
indometro.id - Ada satu raja legendaris dari Jawa yang katanya bisa ngintip masa depan. Namanya Jayabaya. Dia bukan tipe raja yang sibuk perang atau gila kekuasaan, tapi justru dikenal sakti dan deket banget sama dunia spiritual. Yang bikin merinding, ramalan-ramalannya banyak yang kejadian, dari kedatangan orang kulit putih bawa “tongkat pembunuh” (senapan), sampe kemajuan zaman kayak mobil, pesawat, dan cuaca yang makin tak jelas.
Tapi tidak cuma soal ramalan. Dia juga pemimpin hebat yang bikin Kerajaan Kediri berjaya. Hidupnya penuh tirakat, semedi, dan dipercaya bisa moksa alias lenyap tanpa jejak. Tidak heran, nama Jayabaya sampai sekarang masih sering banget dibahas. Penasaran nggak, gimana perjalanan hidupnya? Yuk, kita gali lebih dalam kisah sang raja yang dipercaya bisa ngintip masa depan ini.
Prabu Jayabaya adalah Raja Kediri yang begitu melegenda, bukan hanya karena keberhasilannya memimpin kerajaan, tetapi juga karena kesaktiannya dan ramalan-ramalan yang hingga kini masih diyakini banyak orang. Ia memerintah sekitar tahun 1135 hingga 1157 Masehi, dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana, adil, dan memiliki visi jauh ke depan.
Kesaktian Jayabaya dipercaya berasal dari laku spiritualnya. Ia gemar bertirakat, tapa brata, dan semedi di tempat-tempat sunyi. Konon, lewat olah batin inilah ia mendapatkan petunjuk dan kemampuan melihat masa depan. Jayabaya menghabiskan banyak waktu di hutan, mencari pencerahan demi membangun Kediri menjadi kerajaan yang kuat dan disegani. Usahanya membuahkan hasil, karena pada masa pemerintahannya, Kediri berada di puncak kejayaan dan menjadi kerajaan besar di Pulau Jawa.
Jayabaya juga dikenal sebagai pemersatu, salah satunya ketika ia berhasil mengalahkan Kerajaan Jenggala. Bukti kejayaan ini tertulis dalam beberapa prasasti seperti Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan Prasasti Jepun (1144). Dalam Prasasti Hantang, tertulis semboyan “Panjalu Jayati” yang berarti “Kediri Menang.” Kemenangan ini bahkan diabadikan dalam Kakawin Bharatayuddha tahun 1157, di mana kemenangan Jayabaya atas Jenggala digambarkan seperti kemenangan Pandawa atas Kurawa.
Selain pemimpin besar, Jayabaya juga dikenal sebagai leluhur raja-raja Jawa. Dari permaisurinya, Dewi Sara, lahirlah keturunan yang dipercaya menurunkan raja-raja Majapahit hingga Mataram. Anak-anaknya seperti Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti menjadi jalur darah penguasa-penguasa besar setelahnya.
Yang membuat nama Jayabaya abadi adalah ramalan-ramalannya yang tertuang dalam Jangka Jayabaya. Ramalan-ramalan ini ditulis dalam bentuk tembang dan kakawin yang diyakini memuat gambaran masa depan Pulau Jawa dan Nusantara. Banyak orang percaya bahwa ramalan Jayabaya akurat, karena beberapa di antaranya sudah terbukti terjadi.
Beberapa ramalan Jayabaya yang terkenal adalah:
•Kedatangan bangsa kulit putih yang membawa tongkat pembunuh (senapan) yang diyakini sebagai bangsa Belanda.
•Kedatangan bangsa kulit kuning dari utara, yang dianggap sebagai bangsa Jepang.
•Kemunculan kendaraan tanpa kuda dan perahu yang terbang di langit, yang ditafsirkan sebagai kereta api dan pesawat terbang.
•Datangnya zaman bencana dengan gempa yang sering terjadi, tanah yang pecah, dan cuaca yang tak menentu hujan turun di musim yang salah (“akeh udan salah mongso”), yang oleh banyak orang dianggap sebagai ramalan perubahan iklim.
•Munculnya zaman kegelapan, di mana orang licik berkuasa, orang baik tertindas, dan bumi penuh penderitaan. Namun, setelah masa itu, Jayabaya meramalkan akan lahirnya seorang Ratu Adil atau Satria Piningit yang akan membawa Nusantara menuju Zaman Keemasan.
Cerita lain yang cukup misterius dalam hidup Jayabaya adalah kisah terbunuhnya Pertapa Sukesi, yang merupakan besannya. Saat diundang ke kediaman Sukesi, Jayabaya disuguhkan tiga tampah (wadah bambu) yang ditutup kain putih. Saat kain penutup dibuka, isinya bukan makanan, melainkan rempah-rempah seperti kunyit dan jahe. Tanpa banyak bicara, Jayabaya langsung membunuh Sukesi dan asistennya.
Putranya yang menyaksikan peristiwa itu merasa ayahnya bertindak sewenang-wenang, sampai akhirnya mogok makan dan mengurung diri. Jayabaya lalu menjelaskan makna di balik tindakan tersebut. Menurutnya, tampah melambangkan dunia, rempah-rempah adalah lambang kejadian yang akan terjadi, dan kain putih adalah simbol penutup takdir. Menurut Jayabaya, kejadian yang ditakdirkan tetap harus terjadi, tidak boleh dicegah, dan membiarkan Sukesi hidup berarti berusaha menghalangi takdir. Jayabaya mengaku telah terlahir empat kali untuk memastikan takdir berjalan, dan ia akan terlahir tiga kali lagi untuk tugas yang sama.
Jayabaya moksa (menghilang secara spiritual) di Desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Hingga kini, tempat petilasannya dianggap keramat dan sering dikunjungi orang.
Nama Jayabaya tetap hidup dalam karya sastra Jawa, seperti Babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa. Ia disebut sebagai titisan Dewa Wisnu, dengan garis keturunan yang dihubungkan dengan para Pandawa. Jayabaya menjadi simbol raja yang sempurna: bijaksana, sakti, mampu mempersatukan, dan memiliki pandangan jauh ke masa depan.
Ramalan Jayabaya masih sering dibicarakan dan dianggap relevan dengan kondisi zaman sekarang. Ia memperingatkan bahwa Nusantara akan melalui masa-masa sulit yang dipenuhi kesewenang-wenangan dan bencana, tetapi setelah itu akan datang zaman keemasan di bawah kepemimpinan Satria Piningit, sang Ratu Adil. Sosok ini diyakini bukan orang biasa, melainkan seseorang yang peduli pada bangsanya, berilmu tinggi, dan rela berkorban untuk membangkitkan peradaban Nusantara.
Prabu Jayabaya meninggalkan warisan besar, bukan hanya kerajaan yang berjaya, tetapi juga pesan-pesan yang sampai saat ini masih menjadi pegangan dan harapan banyak orang tentang masa depan Nusantara. source: detik.com daerah.sindonews.com


Posting Komentar untuk "Ramalan Jayabaya"