-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Soal Pemberhentiannya Sebagai Dewas PDAM Depok, Hardiono Akan Gugat Idris ke PTUN

    Sabtu, 27 Maret 2021, Maret 27, 2021 WIB Last Updated 2021-03-27T07:20:56Z

    Ads:


    Soal Pemberhentiannya Sebagai Dewas PDAM Depok, Hardiono Akan Gugat Idris ke PTUN


    Depok, indometro.id - Mantan Sekda Kota Depok, Hardiono kembali layangkan somasi kepada Walikota Depok Muhammad Idris. Somasi kedua itu dikatakan kuasa hukum Hardiono, Fitrijansjah Toisutta terkait dengan pemberhentian jabatan ketua Dewan Pengawas PDAM Tirta Asasta Kota Depok sebelum masa baktinya tahun 2022.

    "Tadi kami sudah mendatangi walikota dan sudah mengirim somasi ke dua dan terakhir kepada Idris tentang pemberhentian klien kami sebagai ketua Dewas PDAM Tirta Asasta secara sepihak, padahal klien kami masa baktinya hingga 2022. "Kata Toisutta dalam keterangan Pers nya di Depok, Jum'at (19/3/2021) sore.

    Selain itu, Toisutta juga menjelaskan kedatangannya kekantor walikota Depok sekaligus pengembalian cek sebesar sebesar Rp 169.526.537 dan emas Logam Mulia seberat 16 gram.

    "Kami menilai somasi kedua dan terakhir ini serta pengembalian uang maupun Logam Mulia seberat 16 Gram bentuk kemarahan kami kepada walikota, karena dengan alasan–alasan yang "tidak memiliki itikad baik" untuk mencabut keputusan Walikota bernomor 800/47/Kpts/ek/Huk/2021 tentang pemberhentian Hardiono dari ketua Dewas PDAM periode 2019-2022. "Ungkapnya.

    Toisutta juga menyebut keputusan Walikota bernomor 800/47/Kpts/ek/Huk/2021 tentang pemberhentian Hardiono sebagai Dewas PDAM tertanggal 1 Februari 2021 cacat hukum.

    "Klien kami diberhentikan tanggal 1 Februari 2021, namun surat pemberhentiannya diserahkan ke Hardiono tanggal 2 Maret 2021, artinya itu kami anggap adanya kesengajaan dan melanggar aturan, dimana tidak adanya pemberitahuan sebelumnya untuk diberikan SK pemberhentian. "Ulasnya.

    Ia merinci bahwa Walikota Depok telah melanggar perundang–undangan yang berlaku, Pasal 28 jo Pasal 30 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Badan Usaha Milik Daerah dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas atau Anggota Komisaris dan Anggota Direksi Badan Usaha Milik Daerah dan melanggar sumpah jabatan yang diatur pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 18 angka 1 dan 3.

    "Somasi kedua dan terakhir itu kan serius, kami siap mengambil langkah hukum tegas jika pihak walikota Depok yakni Muhammad Idris tidak mengabulkan apa yang diharapkan klien kami. "Jelas Toisutta.

    Estafet tumpang tindih adanya dugaan pelanggaran administtasi dan bentuk Nepotisme yang dilakulan ASN Pejabat Kota Depok disikapi Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. Syahidin, M.Pd. Ia menilai pemberhentian Dewas PDAM Tirta Asasta Depok perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap aturan dan perundang-undangan yang mengatur hal itu.

    "Jika pemberhentian itu dilakukan tanpa adanya mekanisme yang benar, artinya itu sudah melanggar ketentuan. "Ucap Prof Syahidin ketika dihubungi wartawan melalui via selullar pribadinya, Minggu (21/3/2021) sore. 

    Guru besar UPI ini juga menjelaskan somasi yang dilayangkan Hardiono ke Walikota hanya memperpanjang waktu. Ia menyarankan persoalan pelanggaran administrasi bisa dilakukan langsung melalui gugatan ke PTUN.

    "Kita bisa mempelajari dan melihat dari aspek-aspeknya, kan jika sudah jelas bisa langsung layangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Jelasnya.

    Persoalan adanya dugaan Nepotisme yang terjadi di kepemimpinan Mohammad Idris, pihaknya menilai itu sesuatu hal yang tidak menghormati aturan-aturan yang berlaku. 

    "Kabarnya kan begitu, antara MI dan SS saudara kandung meski beda ibu. Terlebih adanya pengangkatan SS oleh Walikotanya, dimana SS diketahui sebagai Kepala Badan Kepegawaian Sumber Daya Manusia (BKPSDM) kota Depok, lalu ia mengajukan dirinya ke Idris sebagai Plt. DMPTSP tanpa melalui mekanisme yang ada. Itu bukti buruknya birokrasi di Pemerintahan Kota Depok dibawah kepemimpinan Mohammad Idris, dimana seorang pejabat tinggi disitu bermain "sangat kasar", sehingga memunculkan praduga-praduga yang mengarah pada rusaknya birokrasi administrasi di pemerintahan depok. "Kritik Prof Syahidin.

    Dalam konteks itu ia melihat adanya peluang besar korupsi, oleh karenanya Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia ini menyarankan perlunya pengawasan lebih dari Kemendagri. "Perlu adanya pengawasan dari pusat jika memang petanya seperti itu, karena jika tidak dilakukan pengawasan ketat, akan muncul kejanggalan yang akhirnya terkuak indikasi dugaan Korupsi di BUMD seperti PDAM Tirta Asasta Depok, ini yang harus segera diambil langkah-langkah hukum oleh KPK. "Bebernya.

    Sementara Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW), Amir Hamzah menilai, langkah Hardiono mantan Sekda Kota Depok,  menggugat Walikotanya Mohammad Idris Abdul Shomad ke PTUN sudah tepat. Karena, kata Amir, Hardiono sangat dirugikan dengan pencopotannya sebagai ketua dewan pengawas PDAM Tirta Asasta.

    "Tidak perlu menunggu somasi ke-2 selesai. Sekarang, langsung gugat saja ke PTUN sambil menunggu somasi terakhir itu," tegasnya.

    Amir menerangkan, dalam UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan/kebijakan pejabat,  publik bisa melakukan gugatan lewat PTUN. 

    Saat ditanya mengenai kemungkinan Walikota Depok bisa diberhentikan dari jabatannya jika hakim memutuskan dia bersalah secara hukum, Amir menjawab, hal itu tidak langsung otomatis seperti itu.

    "Keputusan hakim tidak bisa memberhentikan dia sebagai walikota. Tetapi, bisa membatalkan surat keputusan pemberhentian Hardiono sebagai ketua dewan pengawas PDAM, "tandasnya.

    Lanjut pengamat senior ini menerangkan bahwa persoalan hal tersebut diatas berimplikasi politis, itu sangat bisa terjadi melalui anggota dewan. "Jadi dewan (anggota DPRD Kota Depok) bisa mengajukan interpelasi ke walikota. Tergantung dewan mau atau tidak melakukan hal itu. "Pungkasnya.

    [S Erfan Nurali]
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini