GAYO LUES | INDOMETRO.ID | – Di tengah gema janji pemerintah memberantas kejahatan lingkungan, Desa Persada Tongra, Kecamatan Terangun, Gayo Lues, justru menjadi panggung sandiwara hukum yang memilukan.
Tambang emas ilegal beroperasi terang-terangan, alat-alat berat menghancurkan hutan dan sungai, sementara aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah setempat seolah buta tuli.
Skandal ini bukan sekadar pelanggaran, melainkan tamparan keras bagi kedaulatan hukum di Aceh.
ALAT BERAT MASUK HUTAN, SUNGAI JADI KORBAN
Aktivitas penambangan emas ilegal (PETI) ini dikabarkan telah berlangsung berbulan-bulan. Warga yang resah menyaksikan dengan mata kepala sendiri ekskavator-ekskavator menderu memasuki kawasan hutan lindung dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Beberapa alat berat, menurut sumber, sengaja didatangkan dari Takengon dengan biaya operasional puluhan juta rupiah.
“Sudah sebulan lebih aktivitasnya, tapi tidak ada satu pun yang berani menghentikan. Kami heran, ada apa ini?” ungkap seorang warga yang takut identitasnya terungkap. “Sungai kami mulai keruh, alam rusak, tapi semua diam.”
PENGAKUAN PELAKU: PUNYA “DEKENGAN” KUAT
Arogansi pelaku tambang ilegal ini terlihat jelas ketika tim media mencoba melakukan investigasi. Seorang pria bernama Elmi, yang mengakui sebagai operator tambang, dengan santai membeberkan modusnya di sebuah warung kopi.
"Benar, kami baru bawa alat berat dari Takengon. Soal media dan laporan ke Polda, saya yang urus. Bukan saya tidak punya dekengan, tapi saya tidak mau munculkan saja," ujarnya penuh percaya diri.
Pernyataan Elmi ini bukan hanya pengakuan, melainkan petunjuk terang adanya mafia tambang yang bersembunyi di balik operasi ilegal ini. Mereka berani beroperasi karena merasa dilindungi kekuatan besar yang tak terlihat.
PEMERINTAH DESA TERKESAN MEMBIARKAN
Bukan hanya APH, pemerintah desa pun terkesan merestui kejahatan lingkungan ini. Kepala Desa Persada Tongra tidak membantah keberadaan tambang emas ilegal tersebut. Ia justru menyebut bahwa pekerjanya adalah warga desa setempat. Pernyataan ini memperkuat dugaan pembiaran yang sistematis, menempatkan kepala desa sebagai pihak yang bertanggung jawab atas aktivitas ilegal di wilayahnya.
PAYUNG HUKUM TEGAS, KENAPA MANDUL?
Aktivitas PETI adalah kejahatan lingkungan dan pidana berat. Hukum di Indonesia telah menggariskan sanksi yang tegas bagi para pelakunya:
* UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 158: Ancaman hukuman penjara 5 tahun dan denda hingga Rp100 Miliar.
* UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 98: Ancaman hukuman penjara 10 tahun dan denda hingga Rp10 Miliar.
Sanksi yang berat ini seolah menjadi macan ompong di Gayo Lues. Pertanyaannya, mengapa hukum tidak berjalan? Siapa yang berani menahan langkah aparat untuk menegakkan hukum?
MENGUNGKAP TIRAI MAFIA TAMBANG GAYO LUES
Indikasi keterlibatan oknum dan adanya “bekingan” sudah sangat kuat. Oleh karena itu, kami mendesak
Kapolda Aceh dan Kapolres Gayo Lues segera bentuk tim khusus dan turun ke lokasi. Bongkar jaringan mafia di balik tambang ilegal ini.
Gubernur Aceh dan Bupati Gayo Lues mengambil langkah darurat untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan menindak tegas seluruh pihak yang terlibat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan ESDM lakukan investigasi komprehensif, pastikan ada sanksi administrasi dan pidana yang diberikan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus turun tangan. Ada dugaan kuat korupsi dan suap yang melibatkan oknum pejabat atau aparat yang melindungi aktivitas ilegal ini.
Kasus Gayo Lues ini adalah ujian nyata bagi komitmen pemberantasan kejahatan lingkungan. Jika tambang ilegal terus dibiarkan, maka bukan hanya alam yang hancur, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan negara. (Tim).


Posting Komentar untuk "Skandal Mafia Tambang Gayo Lues Ekskavator Jarah Hutan , Hukum Tiada"