-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Penyidik KPK Robin Didakwa Terima Uang dari Mantan Walikota Tanjungbalai dan Wakil DPR-RI Aziz Syamsuddin

    Senin, 13 September 2021, September 13, 2021 WIB Last Updated 2021-09-13T14:27:38Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    Penyidik KPK Robin Didakwa Terima Uang Dari Mantan Walikota Tanjungbalai dan Wakil DPR-RI Aziz Syamsuddin

    Jakarta, indometro.id - 
    Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stephanus Robin Pattuju didakwa telah menerima uang sejumlah lebih dari Rp 11 miliar dari Mantan Walikota Tanjung Balai M. Syahrial dan Wakil Ketua DPR-RI Aziz Syamsuddin dalam perkara dugaan korupsi jual beli jabatan di pemerintahan Tanjung Balai. 

    "Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan 
    Rp11.025.077.000,00 dan US$ 36.000," ucap Tim Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Lie Putra Setiawan dipersidangan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021). 

    Adapun pemberian uang terhadap Robbin Pattuju yaitu, masing-masing dari M. Syahrial sejumlah Rp1, 695 miliar. Dari Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.099.887.000 dan US$ 36 ribu, dari Ajay Muhammad Priatna sejumlah Rp507.390.000, dan dari Usman Effendi sejumlah Rp 525 juta dan Rita Widyasari sejumlah 
    Rp5.197.800.000.

    Pemberian itu diduga untuk menggerakkan agar melakukan sesuatu dalam jabatannya sebagai penyidik KPK. 

    "Agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK," ujar Lie. 

    Jaksa menilai perbuatan terdakwa bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 Undang-Undang R.I. Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang 
    Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Pasal 37 jo. 

    Kemudian Pasal 36 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Jaksa menilai terdakwa merupakan Penyidik KPK sejak tanggal 15 Agustus 2019 dan bertugas ikut melakukan penyidikan atas tindak pidana korupsi yang ditangani KPK bersama-sama dengan penyidik lainnya.

    Kemudian pada tanggal 2 Juli 2020, Riefka Amalia (adik dari teman wanita terdakwa) membuka rekening tabungan BCA atas permintaan dan demi kepentingan terdakwa di kantor BCA cabang pembantu Pondok Gede dengan nomor rekening 6825398035 atas nama Riefka Amalia. 

    Kartu ATM rekening tersebut dipegang Terdakwa dan Riefka Amalia dapat mengakses rekening tersebut dengan layanan aplikasi Mbanking menggunakan nomor telepon Riefka Amalia yaitu 085591311481. Selain itu, Terdakwa juga mencari lokasi (safe house) guna tempat bertemu terdakwa dengan Maskur Husain dan pihak lain untuk melakukan serah-terima uang.

    Menurut Jaksa penerimaan uang tersebut oleh Robin dan Maskur terkait perkara yang melibatkan M. Syahrial (Walikota Tanjungbalai periode 2016-2021). Dimana pada bulan Oktober 2020, terdakwa dikenalkan dengan M. Syahrial  oleh Aziz Syamsuddin (Wakil Ketua DPR RI) di Jalan Denpasar Raya 3/3, Jakarta Selatan. 

    Pada pertemuan tersebut, M. SYAHRIAL yang telah paham Terdakwa adalah penyidik KPK menyampaikan permintaan bantuan kepada Terdakwa, antara lain agar penyelidikan kasus jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak naik ke tahap penyidikan.

    Lalu terdakwa membahas kasus-kasus yang melibatkan M. Syahrial dengan Maskur Husain, dan akhirnya mereka sepakat untuk membantu M. Syahrial dengan imbalan sejumlah uang. Akhirnya disepakati antar mereka besaran imbalan adalah sejumlah 
    Rp1.7 miliar yang diberikan secara bertahap.

    Kemudian untuk penyerahan uang, Terdakwa menyampaikan beberapa arahan kepada M. Syahrial termasuk rekening tujuan, yaitu rekening BCA nomor 6825398035 atas nama Riefka Amalia dan rekening BCA nomor 
    03420081552 atas nama Maskur Husain. 

    Sejak bulan November 2020, M. Syahrial memberi uang dengan jumlah keseluruhan Rp1.695 miliar kepada Terdakwa dan Maskur Husain secara bertahap. 

    Transfer sebanyak 69 kali (dari bulan November 2020 - April 2021) ke rekening BCA nomor 6825398035 atas nama riefka Amalia dengan jumlah keseluruhan Rp1.275 miliar.

    Transfer 17 kali transaksi ke rekening BCA nomor 03420081552 atas nama Maskur pada 22 Desember 2020 dengan jumlah keseluruhan Rp 1,695 miliar. 

    Kemudian uang tersebut dibagi oleh Terdakwa dan Maskur. Robin memperoleh Rp 490 juta dan Maskur Rp1.205 miliar.

    Robin juga meminjam mobil dinas milik pemerintah Kota Tanjung Balai merek Toyota Kijang Innova tahun 2017 dengan plat nomor BK1216Q dari tangggal 22 Desember 2020 s.d. 13 April 2021. 

    Awal November 2020, M. Syahrial mendapat informasi Tim Penyidik KPK akan datang ke Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Kota Tanjungbalai, untuk itu M. Syahrial lalu menghubungi dan meminta Terdakwa mengecek kebenaran hal tersebut. 

    Atas informasi ini, Terdakwa kemudian menyampaikan benar ada tim Penyidik KPK akan datang ke Kabupaten Labuhanbatu Utara tetapi tidak akan datang ke Kota Tanjungbalai karena sudah diamankan oleh Terdakwa. 

    Pada tanggal 19 April 2021 sore hari, M. Syahrial menginformasikan kepada Terdakwa dan Aziz Syamsuddin bahwa ternyata kasus jual beli jabatan yang melibatkan dirinya naik ke tahap penyidikan dengan mengirim foto surat panggilan saksi terhadap Azizul Kholis atas perkara terkait, dan Terdakwa lalu menyampaikan bahwa hal tersebut akan ia bicarakan dengan timnya. 

    Kemudian, Jaksa mendakwa Robin atas perkara yang melibatkan Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado. Dimana pada Agustus 2020, Terdakwa yang diminta tolong oleh Aziz Syamsuddin lalu berdiskusi dengan Maskur Husain guna membahas tentang apakah mereka bersedia mengurus kasus yang melibatkan Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah. 

    Akhirnya Terdakwa dan Maskur Husain sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado tersebut asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing orang yaitu Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado dan dengan uang muka sejumlah Rp300 juta.

    "Terdakwa kemudian menyampaikan hal tersebut kepada Aziz Syamsuddin dan Aziz Syamsuddin menyetujuinya," ujar Jaksa. 

    Robin didakwa dalam pengurusan beberapa perkara diantaranya adalah 1. Perkara yang melibatkan Walikota Tanjung Balai periode 2016 - 2021, 2. Perkara yang melibatkan Aziz Syamsuddin dan Aliza Gunado, 3. Perkara yang melibatkan Ajay Muhammad Priatna, 4. Perkara yang melibatkan Usman Effendi, dan 5. Perkara yang melibatkan Rita Widyasari.

    Sementara itu Robin Pattuju menyampaikan permohonan maaf di hadapan majelis hakim atas surat dakwaannya tersebut. 

    "Pertama, saya memohon maaf atas perbuatan yang saya lakukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepada institusi saya Polri. Saya sangat menyesal dan menyadari sudah khilaf menipu dan membohongi banyak pihak dalam perkara ini," kata Robin dalam persidangan. 

    Setelah meminta maaf, Robin menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atas surat dakwaan tersebut. 

    "Kami tidak mengajukan eksepsi, selanjutnya kami serahkan kepada tim pengacara kami," ujarnya. 

    Tim Anggota Penasihat Hukum Stephanus Robin Pattuju, Tito Hananta menyampaikan terkait tidak mengajukan eksepsi. 

    "Ketika tadi dakwaan sudah dibacakan oleh Jaksa penuntut umum KPK, Klien kami Robin Pattuju mempunyai kesempatan untuk mengajukan eksepsi. Dari awal kami meminta pak Robin sebagai penasihat hukum untuk mengajukan bukan hanya eksepsi, kami mengusulkan Kepada pak Robin mengajukan praperadilan kepada KPK," kata Tito kepada wartawan yang diikuti oleh indometro.id, usai sidang diluar persidangan. 

    Hal itu menurut Tito, karena ada kejanggalan-kejanggalan didalam kasus ini. Pihaknya juga mengusulkan adanya eksepsi karena ada kejanggalan juga didalam surat dakwaan tetapi karena Robin Pattuju menghormati almamaternya atau mantan almamaternya sekarang ini, KPK.

    "Beliau merasa menyesal atas perbuatan-perbuatannya sehingga pak Robin menyampaikan tim PH tidak usah ajukan eksepsi," tuturnya. 

    Meskipun, Tim PH memiliki keyakinan ada hal-hal yang perlu dikritisi mengenai penyidikan dan tuntutan KPK, namun pihaknya menghormati apa yang disampaikan oleh Robin. 

    Menurutnya, Robin juga sudah menyampaikan menyesal telah khilaf melakukan penipuan kepada para pihak yang disebutkan didalam surat dakwaan. Seperti kepada mereka, Syahrial, Aziz Syamsuddin, Aliza Gunado, Ajay, Usman Effendi, Rita Widyasari.

    "Jadi dalam kasus ini kami meyakini dimana terdakwa sendiri sudah menyampaikan, beliau khilaf, menyesal melakukan penipuan. Kami juga menghormati KPK. Mari kita uji nanti didalam persidangan bukti buktinya. Kita akan uji satu persatu, apakah ini penipuan seperti yang didalilkan atau masalah penyuapan seperti apa yang Jaksa KPK dalilkan," tukasnya. 

    Atas perbuatan Robin Pattuju itu, Jaksa mendakwa dengan dua dakwaan. Pada dakwaan pertama, terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. 
     
    Kemudian dakwaan kedua, terdakwa diancam pidana dalam Pasal 11 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP. 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini