Mengenang 15 Tahun Gempa Jogja 27 Mei 2006 |
indometro.id -- Genting-genting meliuk-liuk bersuara aneh. Tembok bangunan yang kokoh berdiri runtuh sekejap. Suara “kiamat-kiamat” terdengar, suasana panik. Inginku berdiri berlari tapi jatuh, merangkak menjauh keluar dari rumah. Tanah bergoyang tak beraturan. Mentari tertutupi debu pekat hingga tak pancar rona sinar pagi. Pikirku Tuhan telah murka.
Satu jam berlalu, tiba-tiba ada kabar burung datangnya bah tsunami dari laut selatan. Entah benar atau tidak. Kami berlarian menuju daratan yang lebih tinggi. Beberapa ada menganggap pergi ke Kraton Yogyakarta akan aman. “mataharinya terbit di barat apa timur?” saut seorang kakek yang juga ikut mengungsi karena isu tsunami. Hati kami pun kembali lega bahwa kabar adanya tsunami hanyalah isu semata.
Kejadian ini sedikit yang bisa menggambarkan tentang gempa tektonik yang melanda Yogyakarta sepuluh tahun silam. Saat itu pukul 05.55 WIB gempa mengguncang dengan kekuatan 5,9 skala richter. Tak lebih dari satu menit gempa meluluhlantahkan rumah, gedung perkantoran, sekolah, perguruan tinggi dan bangunan lainnya.
Tak hanya di Yogyakarta, gempa dapat dirasakan sampai di Klaten, Solo, Semarang, Purworejo dan Banyumas. Getarannya dapat dirasakan juga di beberapa provinsi Jawa Timur seperti di Ngawi, Madiun, Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya. Korban-korban pun berjatuhan. Tercatat 6.234 korban meninggal dunia dan ratusan ataupun ribuan korban luka tak terhitung. Sampai sekarang kejadian maut di tanggal 27 Mei 2006 itu masih kami ingat dalam memori kepala.
( Heri Purnomo)