Perintah Pembakaran Mushaf Al-Qur'an

Daftar Isi
Perintah Pembakaran Mushaf Al-Qur'an
Nasaruddin Umar
INDOMETRO.ID - SALAH satu peristiwa yang paling kontroversi jika diu­kur dalam ukuran umat Is­lam sekarang ialah pemba­karan secara legal sejumlah mushaf di zaman pemerin­tah khalifah Utsman ibn 'Af­fan. Seperti diketahui bah­wa banyak sekali sahabat ikut mencatat ayat-ayat Al-Qur'an yang dis­ampaikan oleh Nabi, namun itu hanya sebagai koleksi pribadi. Antara satu mushaf dengan mushaf lain tidak sama. Ada yang mencampur baurkan antara ayat dan penjelasan Nabi ten­tang ayat itu tetapi penulisnya memiliki kode tersendiri untuk membedakan antara ayat dan penjelasan Nabi. Ada juga yang tetap mencan­tumkan ayat-ayat yang sudah dihapus (man­sukh) tanpa kode tertentu. Belum lagi dengan semakin maraknya jenis-jenis bacaan (qiraah) seiring dengan semakin berkembangnya umat Islam sampai ke luar jazira Arab saat itu. Atas dasar perkembangan itu maka Khalifah Ut­sman ibn 'Affan membentuk tim unifikasi dan kodifikasi Al-Qur'an yang anggota-anggotanya para sahabat senior dan sahabat yunior, tentu saja yang memiliki hafalan yang bagus.

Di antara tokoh-tokoh terkenal yang bertu­gas dalam tim tersebut ialah Zaid bin Tsabit, yang memang lebih dikenal sebagai sekre­taris pribadi Nabi, ditambah dengan sahabat lain seperti Abdullah bin Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdurrahman bin Harist bin Hisyam. Selain mereka dikenal sebagai orang yang aktif menulis wahyu juga dikenal peng­hafal Al-Qur'an (al-hafidh) yang handal dan sudah pernah terlibat dalam kodifikasi dan unifikasi terbatas Al-Qur'an di zaman Abu Ba­kar yang menghasilkan Mushaf Al-Bakariyah (nisbat kepada Abu Bakar). Mushaf ini dis­impan di rumah Hafsah, salahseorang isteri Nabi. 

Mushaf Al-Baqariyah yang selesai disusun dalam tahun ke-12 H tersebut dipinjam oleh tim untuk dijadikan salahsatu rujukan pent­ing di samping menghadirkan saksi dan mem­bandingkan sejumlah mushaf koleksi pribadi para sahabat. Setelah pekerjaan anggota tim sudah merampungkan tugasnya pada tahun ke-25 H maka terwujudlah sebuah mushaf yang disepakati para sahabat. Mushaf inilah kemudian disebut Mushaf Utsmani. Zaid bin Tsabit diminta untuk menulis ulang atau meng­gandakan mushaf final ini dan mushaf asli dari Hafsah dikembalikan dan yang baru dis­elesaikan digandakan sebanyak tujuh eksem­plar lalu dikirim ke sejumlah wilayah sebagai mushaf standar. 

BACA JUGA:

Hanura Winarno Tohir: Impor Bikin Petani Marah


Setelah segalanya selesai, timbul masalah baru. Diapakan mushaf-mushaf prib­adi yang dikumpulkan oleh tim? Jika dibuang di tempat sampah tentu bermasalah karena manuskrip suci itu bukan sampah. Jika dikem­balikan kepada pemiliknya dikhawatirkan akan menimbulkan kontroversi di kemudian hari kar­ena antara satu mushaf dengan mushaf lain berbeda. Akhirnya diputuskan oleh tim atas persetujuan Khalifah Utsman selain mushaf Al-Baqariyah dan mushaf Utsmani dibakar. Sumber pembakaran sejumlah mushaf Al- Qur'an dapat dilihat di dalam kitab Mabahits Fi 'Ulum al-Qur'an, karya Manna' al-Qaththan, h. 139, dan kitab-kitab 'Ulum Al-Qur'an lainnya. 

Pembakaran mushaf Al-Qur'an saat itu disaksikan oleh banyak orang dan tak se­orang pun yang keberatan atas pembakaran itu. Bahkan dikutip dalam kitab Al-Mashahif, khususnya dalam bab Ittifaaq al-Nas Ma'a Ut­sman 'ala Jam' al-Mushaf, hal. 177, Sayyidi­na Ali mengatakan: "Sekiranya Utsman tidak melakukan yang demikian itu, maka akulah yang akan melakukannya". Kebijakan pemba­karan sejumlah mushaf Al-Qur’an pada masa Utsman dianggap ide cerdas oleh sejumlah ulama belakangan. Jika tidak ditempuh cara itu maka bisa dibayangkan tentu akan men­imbulkan konroversi bahkan mungkin muncul fitnah besar di dalam perkembangan umat Is­lam. Mushaf Al-Qur'an yang sudah usang dan kusut hingga sulit dibaca difatwakan banyak ulama untuk dibakar, jangan dibuang di tem­pat sampah bersama dengan sampah kotor lainnya. (rmol)

Posting Komentar



#
banner image