-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Anggota KY, Ziad Sebut Bila Hakim Ad Hoc Direkrut MA Akan Timbul Kerancuan

    Kamis, 11 November 2021, November 11, 2021 WIB Last Updated 2021-11-11T14:08:13Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

    Anggota KY, Ziad Sebut Bila Hakim Ad Hoc Direkrut MA Akan Timbul Kerancuan


    Jakarta, indometro.id - Anggota Komisi Yudisial (KY), Binziad Kadafi menyebut bila hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) direkrut oleh MA itu sendiri nanti pada saat mereka membentuk majelis, hakim agung maupun hakim ad hoc akan menimbulkan kerancuan terkait Permohonan Burhanuddin ke MA. 

    Hal itu disampaikannya dalam acara Press Briefing bertema Kedudukan Komisi Yudisial dalam melakukan seleksi Calon Hakim Ad Hoc di Mahkamah Agung di Bakoel Koffie, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, hari ini. 

    "Otomatis dengan demikian, Kalau kita saring nanti pada saat mereka membentuk majelis, hakim agung maupun hakim ad hoc, Ini akan menimbulkan kerancuan," kata Ziad dalam sambutannya kepada wartawan, yang diikuti oleh indometro.id, Kamis (11/11/2021).

    Ziad menjelaskan, karena nanti keanggotaan majelis itu terdiri dari orang-orang yang direkrut atau anggota majelis yang direkrut oleh anggota majelis yang lain. 

    "Itu merupakan satu argumentasi yang disampaikan," jelasnya. 

    Menurut Ziad, hal itu mengenai Permohonan Burhanuddin yang mengajukan hakim ad hoc di MA akan direkrut oleh MA itu sendiri.

    "Dan Itu memang lucu dalam tuntutan beliau (Burhanuddin). Jadi akan direkrut oleh MA itu sendiri," ujarnya. 

    Padahal, kata Ziad, bahwa publik mengetahui MA itu diisi dan dipimpin oleh Hakim Agung, Ketua MA, Wakil Ketua MA, Non Yudisial maupun Yudisial dan para Ketua Kamar, dan semuanya itu adalah Hakim Agung.

    "Jadi hakim ad hoc kalau permohonan Burhanuddin dipenuhi maka hakim ad hoc akan direkrut oleh MA, sementara MA diisi dan dipimpin oleh Hakim Agung," tuturnya. 

    Lebih lanjut, Ziad menerangkan mengenai pernyataan Pakar hukum tata negara, mantan Hakim, dan Hakim Konstitusi periode 2003-2008, Maruarar Siahaan bahwa secara konstitusional semua hakim memiliki kewenangan yang sama sehingga idealnya memiliki standard yang sama, terutama dalam mekanisme seleksi.

    "Hakim ad hoc dengan hakim agung bahkan dengan hakim karir memiliki tugas, tanggung jawab, dan kewenangan konstitusional yang juga sama, yaitu memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Dengan demikian, seharusnya berbagai standard yang diterapkan padanya, terutama standard dalam seleksi, juga sama," kata Maruarar yang dikutip oleh Ziad.

    "Itu potensial menghadirkan pengaruh yang tidak semestinya bagi para hakim ad hoc di MA tersebut ketika mereka menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Karena mereka harus bersigap memeriksa dan memutus perkara yang dihadapkan kepada mereka bersama orang-orang yang sebelumnya merekrut mereka, itu implikasinya," papar Anggota KY itu.

    Ziad menuturkan bahwa dengan banyaknya pihak para calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung yang sudah berancang-ancang dan berniat untuk mengikuti proses seleksi akan segera diselenggarakan oleh Komisi Yudisial. Dan juga MA yang nanti akan menerima para Calon Hakim ad hoc di MA untuk duduk didalam kamar-kamar yang dimiliki majelis untuk perkara-perkara khusus, dalam hal ini pengadilan industrial dan Tipikor. 

    Dan juga tentu saja bagi KY, karena dalam perjalanannya beberapa kali kewenangan KY yang diberikan oleh Undang-Undang tergerus.

    "Nah ini salah satu kewenangan KY yang diberikan oleh Pasal 13 Huruf A dari Undang-Undang 18 Tahun 2011, Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 tahun Tahun 2004 tentang KY, yang memberi kewenangan kepada KY untuk menyelenggarakan proses seleksi terhadap tidak hanya Hakim Agung tetapi juga hakim ad hoc di Mahkamah Agung, ini sedang dipermasalahkan diuji materi di MK," tuturnya. 

    Perkara permohonan gugatan itu dengan Nomor 92 PUU-XVlll/2020, yang di uji Pasal 13 Huruf A, Undang-Undang 18 tahun 2011, Tentang perubahan atas Undang-Undang 22 tahun 2004 Tentang KY. 

    "Jadi yang diujinya itu pasal tersebut terhadap Konstitusional Pasal tersebut terhadap Pasal 24B, Ayat 1 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jadi itu yang di challenge," pungkas Ziad. 

    Menurut Maruarar, Apabila hakim dipilih oleh lembaga yang sama, dampak yang paling utama adalah terhadap independensi hakim, dalam kasus ini terhadap hakim adhoc TIPIKOR di MA.

    Dampak ini harus dihindarkan dengan keberadaan satu lembaga tersendiri untuk melakukan seleksi hakim sebagai suatu standard yang universal untuk memperkuat independensi dan imparsialitas. Terlebih norma konstitusi juga menyatakan hal tersebut dengan memberikan kewenangan seleksi hakim di MA (hakim agung maupun hakim ad hoc) pada KY.

    Dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim”. 

    Kewenangan ini salah satunya diturunkan dalam Pasal 13 huruf a UU Komisi Yudisial (UU No. 18 Tahun 2011) yang berbunyi: “Komisi Yudisial mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan”.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini