ilustrasi |
"Presidential threshold yang diputuskan itu adalah utusan Istana di DPR dalam menghambat kekuatan yang ada di luar," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono dalam diskusi bertajuk 'Meraba Pasangan Capres-Cawapres' di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/7).
Padahal, lanjut Ferry, sebagian besar masyarakat sudah tidak setuju dengan aturan tersebut. Buktinya, elemen masyarakat sampai berkali-kali mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya tidak tahu kenapa harus dipaksakan," ujarnya.
Ditekankannya, PT sebesar 20-25 persen adalah upaya untuk menjegal lawan Jokowi. Kalaupun lawannya masih bisa maju, hal itu bukanlah perkara gampang.
"Malah kalau bisa dengan calon tunggal, biar (Jokowi) bisa berhadapan dengan kotak kosong," seloroh Ferry.
Baca juga artikel ini :
Tapi pada kenyataannya yang terjadi ternyata tidak sesuai dengan harapan Istana. Sebab, Gerindra dan PKS malah berhasil menarik partai koalisi pemerintah PAN.
"Yang belakangan adalah dengan AHY, yaitu Syarif Hasan (waketum Demokrat) di Kartanegara (kediaman Prabowo) menunjukkan tanda-tanda kerjasama politik antara Gerindra dengan Demokrat," tutup Ferry.(rmol)