Empat Pegawai LPEI Diperiksa Kejagung Sebagai Saksi Perkara Dugaan Korupsi di LPEI
Jakarta, Indometro.id -
Empat Pegawai Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) diperiksa oleh Kejaksaan Agung RI (Kejagung) sebagai saksi terkait dugaan korupsi dalam penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak hari ini, Kamis, 19 Agustus 2021.
Menurutnya, Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung melakukan pemeriksaan terhadap empat orang.
"Yang terkait dengan Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional Oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," kata Leo dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (19/8/2021).
Leo menerangkan bahwa keempat saksi yang diperiksa itu antara lain, 1. MMN selaku Tim Audit Investigasi Tahun 2015 s/d 2017 LPEI, diperiksa terkait melakukan audit ke debitur PT Kemilau Kemas Timur,
2. A selaku Tim Audit Investigasi Periode Tahun 2015 s/d 2017 LPEI, diperiksa terkait melakukan audit ke debitur PT Kemilau Kemas Timur, IR selaku Ketua Tim Audit Investigasi Periode Tahun 2015 s/d 2017 LPEI, diperiksa terkait melakukan audit ke debitur PT Kemilau Kemas Timur.
"(Dan) 4. AB selaku Kepala Divisi UKM pada LPEI tahun 2018, diperiksa terkait pemberian fasilitas kredit PT. Borneo Walet Indonesia dan PT. Jasa Mulya Indonesia," terangnya.
Leo menuturkan, pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
"Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi dalam Penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional Oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," tuturnya.
Dalam kegiatan tersebut, Kejagung tetap menerapkan kebijakan kesehatan pemerintah untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19.
"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," tukasnya.
Kontruksi Perkara
Adapun perkara dugaan korupsi di LPEI mulai diselidiki Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Nomor: Print-13/F.2/Fd.2/06/2021 tanggal 24 Juni 2021.
Selanjutnya, LPEI diduga telah memberikan fasilitas pembiayaan kepada Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utama, Group Arkha, PT Cipta Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera dan PT Kemilau Harapan Prima serta PT Kemilau Kemas Timur.
Dan pembiayaan kepada para Debitur tersebut sesuai dengan laporan sistem informasi manajemen resiko dalam posisi colektibility 5 (macet) per tanggal 31 Desember 2019.
Kemudian, LPEI didalam penyelenggaraan Pembiayaan Ekspor Nasional kepada para debitur (perusahaan penerima pembiayaan), diduga dilakukan tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik sehingga berdampak pada meningkatnya kredit macet/non performing loan (NPL) pada tahun 2019 sebesar 23,39 persen.
Dimana berdasarkan laporan keuangan per 31 Desember 2019, LPEI diduga mengalami kerugian tahun berjalan sebesar Rp 4,7 triliun rupiah, dimana jumlah kerugian tersebut penyebabnya adalah dikarenakan adanya pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
Berdasarkan statement dilaporan keuangan 2019, pembentukan CKPN di tahun 2019 meningkat 807,74 persen dari RKAT dengan konsekuensi berimbas pada provitabilitas (keuntungan).
Kenaikan CKPN ini untuk mencover potensi kerugian akibat naiknya angka kredit bermasalahan diantaranya disebabkan oleh ke – 9 Debitur tersebut diatas.
Kemudian salah satu debitur yang mengajukan pembiayaan kepada LPEI tersebut adalah Grup Walet yaitu PT Jasa Mulia Indonesia, PT Mulia Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dimana selaku Direktur Utama dari tiga perusahaan tersebut adalah Sdr. S.
Pihak LPEI yaitu tim pengusul, Kepala Departemen Unit Bisnis, Kepala Divisi Unit Bisnis dan Komite Pembiayaan tidak menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Dewan Direktur No. 0012/PDD/11/2010 tanggal 30 November 2010 tentang Kebijakan Pembiayaan LPEI.
Akibat hal tersebut, menyebabkan Debitur dalam hal ini Group Wallet yaitu PT Jasa Mulya Indonesia, PT Mulya Walet Indonesia dan PT Borneo Walet Indonesia dikatagorikan Colectibity 5 (macet) sehingga mengalami gagal bayar sebesar Rp 683,6 miliar (terdiri dari nilai pokok Rp 576 miliar + denda dan bunga Rp 107, 6 miliar).
Tanggapan LPEI
Sementara itu, menurut pemberitaan, Corporate Secretary LPEI, Agus Windiarto menyampaikan pihaknya akan mentaati peraturan yang ada dan akan kooperatif pada Kejagung terhadap penyelidikan para petinggi dan pegawai LPEI.
"Kami akan mengikuti proses sesuai ketentuan yang berlaku dan akan bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung sebagai bentuk tanggung jawab LPEI dalam menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance," kata Agus melalui surat elektronik yang dikutip oleh Indometro, Rabu (30/6/2021).
Agus mengatakan, LPEI berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan dan meningkatkan kapasitas usaha untuk mendukung sektor berorientasi ekspor sesuai dengan mandat.
"Kami menghargai perhatian dan dukungan media kepada LPEI dalam menjalankan mandatnya dan membantu pemulihan ekonomi nasional," tukasnya.
Sumber:Kejagung/LPEI



Posting Komentar untuk "Empat Pegawai LPEI Diperiksa Kejagung Sebagai Saksi Perkara Dugaan Korupsi di LPEI"