-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Gempa Magnitudo 4,5 Getarkan Nias & Sibolga

    redaksi
    Sabtu, 29 Juni 2019, Juni 29, 2019 WIB Last Updated 2019-06-29T07:25:52Z

    Ads:

    Petugas BMKG Wilayah I Medan di Jalan Ngumban Surbakti Medan menunjukkan titik api (hot spot) di Riau, belum lama ini. Selama Juni 2019, BMKG juga mencatat sebanyak 735 gempa mengguncang Indonesia.

    NIAS,INDOMETRO.IDGempa bumi berkekuatan Magnitudo 4,5 mengguncang Gunungsitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara, Jumat (28/6) sekitar pukul 02.49 WIB. 
    Guncangan gempa dirasakan cukup kuat oleh warga Nias, bahkan terasa hingga Kota Sibolga. Selama bulan Juni tahun ini, BMKG mencatat sebanyak 735 gempa mengguncang Indonesia. Aktivitas alam ini didominasi gempa dengan magnitudo kecil.
    “SECARA umum jumlah aktivitas gempa bumi lebih banyak terjadi di wilayah Indonesia timur,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono, dalam keterangan pers di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta Timur, Jumat (28/6).
    Untuk gempa Gunungsitoli kemarin sore, skala intensitas getaran yang dirasakan warga adalah III-IV MMI. Skala tersebut berarti getaran dirasakan banyak orang di dalam rumah. “Meski hanya berlangsung beberapa detik, getaran juga menyebabkan pintu atau jendela berderik dan dinding berbunyi,” kata BMKG.
    Episenter gempa berada di laut, sekitar 34 km arah timur laut Gunungsitoli. Sedangkan hiposenternya tercatat berada pada kedalaman 10 km. Warga Sibolga mengaku, gempa terasa menggoyang kuat meski hanya sekejap.
    Daryono memaparkan, selama bulan Juni, gempa dengan magnitudo kecil kurang dari magnitudo 5,0 terjadi sebanyak 700 kali. Kemudian, gempa signifikan dengan magnitudo di atas 5,0 terjadi sebanyak 35 kali. “Jumlah gempa dirasakan terjadi sebanyak 65 kali dalam berbagai variasi magnitudo,” kata dia.
    Sepanjang Juni 2019, BMKG juga mencatat sebanyak tiga kali gempa dengan kategori merusak. Pertama gempa berkekuatan magnitudo 6,2 yang terjadi di Kabupaten Sarmi, Papua pada 20 Juni 2019. “Gempa Sarmi merusak 50 bangunan rumah dan tiga gedung sekolah di distrik Ismari dan Sarmi Selatan,” kata Daryono.
    Kemudian, gempa yang terjadi pada 24 Juni 2019 berkekuatan magnitudo 6,1 di wilayah Mamberamo Tengah, Papua, dan di Laut Banda dengan magnitudo 7,3. “Gempa Mamberamo raya merusak 36 rumah di Kampung Munukania. Gempa laut Banda merusak bangunan masjid di pulau Kei besar Kabupaten Maluku Tenggara,” kata Daryono.

    Agustus Puncak Musim Kemarau

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada Agustus 2019. Pada periode Juli-September, sebagian besar wilayah memiliki curah hujan rendah dengan sifat hujan di bawah normal.
    “Puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi di bulan Agustus. Di beberapa wilayah, seperti Jawa Timur pun sudah 60 hari tanpa hujan sejak awal Juni,” ujar Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim BMKG, Dodo Gunawan, dalam konferensi pers info terkini terkait bencana alam di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Jumat (28/6).
    Dodo menjelaskan, kondisi iklim kemarau di Jawa Timur sudah parah. Kekeringan serupa juga terjadi di Jawa Tengah dengan tidak mengalami hujan dalam satu bulan ini. Adapun di wilayah lain, lanjut dia, seperti Sumatera juga sudah memasuki musim kemarau. Akan tetapi, belum ada tanda-tanda adanya titik kebakaran hutan maupun lahan.
    “Tahun ini memang puncak kemarau akan lebih parah dibandingkan 2018 ya karena ada el nino. Tahun lalu el nino enggak muncul,” kata Dodo.
    Oleh karena itu, musim kemarau tahun 2019 akan terasa lebih kering dibandingkan 2018. Adapun untuk durasi kemarau tahun ini bervariasi. “Bervariasi, ada wilayah yang sudah kemarau mulai April, ada yang baru mulai Mei, Juni pun ada. Nanti Juli hampir semua daerah sudah mulai masuk dan puncak kemarau pada Agustus,” jelas Dodo.

    Sumatera Potensi Karhutla

    Terkait prediksi musim kemarau di Indonesia tahun ini, beberapa wilayah memiliki potensi terjadinya kebakaran hutan dan lahan ( karhutla).
    Dodo Gunawan mengatakan, potensi terjadinya karhutla terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). “Untuk sekarang dari pantauan kami titik panas karhutla belum banyak ya, walaupun per daerah seperti Riau kemarin terjadi karhutla pada Januari hingga Februari. Namun, dengan puncak musim kemarau di bulan Agustus, potensi karhutla di empat pulau tadi akan terjadi,” ujar Dodo
    Dodo menambahkan, untuk saat ini, di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan NTT belum ada laporan yang menyatakan siaga kebakaran hutan. Namun, pada Agustus diprediksi terjadi seiring puncaknya musim hujan ditambah adanya el nino. “Puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi di bulan Agustus. Di beberapa wilayah, seperti Jawa Timur bahkan sudah 60 hari tanpa hujan sejak awal Juni,” ujar Dodo.
    Ia menjelaskan, kondisi iklim kemarau di Jawa Timur sudah parah. Kekeringan serupa juga terjadi di Jawa Tengah dengan tidak mengalami hujan dalam satu bulan ini.
    Adapun di wilayah lain, lanjutnya, seperti Sumatera juga sudah memasuki musim kemarau namun belum ada tanda-tanda adanya titik kebakaran hutan maupun lahan. “Tahun ini memang puncak kemarau akan lebih parah dibandingkan 2018 ya karena ada el nino. Tahun lalu el nino enggak muncul,” paparnya kemudian.
    Maka dari itu, seperti diungkapkan Dodo, musim kemarau tahun 2019 akan terasa lebih kering dibandingkan 2018. 
    Adapun untuk durasi kemarau tahun ini bervariasi. “Bervariasi, ada wilayah yang sudah kemarau mulai April, ada yang baru mulai Mei, Juni pun ada. Nanti Juli hampir semua daerah sudah mulai masuk dan puncak kemarau pada Agustus,” jelasnya. (sp)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini