Aceh Tenggara, Indometro.id — Sebuah kabar yang cukup mencemaskan datang dari Desa Kute Bahagia, Kecamatan Lawe Bulan, Kabupaten Aceh Tenggara. Diduga terjadi penyimpangan pengelolaan Dana Desa tahun anggaran 2024, dengan nilai yang tidak kecil: lebih dari Rp 610 juta rupiah tercatat belum memiliki laporan realisasi yang jelas.
Berdasarkan data terbuka dari portal resmi JAGA KPK, Desa Kute Bahagia menerima alokasi Dana Desa sebesar Rp 981.381.000. Namun hingga kini, hanya Rp 370.708.400 yang dilaporkan penggunaannya. Artinya, terdapat sekitar 62,23% dari total anggaran, atau Rp 610.672.600, yang belum dijelaskan pemanfaatannya kepada publik.
Kepala Desa Masih Bungkam, Masyarakat Bertanya
Sejumlah pihak mencoba menghubungi Kepala Desa Kute Bahagia untuk mendapatkan klarifikasi. Namun hingga berita ini ditulis, konfirmasi tak kunjung diperoleh. Salah satu perwakilan LSM DPP Pemantau Pemburu Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI), Saidul, menyampaikan keprihatinannya terhadap sikap pasif kepala desa yang seolah menghindari tanggung jawab keterbukaan informasi.
“Pesan kami terbaca, tapi tak dijawab. Ini bukan semata masalah etika komunikasi. Ini soal tanggung jawab publik atas uang negara yang dipercayakan ke desa,” ujar Saidul pada 12 Juli 2025.
Menurut Saidul, kegiatan yang dilaporkan hanya mencakup beberapa program, seperti peringatan Isra’ Mi’raj, pembangunan jalan tani, pembagian BLT-DD, pengadaan alat semprot elektrik, serta kegiatan pembinaan adat. Kegiatan tersebut dinilai belum cukup merepresentasikan besarnya dana yang telah dicairkan.
Mengingatkan, Bukan Menghakimi
Perlu dipahami, dana desa adalah instrumen penting negara dalam mempercepat pembangunan dari tingkat terbawah. Pemerintah desa, khususnya kepala desa, memegang amanah besar untuk mengelola dana tersebut secara transparan, akuntabel, dan berpihak pada kesejahteraan warganya.
Jika ada dugaan penyimpangan, maka sudah selayaknya dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh pihak berwenang. Dalam hal ini, Inspektorat Kabupaten Aceh Tenggara, Kejaksaan Negeri, maupun aparat kepolisian perlu turun tangan melalui audit investigatif yang objektif.
Landasan hukumnya jelas. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengatur kewajiban kepala desa dalam menjalankan pemerintahan secara jujur, terbuka, dan bertanggung jawab. Jika terjadi penyalahgunaan, maka Pasal 29 UU tersebut menjadi acuan untuk penindakan. Bahkan, jika masuk dalam kategori tindak pidana, maka dapat dijerat melalui UU Tindak Pidana Korupsi, yang memuat ancaman hukuman berat bagi pelaku penyalahgunaan dana publik.
Mendorong Partisipasi Masyarakat, Mengedepankan Solusi
LSM KPK-RI berharap semua pihak di Desa Kute Bahagia dapat bersikap terbuka terhadap proses klarifikasi dan evaluasi. Masyarakat, tokoh adat, pemuda, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diimbau untuk aktif menyuarakan aspirasi serta menjaga proses ini agar tetap kondusif dan solutif.
“Kami tidak sedang menghakimi, tetapi mengingatkan bahwa kepercayaan publik adalah modal utama pembangunan desa. Bila dibiarkan tanpa kejelasan, ini bisa melukai kepercayaan masyarakat dan merusak fondasi pelayanan publik desa,” tambah Saidul.
Mari Kawal Bersama
Redaksi Indometro.id berkomitmen untuk terus mengikuti perkembangan kasus ini secara proporsional dan bertanggung jawab. Informasi yang terbuka dan jujur akan membawa manfaat besar, baik bagi masyarakat Desa Kute Bahagia, maupun bagi desa-desa lain yang menjadikan transparansi sebagai nilai utama dalam pengelolaan dana publik.
Transparansi bukan untuk ditakuti, melainkan dijalani. Kejelasan bukan tuntutan semata, tapi bentuk penghormatan kepada rakyat yang telah memberi kepercayaan. ***


Posting Komentar untuk "Dugaan Penggelapan Rp 610 Juta Dana Desa di Kute Bahagia: Saatnya Transparansi Ditegakkan"