-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Rocky Gerung : MK Sebatas Badan Otaknya Di Istana, Kakinya Dirante Di Senayan, Tangannya yang Bebas Transaksi

    redaksi
    Sabtu, 06 Juni 2020, Juni 06, 2020 WIB Last Updated 2020-06-06T09:06:26Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    foto : rocky gerung

    indometro.id - Filsuf yang juga merupakan Pengamat Politik, Rocky Gerung mengatakan bahwa logika berpikir Mahkamah Konstitusi mengalami kekacauan dalam memutuskan jalannya Demokrasi di Indonesia.

    Mahkamah Konstitusi (MK) yang notabenenya menjadi lembaga penegak demokrasi seperti terbelenggu oleh kepentingan beberapa kelompok. Merujuk sejumlah keputusan yang dihasilkan ketika Judicial Review (JR) atau uji materi sejumlah UU.

    Akademisi dari Universitas Indonesia ini mengatakan, UU Pemilu 7/2017 yang digugat oleh beberapa elemen masyarakat, termasuk dirinya pada 2018 lalu mengindikasikan MK seperti dikooptasi oleh kekuatan besar. Sehingga, setiap keputusan yang dihasilkan bersifat politis. Terutama soal Presidential Threshold (PT) dalam UU Pemilu.

    Menurut Rocky, selama ini masyarakat kerap bertengkar mana yang menjadi problem, apakah kekacauan sistem parlementarian yang diimpikan ke dalam sistem presidensial atau sebaliknya. Namun, menurut Rocky permasalahan tidak ada di sistem tersebut, melainkan ada di cara berpikir Mahkamah Konstitusi .

    “Bagi saya problem nya tidak di dalam sistem presidensial atau parlementarian yang sudah jelas diuji dalam sejarah bernegara, yang kacau itu adalah sistem MK sendiri yang kacau,” kata Rocky dalam seminar daring, bertema ‘Ambang Batas Pilpres dan Ancaman Demokrasi’ yang digelar jumat sore, 5 juni 2020.

    Rocky menambahkan, dalam putusan yang dibuat MK seringkali di intervensi oleh istana dan juga parlemen. Ini yang membuat fungsi MK dalam berdemokrasi tidak berjalan baik.

    “Jadi bisa di bayangkan, misalnya MK itu kantornya di Medan Merdeka Barat, Cuma ada badannya aja, badan doang itu. Otaknya diatur secara remote 500 meter dari Merdeka Barat yaitu di Merdeka Utara, itu di Istana, sedangkan kakinya di rantai di Senayan di DPR,” Ungkap Rocky

    Menurut Rocky, MK tak bisa independent selama segala keputusan masih di intervensi oleh sejumlah pihak “Sialnya MK mesti deal dengan orang yang mengangkat dia di Senayan, yang kakinya diikat di situ. Dan dia juga mesti deal dengan orang yang merestuinya di istana karena otaknya di sana, di remote, di kontrol dari sana,” ungkapnya.

    MK dinilai gagal membantu kelancaran proses politik demokrasi.

    “Jadi ini problemnya ada di MK, tugas dari MK adalah membantu pencernaan politik demokrasi di Indonesia, membantu pencernaan. MK menjadi enzim supaya demokrasi bekerja. Tetapi dia sendiri mengalami konstipasi yaitu pencernaan terganggu tidak bisa mencerna karena enzimnya kurang. Maka bisa di sebut sebagai mahkamah konstipasi,” ujarnya

    Menurut akademisi itu, ambang batas di dalam sistem parlementer tidak di perlukan sama sekali. Sebab, adanya ambang batas presidential threshold yang mencapai 20 persen justru membatasi partisipasi masyarakat dalam berdemokrasi.

    “Gak boleh ada threshold dalam sistem presidensial. Ikut kami mengujikan UU Pemilu soal threshold. Ini adalah gerakan yang mengharuskan karena ada masalah demokrasi yang terjadi sekarang ini,’’, tuturnya.

    “Kalau Mahkamah Konstitusi bisa menyingkirkan atau melepaskan cengkraman istana pada otaknya serta cengkraman senayan pada kakinya maka tangannya itu tidak akan lagi terima suap,”ujarnya.

    Menurutnya ada niat untuk menuduh pancasila bukan ideologi. Mereka juga pemburu rente karena memiliki orientasi mencari keuntungan finansial.

    “Ada bandar di balik gerakan mereka, mulai dari bandar menengah sampai bandar papan atas. Bandar menengah misalnya oknum pengusaha pom bensin dan perkebunan, dan bundar papan atas yang tak perlu saya sebutkan disini,” sebutnya. (Silvyana)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini