![]() |
| Ilustrasi buku modul/LKS |
Klaten,Indometro.id --
Praktik jual beli buku di sekolah dilarang, baik oleh sekolah maupun pihak komite sekolah. Hal ini ditegaskan dalam peraturan pemerintah dan permen tentang pengelolaan pendidikan serta komite sekolah. Penjualan buku di sekolah, termasuk buku pelajaran dan LKS, dianggap sebagai bentuk komersialisasi pendidikan dan dapat merugikan siswa. Namun regulasi yang dikeluarkan Pemerintah tidak digubris sama sekali.
Seperti diketahui, puluhan Kepala Sekolah SMP Negeri pernah diperiksa Polres Klaten beberapa waktu yang lalu, namun tidak ada efek jera terhadap Pemeriksaan Tipikor Polres Klaten yang belum dinyatakan SP3 dikuatkan Temuan LHP BPK Propinsi Jawa Tengah secara uji petik di temukan penerimaan royal fee dari Penyedia Kain Seragam dan Belanja Dana Bos di Kembalikan Ke Kas Negara 11.5%
Padahal sudah jelas regulasinya yaitu, PP Nomor 17 Tahun 2010: Pasal 181 melarang pendidik dan tenaga kependidikan menjual buku, bahan ajar, dan perlengkapan sekolah dan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020: Pasal 12a melarang Komite Sekolah menjual buku, bahan ajar, dan seragam.
Berapa yang didapat sekolah dari hasil pengadaan seragam dan modul LKS ini ?
Seorang marketing yang ditugasi menyalurkan ke sekolah menyatakan bahwa setiap satu buku dirinya mendapat Rp1000, sedang untuk sekolah mendapat 25℅ dari semua penjualan/semester.
"Untuk pihak sekolah 25℅, kl saya cuma dapat bagian 1000/exemplar, mas", katanya.
Pengakuan mendapat bagian dari pengadaan seragam dan buku juga dinyatakan salah satu Kepala Sekolah. Bagian tahun ini lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Khusus untuk kepala sekolah hanya sekitar 8℅.
"Hanya sekitar 8℅ untuk saya, mas. Karena tahun ini harga kain seragam juga diturunkan", ungkapnya.
Siapa saja oknum-oknum yang membackingi MKKS dalam kegiatan ilegal ini, dari dinas atau preman ? Akan di ulas dalam artikel tersendiri.
Sanggar Pendidikan menuturkan pengakuan beberapa Kepala Sekolah memang ada keterkaitan MKKS untuk pengadaan seragam/ LKS. Pengakuan itu berdasar hasil advokasi ke sekolah selalu di sampaikan oleh Kasek. Bahkan bukan hanya di SMP, di SD pun juga demikian, Bahkan diduga ada pengakuan memang ada campur tangan dari dinas (Dinas Pendidikan).
Tidak jarang personil Sanggar Kebangsaan mendapat tekanan dari orang-orangnya MKKS, tiap kali melakukan aksi ke Pemkab selalu mendapat tekanan lebih dari 3 orang.
Anggota Dewan Pendidikan, Sihono menyatakan Pengadaan Seragam sekolah menjadi tanggungjawab orang tua atau wali peserta didik. Hal ini secara tegas dituangkan dalam Permendikbud riset dan teknologi no 75 tahun 2016 junto no 50 tahun 2022.
Sekolah, Kasek, Guru dan tenaga kependidikan tidak dibenarkan melakukan penjualan seragam sekolah maupun LKS/Modul.
"Kami selalu memberikan kepada Sekolah dan instansi terkait apa yang seharusnya dilakukan, agar kegiatan yang menyangkut seragam dan buku ini tidak bertentangan dengan peraturan dan yang paling penting tidak memberatkan orang tua murid", jelas Sihono melalui sambungan telepon, Rabu (20/8/2025). *** (tim)



Posting Komentar untuk "Diduga Ada Peran MKKS Kabupaten Klaten Dalam Bisnis Ilegal Buku Modul LKS Di Sekolah "