-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Harga Minyak Dunia Anjlok, Harga BBM Belum Tentu Bisa Turun

    redaksi
    Kamis, 23 April 2020, April 23, 2020 WIB Last Updated 2020-04-23T04:01:36Z

    Ads:

    Pertamina menyediakan jasa layan antar agar konsumen tak perlu keluar rumah.
    indometro.id - Harga minyak global anjlok di tengah pandemi Covid-19 yang menyebabkan permintaan terus merosot. Patokan harga minyak Eropa, yaitu Brent Crude, turun menjadi sekitar $16 (Rp249.248) per barel di pasar Asia - angka terendah selama lebih dari 20 tahun. Sementara di Amerika Serikat, harga turun di bawah nol untuk pertama kalinya.
    Meskipun demikian, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia belum tentu bisa turun.
    Juru bicara Pertamina, Fajriyah Usman, mengatakan bahwa harga minyak dunia memang secara umum menjadi salah satu faktor penentu harga BBM di Indonesia.
    Namun, ia menambahkan bahwa minyak yang dimaksud itu hanyalah minyak mentah yang merupakan bahan baku untuk membuat BBM.
    Pertamina menggunakan minyak tersebut untuk diolah lebih lanjut di kilang hingga menghasilkan BBM. Produk hasil tersebut baru akan tersedia bagi masyarakat dalam waktu beberapa bulan, sementara harga minyak yang berlaku adalah pada saat pembelian.
    "Sebagian besar crude yang diolah Pertamina berasal dari dalam negeri, dan sebagian kecil dari impor," kata Fajriyah kepada BBC News Indonesia pada Rabu (22/4).
    BBM hasil kilang lalu didistribusikan ke seluruh penjuru Indonesia.
    "Semua hal tersebut tercermin dalam formula yang ditetapkan oleh pemerintah. Jadi sebenernya BBM yang dinikmati di SPBU saat ini merupakan crude yang didapatkan Pertamina kurang lebih dua bulan yang lalu atau bahkan lebih," ujar Fajriyah.
    Pertamina mengatakan penetapan harga BBM, yang harus ditentukan oleh pemerintah, ditentukan oleh faktor lain termasuk nilai tukar rupiah terhadap dolar.
    Hal tersebut adalah karena minyak dibeli dengan dolar dan dijual ke masyarakat dalam harga rupiah.
    "Faktor kurs dihitung karena impor kita mencapai 40 persen dari konsumsi BBM. Konsumsi BBM di Indonesia pun sebagian besar adalah BBM Subsidi dan Penugasan, yang harganya diatur oleh pemerintah," ujar Fajriyah.
    Pada Rabu (22/4), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp15.567.
    Wewenang penurunan harga BBM ada pada pemerintah dan dapat diubah secara berkala.
    Permintaan anjlok
    Secara global, permintaan minyak mengering akibat `lockdown` yang berlangsung di seluruh dunia dan memperlambat pergerakan masyarakat secara drastis.
    "Sampai dengan Maret kemarin, konsumsi minyak dunia itu sudah turun paling tidak sepertiganya karena minimnya aktivitas ekonomi, kegiatan transportasi," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa kepada BBC News Indonesia pada Rabu (22/4).
    "Ketika permintaan minyak itu menurun dengan cepat, 30-40 persen, penurunan permintaan itu tidak diikuti dengan penurunan produksi minyak," tambahnya.
    Namun, pakar energi itu menjelaskan bahwa harga BBM di Indonesia itu tidak sepenuhnya ditentukan oleh pasar, melainkan diatur oleh pemerintah.
    Kebijakan ini yang menetapkan BBM tersedia dengan satu harga di seluruh Indonesia, untuk menjaga daya beli masyarakat.
    Ia berpendapat bahwa penurunan harga BBM saat ini tidak banyak memberikan dampak bagi konsumen, mengingat di Indonesia sendiri konsumsi BBM sudah turun 40% di bulan Maret.
    Angka ini diperkirakan akan terus meningkat di bulan April dan Mei dengan bertambahnya provinsi yang menerapkan partial lockdown, atau yang dikenal sebagai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
    "Penurunan konsumsi BBM pasti cukup drastis dan dengan mobilitas yang melambat, sebenarnya penurunan harga nggak banyak memberikan manfaat, tapi juga kalau harga turun, ya tentunya mereka yang menggunakan kendaraan bermotor bisa membayar harga bahan bakar dengan lebih murah.
    "Tapi secara akumulatif nggak membawa banyak dampak pada pengeluaran rumah tangga," tutur Fabby.
    Lebih lanjut, Fabby mengingatkan kembali dinamika faktor permintaan dan penawaran yang memengaruhi harga minyak dalam mempertimbangkan jangka yang lebih panjang.
    "Permintaan ini kan bisa dengan cepat naik ketika masa pandemi sudah mulai berakhir. Pasti konsumsi itu akan bertahap akan naik juga. Nah, kapan itu, bisa jadi setelah bulan Juni besok, di kuartal ke-3, 2020, permintaan minyak itu akan kembali - mungkin tidak normal - tapi akan naik dan ini ada efeknya juga pada harga," kata Fabby.
    Pasokan global dipotong
    Ia menjelaskan bahwa pasokan global direncanakan akan dipotong.
    "Mulai April ini, secara bertahap sampai akhir tahun, rencananya kan suplai minyak OPEC itu kan akan dipotong dan produksi minyak lain juga akan dipotong, sehingga pada waktu tertentu, mungkin tidak sekarang, tapi bisa saja 3-4 bulan dari sekarang, harga minyak dunia itu kembali naik," kata Fabby.
    Pada awal bulan ini, anggota OPEC dan sekutunya menyetujui kesepakatan untuk memangkas produksi global sekitar 10%. Kesepakatan itu merupakan pengurangan terbesar dalam produksi minyak yang pernah disepakati.
    Fabby mengatakan, kalaupun pemerintah menurunkan harga BBM pada bulan Mei, kemungkinan harus naik lagi setelah bulan Juni atau Juli.
    Pada saat itu, Fabby menjelaskan bahwa Indonesia bisa saja memasuki masa pemulihan ekonomi.
    "Biasanya daya beli masih belum pulih. Nah, dengan harga minyak meningkat tentunya punya efek ke pengeluaran rumah tangga. Ini, biasanya ada tekanan (finansial)," ujar Fabby.



    Berita ini sudah terbit di vivanews
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini