Aceh Tenggara,Indometro.id –
Transparansi penggunaan Dana Desa kembali menjadi sorotan. Publik kini dapat memantau penyaluran dan penggunaan Dana Desa melalui aplikasi JAGA KPK RI yang dikelola Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, masalah muncul ketika laporan administrasi di tingkat desa tidak sinkron dengan data yang muncul di aplikasi tersebut.
Ketidaksesuaian ini memunculkan pertanyaan besar: Siapa yang bertanggung jawab jika data tidak sama? Dan indikasi apa yang tersembunyi di baliknya?
Alur Pelaporan Dana Desa dan Titik Rawan Ketidaksesuaian
Pengelolaan Dana Desa bukanlah pekerjaan satu pihak. Ada rantai panjang pelaporan dari desa hingga pusat. Setiap titik memiliki peran dan risiko kesalahan.
1. Pemerintah Desa
Pemerintah Desa menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), menetapkan APBDes, dan membuat laporan realisasi serta Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Semua transaksi harus dicatat di Buku Kas Umum (BKU).
Potensi masalah di desa:
Salah input atau bahkan sengaja memanipulasi data.
Kegiatan fiktif: ada di laporan, tapi tidak ada di lapangan.
Mark up harga dan volume kegiatan.
Uang sisa tidak disetor kembali ke kas desa.
2. Operator/Pendamping Desa
Operator desa atau pendamping desa bertugas membantu input data ke Siskeudes. Data ini menjadi dasar pelaporan ke kabupaten.
Potensi masalah:
Human error (salah angka, salah kode kegiatan).
Data disesuaikan untuk terlihat wajar di sistem.
3. Kecamatan
Kecamatan memverifikasi laporan desa sebelum diteruskan ke kabupaten.
Potensi masalah:
Verifikasi lemah: hanya paraf tanpa cek fisik.
Pembiaran meski ada selisih data.
4. Dinas PMD/Kabupaten
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa mengumpulkan laporan desa dan menginput data ke OMSPAN dan JAGA KPK RI.
Potensi masalah:
Data diubah saat diinput ke sistem pusat.
Selisih angka antara dokumen desa dan data di JAGA KPK.
Tidak ada klarifikasi meski ditemukan perbedaan.
5. Aplikasi JAGA KPK RI
JAGA KPK menampilkan data resmi yang berasal dari laporan pemerintah daerah dan kementerian. Data ini dapat diakses publik untuk mengawasi transparansi.
Jika tidak sinkron:
Menunjukkan adanya perbedaan angka yang harus ditelusuri.
Bisa menjadi indikasi penyimpangan di tingkat desa, kabupaten, atau saat proses input.
Peta Alur Pelaporan Dana Desa
Desa (APBDes, BKU, SPJ)
↓
Operator/Pendamping (Input Siskeudes)
↓
Kecamatan (Verifikasi)
↓
Dinas PMD/Kabupaten (Input ke OMSPAN & JAGA KPK)
↓
JAGA KPK RI (Publikasi Data)
Titik rawan: Desa → Operator → Kabupaten.
Indikasi Penyimpangan Jika Data Tidak Sinkron
Kesalahan administrasi (human error).
Manipulasi laporan untuk menutupi selisih penggunaan dana.
Mark up atau mark down anggaran.
Kegiatan fiktif yang hanya ada di dokumen.
Pemecahan anggaran untuk mengaburkan nilai sebenarnya.
Risiko Hukum
Ketidaksesuaian data bukan sekadar kesalahan teknis. Jika ditemukan unsur kesengajaan untuk memperkaya diri atau pihak lain, maka kasus ini dapat masuk ranah tindak pidana korupsi. Audit oleh Inspektorat, BPK, atau KPK bisa mengungkap pelanggaran yang berujung pada proses hukum.
Ketidaksinkronan laporan Dana Desa dengan data di JAGA KPK adalah alarm transparansi. Publik berhak tahu dan mengawasi, sementara pemerintah di semua level wajib menjaga kesesuaian data.
Tanpa pengawasan yang ketat, Dana Desa yang semestinya menjadi motor pembangunan, justru bisa menjadi ladang korupsi yang merugikan masyarakat. ***


Posting Komentar untuk "Laporan Dana Desa Tak Sinkron dengan JAGA KPK, Siapa yang Bertanggung Jawab ?"