundaan eksekusi,” tutur dia.
    Lanjut dia, karena sedang mengadakan perlawanan melalui sidang bantahan kedua setelah putusan bantahan pertama bersifat NO (Niet Onvankelijke Verklaard). Pihaknya juga kata dia sedang mengajukan PK ke MA atas Kasasi hakim MA.
    “PK sudah kami layangkan lantaran menemukan bukti baru atau novum berupa surat dari kantor BPN penjelasan sertifikat HGB No 54 atas nama Ivo terdaftar haknya tanggal 29 Maret 1972 dan telah berakhir haknya pada 31 Maret 1992 sehingga menjadi tanah yang dikuasai negara atau tanah negara sesuai penjelasan No 7220 BPN Jaksel,” papar dia.
    Lanjut dia, ditelisik dari hukum, tanah negara dikuasai oleh negara bersifat eksepsional atau luar biasa, sesuai buku karangan Yahya Harahap.
    “Lalu, kenapa tiba-tiba mau dieksekusi. Ini keliatan ada power atau kekuatan dari luar yang mengintervensi, bukan lagi hukum. Ada apa ini. Jadi, saya dalam hal ini tidak membantah eksekusi atau merebut itu tanah milik saya atau milik lawan, atau milik negara. Tapi tanah ini dikuasai negara. Makanya kita minta hakim jeli melihat kasus ini, jangan hukum digadaikan untuk penguasa, atau orang terkenal,” tandas Yusuf.(ol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini