-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Perbandingan Kasus LNG Tangguh Papua dan Blok Masela

    Jurnal Investigasi
    Jumat, 12 Maret 2021, Maret 12, 2021 WIB Last Updated 2021-03-12T13:58:02Z

    Ads:



    Saumlaki, indometro.id - Membandingkan kasus SDA LNG Tangguh di Papua dengan kasus Blok Masela rasanya kesimpulannya bisa bias. SDA di Papua, umumnya berada di wilayah darat. Pada kasus seperti hitung-hitungannya berbeda dengan kasus Blok Masela. SDA di darat, sesuai regulasi, Papua serta merta menjadi "daerah penghasil"

    Sebagai daerah penghasil, lagi-lagi sesuai regulasi, memiliki hak-hak yang cukup tegas. Tetapi dalam kasus Blok Masela, tentu berbeda. Lokasi Blok, sesuai regulasi, berada pada wilayah ZEE (Zone Economy Exclusive). Sebagai demikian sesuai yurisdiksi kewenangan atas wilayah perairan, sepenuhnya menjadi hak Pemerintah.

    Jadi, sesungguhnya  kita "tidak memiliki hak" apa pun atas sumberdaya yang satu ini. Tetapi kalau kemudian sejak era SBY, kepada Maluku dijanjikan akses terhadap manfaat publik atas sumberdaya tersebut, ini yang lazim disebut sebagai political will Pemerintah. Ini tentu karena dua pendasaran berikut :

    1). Secara objektif, Provinsi Maluku merupakan wilayah terdekat dengan lokasi blok tersebut. Dari mana kita tahu kedekatan tersebut?. Titik nol ditarik dari ujung Pulau Selaru ke lokasi blok berjarak 41 mil. Sedangan titik nol dari Pulau Marsela ke lokasi  berjarak 67 mil.

    2). Sejak penyelidikan umum hingga penetapan logistic base proyek ini seluruhnya dikendalikan dari Saumlaki dan difasilitasi Pemda serta dukungan rakyat KKT

    Lebih jauh, sejak penyelidikan umum hingga kelak eksploitasi dan produksi, ekosistem laut KKT "terdampak primer" dan MBD "terdampak sekunder". Jadi, sesungguhnya akses Maluku terhadap Blok ini bermula dari sini. 

    Akses tersebut makin menemukan signifikansi ketika Presiden Jokowi mengubah kebijakan semula yang menghendaki produksi melalui floating LNG di laut ke produksi di darat.

    Sebagai demikian selain PI (participating interest) -- yang ramai diperebutkan -- Maluku kelak mendapat begitu banyak manfaat proyek ini.

    Mengenai soal PI. Agak sulit menemukan formula pembagian PI antara provinsi, kabupaten terdampak primer, sekunder dan yang lainnya. Dengan demikian hanya jalan musyawarah yang dapat menyelesaikan masalah ini. yang sangat penting adalah kebijakan produksi di darat memang akan menyumbang banyak sekali manfaat termasuk hak atas "bagi hasil".

    Dari segi ini KKT pasti mendapat porsi yang lebih signifikan termasuk terhadap provinsi sekali pun. Soalnya tentu akan ada pada strategi dan road map tentang kesiapan KKT.  

    Sebagaimana dikemukakan di atas awalnya, sebagai daerah terdampak primer, hanya masalahnya pada ekosistem perairan. Tetapi persis perubahan kebijakan dari laut ke darat, dalam prediksi progres dan regres pasti berkelindan. Kasus Lermatang, sudah mengindikasikan progres semu pada awalnya dan dalam jangka menengah hingga jangka panjang, regreslah yang akan dituai

    Seberapa KKT mengantisipasi ini, hingga saat ini belum terlihat tanda-tanda ke arah itu.
    Jadi, ngapain ribut soal PI ? Yang harus dilakukaan saat ini ada dua :

    1). Pemprov dan pemkab mulai meminta perubahan regulasi sedemikian rupa sehingga kelak Maluku ditetapkan sebagai daerah penghasil.

    2). Desain road map untuk mempersiapkan daerah dan masyarakat menyambut eksploitasi dan produksi yang rasanya sudah di depan mata.

    Jika nasihat ini diabaikan, bukan tidak mungkin terjadi "kutukan sumberdaya" yang terbukti di bagian-bagian tertentu planet ini.

    IM-51/NFB

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini