Pemerintah dan DPR Sepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN Tahun 2022 (dok : BPMI Setpres)
Jakarta, Indometro.id -
Pemerintah dan Komisi XI DPR RI menyepakati Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2022 (RAPBN 2022).
Besaran pertumbuhan ekonomi yang disepakati sebesar 5,2-5,5 persen (year on
year), tingkat inflasi tiga persen, nilai tukar rupiah Rp14.350/Dolar Amerika
Serikat, dan tingkat suku Bunga Surat Utang Negara (SUN) 10 Tahun 6,8 persen.
Sebelum mencapai kesepakatan tersebut, pada Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR
RI, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam paparannya
mengestimasi pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,0-5,5 persen.
Hal ini disebabkan
pandemi COVID-19 yang masih mempengaruhi perekonomian Indonesia. “Ini adalah
salah satu forecast yang mungkin paling sulit dalam ketidakpastian begitu
banyak. Pandeminya tidak bisa 100 persen kita bisa prediksi,” ungkap Menkeu di
Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Senin (30/08/2021).
Sri Mulyani menyampaikan,
Indonesia perlu mewaspadai faktor tapering, supply disruption, dan administered
price dalam menjaga inflasi. Meski rata-rata inflasi tahun 2021 masih di bawah
1,5 persen, namun tahun depan harus tetap mempertimbangkan secara hati-hati
faktor yang bisa mempengaruhi.
“Pemerintah akan terus melakukan berbagai
reformasi untuk bisa memperbaiki dari sisi komunikasi, sisi distribusi, sisi
suplai pasokan, dan juga untuk melihat pola dari seasonality atau musiman yang
biasanya juga mempengaruhi inflasi,” jelasnya.
Sedangkan dalam memberikan
proyeksi untuk nilai tukar dan tingkat suku bunga SUN 10 Tahun, Menkeu
mengatakan faktor yang menentukan yaitu gerakan suku bunga internasional maupun
denominasi dolar yang sangat bergantung dari pemulihan ekonomi di Amerika
Serikat.
“Dari sisi dua faktor ini, terutama Amerika Serikat kita perlu
mengantisipasi pergerakan terhadap rupiah kita, walaupun rupiah Indonesia dalam
hal ini dari sisi depresiasi yield to date-nya relatif di 2,3 persen
dibandingkan dengan negara lain emerging country yang mengalami koreksi lebih
dalam, ini Indonesia relatif cukup baik,” pungkasnya.
(HUMAS KEMENKEU)