-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Rusdiansyah Sebut Kubu AHY Hadirkan Saksi Ahli Mbalelo, Tak Paham Subtansi

    Jumat, 22 Oktober 2021, Oktober 22, 2021 WIB Last Updated 2021-10-22T07:04:07Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    Rusdiansyah Sebut Kubu AHY Hadirkan Saksi Ahli Mbalelo, Tak Paham Subtansi

    Jakarta, indometro.id - Tim Kuasa Hukum DPP Demokrat Pimpinan Jenderal TNI (Purn.) Moeldoko, Rusdiansyah menyebut kubu DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadirkan saksi ahli yang mbalelo, tidak memahami substansi gugatan dalam perkara permohonan Gugatan Surat Keputusan Kemenkumham di PTUN Jakarta. 

    Rusdiansyah mengatakan, kedua saksi ahli yaitu, Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Khamis yang dihadirkan kubu AHY disidang Gugatan PTUN Nomor 150.

    "Sepertinya tidak memahami objek gugatan klien kami atas Kemenkumham dan tidak membaca atau tidak mengerti isi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020. Keterangan yang mereka berikan tidak terkait dengan substansi gugatan. Mereka tampil seperti politisi, bukan layaknya sebagai akademi," kata Rusdiansyah melalui surat elektronik yang diterima oleh indometro.id, Jum'at (22/10/2021). 

    Dalam sidang itu, Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa dilihat dari sejarah Indonesia, partai yang selalu dirusak itu adalah partai yang oposisi dari pemerintah yang sedang berkuasa. 

    Menurut Rusdiansyah, pernyataan Zainal ini tidak ada hubungannya dengan substansi gugatan dan tak ada bukti akademisnya. Zainal secara sadar ingin menuduh bahwa pemerintah telah melakukan upaya merusak partai-partai oposisi. Itu adalah tuduhan yang mengada-ada dan padangan yang keliru. 

    "Faktanya, pemerintah dalam hal ini Kemenkumham tidak serta merta menyetujui permohonan kubu KLB Deli Serdang, sehingga kami lakukan upaya hukum ke PTUN," ujarnya. 

    Rudiansyah juga menilai Zainal berpandangan bahwa harusnya mekanisme demokrasi tidak dipaksakan untuk diselesaikan di pengadilan. Terkait pandangan ini, sepertinya Zainal tidak memahami isi 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945. 

    Isi 10 pilar demokrasi itu adalah :
    1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, 
    2. Demokrasi dengan kecerdasan, 
    3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, 
    4. Demokrasi dengan rule of law, 
    5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara, 
    6. Demokrasi dengan hak asasi manusia,
    7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka, 
    8. Demokrasi dengan otonomi daerah, 
    9. Demokrasi dengan kemakmuran 
    10. Demokrasi yang berkeadilan sosial. 

    "Upaya hukum ke pengadilan yang dilakukan oleh klien kami merupakan tindakan yang sejalan dengan pilar demokrasi konstitusional Indonesia," tuturnya. 

    Menurut Rusdiansyah, andai saja Zainal Arifin Muchtar dan Margarito Khamis membaca isi AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, maka sebagai akademisi, mereka akan malu menjadi saksi ahli kubu AHY. 

    Ia menilai kedua akademisi ini dalam kesehariannya mengaku pejuang demokrasi, namun faktanya sekarang, mereka membela oligarki kekuasaan yang tirani dan nepotism yang tertuang didalam AD ART Partai Demokrat tahun 2020. Karena itu, demokrasi seperti apa  sesungguhnya yang sedang diperjuangkan Zainal dan Margarito? 

    Zainal juga menyebut bahwa sengketa ini cukup diselesaikan di internal partai, tidak di pengadilan. Sekali lagi, Zainal tidak memahami objek gugatan. Objek gugatan kubu KLB Deli Serdang adalah Surat Keputusan Kemenkumham, bukan surat keputusan Partai. 

    "Menurut UU PTUN, ranah gugatan untuk keputusan kemenkumham adalah di PTUN, bukan di internal partai," cetus Rusdiansyah. 

    Tim Kuasa Hukum Kubu DPP Demokrat Pimpinan Moeldoko itu menengarai cara berpikir saksi ahli Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Kamis ini seperti Mbalelo tidak seperti akademisi, tapi layaknya politisi. Zainal sedang menggiring opini yang keliru dan mengajarkan warga negara untuk tidak taat serta tidak menghormati hukum. 

    "Pemikiran semacam ini sangat berbahaya dalam negara demokrasi," pungkas Rusdiansyah.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini