cerpen .indometro.id - Hari hujan tak datang, kemungkinan Ngatitah membawa uang yang banyak tak perlulah Ngatinah seperti Karin diguyur hujan seharian.
Mangkok merahnya yang kumuh tak menghasilkan uang jika hujan datang tak mungkin Ngatinah mengintari seluruh jalan kota dengan basah kuyup akan menam bah belas kasihan dari orang lain yang melihat nya.
Aku lebih senang panas ketimabang hujan seperti kemarin , kalau hujan aku habiskan waktu dibawah pohon beringin beringin itu kenal pohon tua itu tak lagi bisu
Perlahan lahan terlalu banyak celah dan akhirnya aku basah kuyup juga.
Aku rasa dia tau bahwa aku seorang penipu kata Ngatinah kepada sudar tukang becak yang setiap pagi mengantarnya.
"Wah, wah !" Kata sudar sambil menggeleng kan kepala nya.
Ngatinah sudah bertahun tahun menjadi langganan becak sudar, menurut Ngatinah sudar orang satu satunya yang dapat dipercaya sempat sudar dihakimi masa karena Ngatinah putus asa tidak mendapatkan uang dari belas kasih orang sambil jongkok dan mengandah setra terucap "Bu sedekah nya Bu" merasa kesal tak seorang pun mengurusnya, tangan ngatinah pun mulai mengerogoh ke saku celana orang.
Tertangkap lah tangan ngatinah yang ketiput itu yang mengerogoh saku celana pengunjung pasar.
Ngatinah pun menjadi sorotan perhatian sampai hampir dihakimi masa suder langsung menyeret tangan ngatinah untuk cepat pergi dan berucap," ini mamak saya!" Keadaan sedikit lebih tenang walau wajah. Suder menjadi hantaman.
Semenjak kejadian itu, Ngatinah tak pernah lagi meminta sedekah di pasar ngatinah lebih sering meminta dari rumah ke rumah.
Walau Ngatinah Merasa Lebih lelah karena harus memanggil sekencang mungkin agar pemilik ruamah mendengar dan membukakan pintu dan mengeluarkan biaya dari sakunya.
Sudah dua bulan ini Ngatinah menjadi peminta-minta di perumahan perumahan di pinggir kota.
Penulis: Indah Rahayu