Reduce bounce ratesindo Koperasi Merah Putih di Aceh Tenggara: Harapan Ekonomi atau Lahan Baru Penyimpangan? - Indometro Media

Koperasi Merah Putih di Aceh Tenggara: Harapan Ekonomi atau Lahan Baru Penyimpangan?

(ilustrasi)

INDOMETRO.ID | ACEH TENGGARA |— Pemerintah pusat telah menggulirkan program ambisius melalui pembentukan Koperasi Merah Putih di seluruh desa dan kelurahan di Indonesia. Program ini didorong oleh Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 dan menargetkan pendirian 80.000 koperasi sebagai garda depan ekonomi kerakyatan.

Namun di lapangan, terutama di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, pelaksanaan program ini tidak boleh dibiarkan tanpa pengawasan. Koperasi Merah Putih memang menjanjikan kesejahteraan, tapi bisa pula menjadi celah baru bagi oknum desa untuk menyalahgunakan wewenang dan Dana Desa.

Aturan Sudah Jelas, Tapi Bagaimana di Lapangan?

Secara regulasi, program Koperasi Merah Putih berdiri di atas payung hukum yang kuat:

UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Peraturan Pemerintah terkait pengesahan koperasi

Peraturan Menteri Koperasi, Menteri Keuangan, dan Kemendes

Hingga Peraturan Bupati di beberapa daerah sebagai teknis pelaksana

Namun, implementasinya di Aceh Tenggara belum menunjukkan transparansi yang optimal. Berdasarkan pantauan lapangan LSM KPK-RI, banyak desa belum secara terbuka menyampaikan proses pendirian, struktur pengurus, unit usaha, dan pengelolaan dana koperasi ke masyarakat luas.

Wajib Punya 7 Unit Usaha, Tapi Belum Terlihat

Setiap Koperasi Merah Putih diwajibkan memiliki 7 unit usaha, seperti:
Kios sembako
Klinik desa
Simpan pinjam
Apotek
Pergudangan
Kantor koperasi
Jasa logistik

Namun di Aceh Tenggara, banyak laporan dari masyarakat bahwa unit-unit usaha ini hanya tercantum dalam proposal dan dokumen APBDes, tanpa aktivitas riil di lapangan. Bahkan ada dugaan koperasi hanya digunakan sebagai formalitas untuk mengakses Dana Desa.

Dana Desa Rawan Disalahgunakan

Pemerintah memang memperbolehkan Dana Desa digunakan untuk mendukung operasional Koperasi Merah Putih, termasuk pembangunan unit usaha dan pelatihan pengurus. Tapi hal ini sangat rentan diselewengkan jika tidak melalui:

Musyawarah desa terbuka

Pengesahan dalam APBDes

Laporan pertanggungjawaban publik

LSM DPP KPK-RI menemukan indikasi awal bahwa di beberapa desa di Aceh Tenggara, dana untuk koperasi disalurkan namun tidak ada laporan kegiatan yang bisa diverifikasi secara fisik maupun administratif.

Mendesak Audit Total dan Pengawasan Eksternal

Kami mendesak agar:

Inspektorat Aceh Tenggara segera melakukan audit terbuka atas Dana Desa yang digunakan untuk koperasi.

Dinas Koperasi dan Dinas PMD setempat memberikan laporan progres tiap desa yang telah membentuk koperasi.

Kementerian Koperasi dan UKM bersama Kemendes PDTT turun langsung melakukan monitoring di Aceh Tenggara, agar program ini tidak menjadi proyek fiktif nasional.

Kami dari LSM DPP Komunitas Pemburu Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) siap bersinergi dalam pengawasan publik terhadap koperasi-koperasi desa yang berpotensi bermasalah. Rakyat harus mendapat manfaat, bukan ditipu oleh data palsu dan pembangunan semu.

Koperasi Merah Putih seharusnya menjadi jalan keluar bagi kemiskinan struktural di desa, termasuk di Aceh Tenggara. Tapi jika dijadikan alat politik, proyek bancakan, atau kedok baru untuk menilap Dana Desa, maka rakyat kembali jadi korban.

Kami mengingatkan seluruh aparatur desa: program ini akan kami awasi, dan setiap penyimpangan akan kami laporkan ke penegak hukum. ***

Posting Komentar untuk "Koperasi Merah Putih di Aceh Tenggara: Harapan Ekonomi atau Lahan Baru Penyimpangan?"

PELUANG TIAP DAERAH 1 ?