Aceh Tenggar,indometro.id -
Dugaan ketertutupan informasi pengelolaan keuangan desa kembali mencuat di Kabupaten Aceh Tenggara. Kali ini, Desa Lawe Beringin, Kecamatan Ketambe, menjadi sorotan tajam setelah realisasi Dana Desa tahun anggaran 2024 dinilai tidak transparan dan menyisakan pertanyaan besar di tengah masyarakat.
Berdasarkan data resmi dari portal JAGA KPK, Desa Lawe Beringin telah menerima Dana Desa sebesar Rp 621.019.000 tahun ini. Dana itu disalurkan dalam dua tahap:
Tahap I (21 Maret 2024): Rp 328.367.600
Tahap II (1 Juli 2024): Rp 292.651.400
Tahap III: Belum dicairkan, namun dana secara keseluruhan sudah tercatat masuk ke rekening desa.
Namun, hingga pertengahan Juli 2024, data publik hanya mencatat realisasi sebesar Rp 315.467.600, atau sekitar 50,8 persen dari total anggaran. Artinya, terdapat selisih dana sebesar Rp 305.551.400 yang belum jelas ke mana perginya.
Dana ini disebut digunakan untuk 21 kegiatan seperti pelatihan masyarakat, pembangunan jalan usaha tani, rehabilitasi saluran air bersih, pembangunan rumah gizi, serta penyaluran BLT kepada 18 keluarga penerima manfaat (KPM). Namun publik tak menemukan rincian anggaran yang transparan.
LSM KPK-RI: Kepala Desa Jangan Kebal Hukum
Menanggapi hal ini, Saidul, perwakilan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSM Pemantau Pemburu Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI), angkat bicara. Ia menilai sikap Kepala Desa Lawe Beringin yang menolak dikonfirmasi menunjukkan adanya kejanggalan dalam tata kelola Dana Desa.
“Kami dari DPP LSM KPK-RI melihat ada potensi penyimpangan serius. Kepala desa jangan merasa kebal hukum. Bila tidak bisa menjelaskan ke mana larinya ratusan juta rupiah dana negara, itu bisa dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana korupsi,” tegas Saidul, Selasa (16/7/2025).
Menurutnya, penolakan kepala desa untuk dikonfirmasi merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Kami sudah mencoba komunikasi resmi. Tapi ditolak mentah-mentah. Ini mencurigakan dan tidak patut bagi pejabat publik. Bila memang bersih, seharusnya terbuka,” katanya lagi.
Potensi Sanksi Berat Menanti
Saidul menjelaskan bahwa kepala desa bisa dijerat sejumlah sanksi hukum, baik administratif maupun pidana, jika terbukti melanggar aturan dalam pengelolaan Dana Desa. Beberapa di antaranya:
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa mewajibkan kepala desa menyampaikan laporan anggaran secara terbuka kepada publik dan pemerintah.
Permendagri No. 20 Tahun 2018 mewajibkan pengelolaan keuangan desa dilakukan secara transparan dan akuntabel.
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 dan 3 menyebutkan bahwa setiap orang yang memperkaya diri dari keuangan negara bisa dikenai pidana penjara minimal 4 tahun.
Pasal 52 UU KIP menyebut pejabat publik yang menolak memberikan informasi bisa dikenai sanksi hukum.
“Jangan tunggu masyarakat marah baru aparat turun tangan. Kami desak Inspektorat, Camat Ketambe, hingga Tipikor Polres Aceh Tenggara segera turun memeriksa. Kami akan kawal hingga tuntas,” pungkas Saidul.
Publik Menunggu Kejelasan
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Lawe Beringin belum memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi. Upaya konfirmasi langsung oleh wartawan dan LSM juga tidak membuahkan hasil.
Sementara itu, masyarakat desa terus mempertanyakan ke mana sisa dana lebih dari Rp 305 juta tersebut digunakan. Apakah benar dipakai untuk kemaslahatan rakyat, atau justru mengalir ke kantong segelintir elite?
LSM KPK-RI menyatakan akan terus mengawasi dan siap menyeret kasus ini ke jalur hukum jika tak ada pertanggungjawaban terbuka dalam waktu dekat. Uang rakyat bukan milik pribadi. Transparansi adalah kewajiban.***


Posting Komentar untuk "Dana Desa Lawe Beringin Diduga Tak Transparan, Lebih dari Rp 305 Juta Tak Jelas"