-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Kuasa Hukum Klaim KLB Deliserdang Sah, AD/ART Demokrat 2020 Batal Demi Hukum

    Jumat, 15 Oktober 2021, Oktober 15, 2021 WIB Last Updated 2021-10-15T08:44:48Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    Kuasa Hukum Klaim KLB Deliserdang Sah, AD/ART Demokrat 2020 Batal Demi Hukum


    Jakarta, indometro.id - Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deliserdang yang dipimpin oleh Moeldoko melalui kuasa hukumnya mengklaim bahwa KLB Demokrat Deliserdang sah berdasarkan hukum, AD/ART Demokrat tahun 2020 dianggap batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan.

    Kuasa Hukum DPP Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn,) Moeldoko, Rusdiansyah menyampaikan bahwa pada sidang  lanjutan gugatan Perkara Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT di PTUN Jakarta atas penolakan Menkumham terhadap Permohonan Pengesahan Perubahan AD/ART serta Kepengurusan Partai Demokrat Hasil Kongres Luar Biasa di Deliserdang

    DPP Demokrat KLB Pimpinan Jenderal TNI (Purn,) Dr. H. Moeldoko, M.Si Menghadirkan 3 Orang Ahli yaitu, 1. Kepala Program Studi Sarjana Hukum dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tarumanagara Jakarta, Dr. Ahmad Redi.,S.H.,M.H, 2. Ketua Senat Akdemik Universitas Al Azhar Indonesia dan Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Associate Prof. Dr. Suparji, SH, MH dan 3. Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram, Prof.Dr.H. Gatot Dwi Hendro Wibowo, SH.,M.Hum.

    Sementara Kubu Mayor Inf. (Purn) H. Agus Harimurti Yudhoyono, M.Sc menghadirkan dua saksi yaitu, 1. Gerald Pieter Runtuthomas dan 2. Jansen Sitindaon. 

    Menurut Ahli yang dihadirkan pertama Dr. Ahmad Redi.,S.H.,M.H dalam Keteranganya di persidangan menyampaikan Menkumham memiliki Kewenangan atribusi untuk menyelenggarakan urusan legislasi partai politik sesuai UU parpol. 

    "Dalam Rezim Administrasi Negara kalau kita Tarik UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa setiap Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan keputusannya atau tindakan harus berbasis pada dua hal yaitu, Peraturan Perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik dalam hal pendaftaran partai politik harus berdasarkan UU Parpol," kata Ahmad Redi. 

    Jadi, Ahmad Redi menuturkan, terkait batu uji pendaftaran partai politik adalah UU parpol dan peraturan teknis yaitu, Peraturan Menteri Hukum dan HAM 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.

    "Karena produk yang di keluarkan nanti oleh Kemenkumham dalam menerima atau menolak adalah surat keputusan maka tidak bisa Menkumham menjadikan batu uji pendaftaran parpol berdasarkan Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Politik karena hal tersebut didalam UU 30 tahun 2014, UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017  tidak menjadi dasar," tuturnya. 

    Lebih lanjut, Ahmad Redi menjelaskan bahwa fakta dalam surat penyampaian jawaban atas permohonan pendaftaran perubahan AD/ART dan perubahan Susunan Kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2021-2025 yang diterbitkan oleh Menkumham tertanggal 19 Maret 2021, Menkumham meminta kepada DPP Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit untuk dapat melengkapi dokumen Kongres Luar Biasa yang dilaksanakan di Kabupaten Deliserdang.

    "Namun dalam surat tersebut tidak jelas item-item apa saja yang harus dilengkapi padahal seluruh syarat yang di persyaratkan sudah pemohon ajukan sesuai yang di persyaratkan dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik," jelasnya. 

    Hal ini menurut ahli dalam melayani warga negara Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham harus clear and clear.

    "Data apa saja yang harus dilengkapi nggak bisa tidak jelas sepert itu, itu dapat membingungkan pemohon atau warga negara dan itu jelas melanggar asas kepastian serta Asas Umum Pemerintahan yang baik," cetusnya. 

    Menurut ahli, harusnya ketika berkas permohonan yang diajukan sudah sesuai yang di persyaratkan permenkumham 34 tahun 2017 berkas permohonan pemohon harusnya diterima oleh kemenkumham dan di tindak lanjuti dengan surat Keputusan menerima Permohonan Pemohon.

    "Tidak bisa kemudian Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara menguji kebenaran permohonan pemohon karena kewenangan itu tidak diberikan oleh UU parpol maupun Permenkumham 34 tahun 2017," ujarnya. 

    Karena menurutnya kewenagan pengujian kebenaran hasil KLB deliserdang sudah di delegasikan kepada Notaris sebagai pejabat yang di berikan kewenangan oleh perundang-undangan.

    Contoh misalnya ketika ada warga negara telah mendapatkan ijin Amdal untuk mengajukan ijin usaha tidak bisa kemudian pejabat atau badan tata usaha negara yang menerbitkan ijin usaha memeriksa lagi kebenaran apakah ijin Amdal sudah susuai dengan Perundang-undangan tentang baku mutu air lalu menolak permohonan warga negara.

    "Itu jelas melampaui kewenagan yang di miliki bahkan bisa dikategorikan menyalahgunakan jabatan yang diberikan berbeda dengan pendaftaran partai politik baru," tutur Ahmad Redi. 

    Ahli menegaskan bahwa jelas dalam UU parpol diberikan kewenagan selain verifikasi berkas persyaratan diberikan juga kewenagan penelitian dan pengujian kebenaran atas syarat permohonan sementara dalam permohonan perubahan AD/ART dan Kepengurusan Partai Politik hanya diberikan kewenagan verifikasi admistrasi saja.

    "Verivikasi itu Bahasa ceklis kalau ada ceklisnya yang dipersyaratkan ya harusnya permohonan pemohon diterima dan di tindak lanjuti dalam Surat keputusan," tegasnya. 

    Kemudian, Ahli memaparkakn bahwa Fakta dalam surat penolakan permohan pemohon oleh Menkumham tertanggal 31 maret 2021 yang menjadi obyek sengketa sekarang di PTUN Jakarta dalam poin pertamanya Kementrian Menteri Hukum dan HAM Telah Melakukan Pemeriksaan dan atau verivikasi tentang seluruh dokumen yang disampaikan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dan AD/ART Partai Demokrat.

    Ia menerangkan bahwa badan atau pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham telah keliru mengunakan AD/ART Partai Demokrat sebagai batu Uji dalam menolak permohonan Pengesahan Kepengurusan partai Demokrat Hasil KLB Deliserdang. Hal ini telah melanggar Asas Umum Pemerintahan yang baik serta melampaui kewenangan yang dimiliki yang diberikan oleh UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017.

    Selain itu, terkait Mahkamah Partai yang mana memiliki Kewenagan Menerbitkan Bebas sengketa, ahli menerangkan bahwa mahkamah yang berwenang menerbitkan surat bebas sengketa adalah mahkamah hasil kongres terakhir bukan mahkamah yang terdaftar di Kemenkumham.

    Hal itu karena kepengurusan serta Mahkamah partai yang terdaftar di Kemenekumham sudah di demisionerkan dalam forum tertinggi partai yaitu, Kongres atau KLB. Karena bebas sengketa yang dimaksud adalah surat bebas sengketa apakah ada peserta pemilik suara sah dalam kongres itu yang keberatan atas hasil KLB.

    "Dan jelas di dalam Permenkumham 34 tahun 2017 tidak disebutkan bahwa Mahkamah partai yang berwenang menerbitkan surat keterangan bebas sengketa adalah mahkamah partai yang terdaftar di Menkumham. Jadi nggak boleh ada penafsiran lain selain apa yang dimaksud," tukas Redi. 

    Sementara itu, Ahli Associate Suparji, menerangkan dalam keteranganya bahwa AD/ART Partai merupakan hasil kesepakatan maka harus memenuhi syarat sah sebuah kesepakatan sebagai mana diatur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian sebab yang halal.

    Dalam hal sebuah kesepakatan tidak memenuhi syarat sah yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian maka kesepakatan dapat diajukan pembatalan di pengadilan. 

    "Sementara kalau tidak memenuhi sebab yang halal maka kesepakatan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan. Jadi Ketika AD/ART partai Demokrat 2020 isinya bertentangan dengan undang-undang maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan," kata Suparji. 

    Lebih Lanjut Suparji menegaskan, oleh karena AD/ART 2020 dianggap dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan. Maka upaya koreksi atau perbaikan AD/ART partai Demokrat di KLB sangat berdasar hukumm

    "Dengan demikian pelaksanaan KLB sudah sesuai ketentuan yang berlaku," tegasnya. 

    Kemudian, Ahli Suparji menerangkan Mahkamah Partai yang berwenang menerbitkan surat bebas sengketa adalah mahkamah partai yang dilahirkan oleh KLB terakhir bukan Mahkamah partai yang terdaftar di Kemenkumham karena Mahkamah yang terdaftar sudah di demisionerkan dalam Forum KLB.

    "Karena bagaimana mungkin seseorang yang sudah di demisionerkan diberikan kewenangan melakukan Tindakan hukum," terangnya. 

    Adapun terkait legal standing penggugat, menurut keterangan ahli, penggugat masih memiliki legal standing karena penggugat masih menjabat sebagai anggota DPR RI perwakilan partai Demokrat.

    Kalaulah yang bersangkutan bukan kader partai Demokrat bagaimana mungkin yang bersangkutan masih menjadi anggota DPR RI, apalagi secara hukum pemecatan yang bersangkutan belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). 

    Bahkan faktanya atas pemecatan yang dilakukan terhadap yang bersangkutan sudah dikembalikan hak-haknya sebagai anggota partai Demokrat di dalam KLB Deliserdang. 

    "Jadi secara fakta hukum penggugat masih memiliki legal standing," tutur Suparji. 

    Sementara itu, Ahli Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram, Gatot Dwi Hendro Wibowo belum bisa dimintai keterangan saksinya secara virtual lantaran jaringan internet di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengalami kendala teknis. Sehingga sidang pengambilan keterangan ahli ditunda Selasa pekan depan 19 Oktober 2021.

    Adapun kedua saksi yang dihadirkan kubu AHY, Gerald Pieter Runtuthomas dan Jansen Sitindaon, menurut Rusdiansyah hanya Kuasa Hukum Kubu AHY sendiri yang mengajukan pertanyaan.

    "Sementara baik Tergugat Kemenkumham, Majelis Hakim dan Kuasa Hukum Penggugat DPP Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn,) Dr. H. Moeldoko, M.Si, tidak mengajukan pertanyaan," kata Rusdiansyah.

    Hal itu karena kesaksian yang diberikan oleh kedua saksi yang dihadirkan, pihak KLB Deliserdang menilai mereka tidak mengatakan konteks hukum yang dipersengketakan.

    "Kami nilai tidak membicarakan issue hukum yang sedang di bicarakan terkait obyek sengketa di PTUN Jakarta, itu artinya kesaksian yang dihadirkan kubu AHY dihadirkan sendiiri, di tanya sendiri dan di simpulkan sendiri (Dari Mereka Oleh Mereka dan untuk mereka)," tutup Rusdiansyah. 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini