-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Kejagung RI Jawab Polemik Jaksa Pinangki Masih Terima Gaji dan Uang Makan

    Jumat, 06 Agustus 2021, Agustus 06, 2021 WIB Last Updated 2021-08-06T08:09:13Z

    Ads:


    Kejagung RI Jawab Polemik Jaksa Pinangki Masih Terima Gaji dan Uang Makan


    Jakarta - Indometro.id -
    Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) menjawab pertanyaan publik yang menjadi polemik mengenai Mantan Jaksa Penangki Sirna Malasari yang ditengarai belum diberhentikan dan masih menerima gaji serta uang makan dari Kejagung RI padahal sudah divonis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta 4 tahun. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Leonard Eben Ezer Simanjuntak pada hari jumat, Kamis, 5 Agustus 2021 kemarin menyampaikan bahwa kedudukan Pinangki putusannya telah berkekuatan hukum tetap. 

    "Berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 38 / Pid.Sus / 2020 / PN.Jkt.Pst. tanggal 08 Februari 2021 jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor : 10 / Pid.Sus / 2021 / PT.DKI tanggal 14 Juni 2021 atas nama Terdakwa Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH. MH., putusannya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht)," kata Kapuspenkum Kejagung RI, Leo sapaan akrabnya dari keterangan pers yang diterima Indometro, Jum'at (6/8/2021). 

    Menurut Leo, dengan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap, maka saat ini proses pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) terhadap Pinangki Sirna Malasari dalam tahap proses, dan dalam waktu dekat akan dikeluarkan Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS kepada yang bersangkutan. 

    "Terkait pemberitaan yang beredar bahwa terdakwa Pinangki Sirna Malasari masih menerima gaji, bersama ini kami luruskan materi pemberitaan “tidak benar”," tegasnya. 

    Leo menjelaskan bahwa gaji Pinangki Sirna Malasari sudah tidak diterima atau diberhentikan sejak September 2020, sedangkan tunjangan kinerja dan uang makan juga sudah tidak diterima lagi oleh yang bersangkutan atau diberhentikan sejak Agustus 2020.

    "Perlu kami sampaikan bahwa berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 164 Tahun 2020 tanggal 12 Agustus 2020, Dr. Pinangki Sirna Malasari, SH. MH, telah diberhentikan sementara dari jabatan PNS, dan secara otomatis yang bersangkutan tidak lagi sebagai Jaksa," jelasnya. 

    Leo berharap, atas informasi yang disampaikannya ini dapat meredakan berbagai isu yang berkembang di masyarakat. 

    "Demikian pernyataan ini sekaligus hak jawab, dan kami berharap tidak lagi menjadi polemik di tengah masyarakat," tandasnya. 

    Diberitakan sebelumnya bahwa Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding yang diajukan terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kasus suap gratifikasi buronan Djoko Tjandra. Putusan tersebut memberi pengurangan hukuman penjara terhadap Pinangki.

    Jaksa Pinangki dijatuhi pengurangan hukuman menjadi 4 tahun penjara. Hal itu tertuang di dalam Putusan nomor 10/PID.SUS-TPK/2021/PT DKI yang diputuskan pada Selasa (8/6/2021).

    "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp 600 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," isi Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta dalam laman website Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Senin (14/6/2021).

    Majelis hakim PT DKI tingkat banding sebelumnya telah mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal berikut dalam menjatuhkan vonis tersebut.

    Pertama, Jaksa Pinangki telah mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesinya sebagai Jaksa. Dan diharapkan Jaksa Pinangki akan berperilaku sebagai warga masyarakat yang baik.

    Kedua, Jaksa Pinangki memiliki balita berumur 4 tahun. Sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.

    Ketiga, Jaksa Pinangki sebagai perempuan harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.

    Keempat, perbuatan Pinangki tidak lepas dari peran pihak lain yang juga patut bertanggung jawab. Sehingga, pengurangan kesalahannya cukup berpengaruh dalam putusan ini.

    Kelima, tuntutan Jaksa selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

    Sebelumnya, dalam putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tingkat 1, majelis hakim memberikan putusan vonis hukuman pidana 10 tahun penjara terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim dalam perkara pengurusan Fatwa Mahkamah Agung (MA) dan denda Rp600 juta. Vonis tersebut lebih berat dari tuntun Jaksa 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta. 

    "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp600 juta rupiah," kata Hakim Ketua Ig Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021). 

    Kemudian, bila terdakwa Pinangki tidak mampu membayar denda tersebut, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. 

    Pinangki dinilai telah melakukan tindak pidana yang tertuang dalam Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Setelah memeriksa 31 saksi dan tiga ahli dalam persidangan, majelis hakim menyimpulkan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) itu telah terbukti secara sah dan meyakinkan menerima uang US$500 ribu dari terpidana korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Tjandra.

    Uang tersebut merupakan downpayment dari US$1 juta yang dijanjikan Joko Tjandra untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung agar pidana dua tahun penjara Joko Tjandra berdasarkan putusan PK No 12 Tanggal 11 Juni 2009 tidak bisa dieksekusi.

    Sebanyak US$400 ribu rencananya diperuntukkan untuk Pinangki dan Andi Irfan sebagai biaya konsultan dan biaya opersaional pengurusan fatwa MA. Sementara sisanya, US$100 ribu, ditujukan untuk Anita Kolopaking sebagai legal fee.

    Namun, Mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan Dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejagung itu hanya menyerahkan US$50 ribu ke Anita. Kepada Anita pula, ia mengaku hanya menerima US$150 ribu dari Joko Tjandra.

     "Terdakwa telah menguasai uang down payment atau DP yang diberikan oleh saksi Joko Soegiarto Tjandra sebesar US$450 ribu," ujar hakim Eko. 

    Pinangki dengan uang US$450 ribu itu, dinyatakan telah terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.

    "Menyatakan terdakwa Pinangki Sirna Kumalasari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu subsider dan pencucian uang sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kedua dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam dakwaan ke-3 subsider," papar hakim Eko. 

    Pinangki juga terbukti telah melakukan permufakatan jahat bersama Andi Irfan dan Joko Tjandra untuk memberi hadiah atau janji berupa US$10 juta kepada pejabat di Kejagung dan MA. Adapun permufakatan jahat itu bertujuan agar Joko Tjandra diberikan fatwa MA dan terbebas dari hukumannya dalam kasus cessie Bank Bali. 

    "Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Memerintahkan terdakwa tetap ditahan," pungkasnya. (Muhammad Shiddiq) 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini