Jembatan Cambir Salah satu ivent daerah yang berpusat di muara Wae Bobo,Pantai Borong Cepi Watu |
Saya tidak mampu menemukannya, sebab pahatan jingga di langit, ditingkah semilir membuat angan liar terus berkelana ke mana-mana. Tak ada simpul yang membuat saya harus berhenti sejenak. Ia terus melompat mencakar akal kesadaran.
Saya terus membiarkannya dalam teduh yang bening, menusuk bilik hati, melingkar kesadaran dan keadaban. Lalu kembali pulang pada sudut-sudut bathin, Pelan menggemahkan. Ada gelora yang lentik, menukilkan kerindiun, ada rintihan yang berkecambah, dahaga mendamba agar ‘patena’ yang ada itu dapat mendulang rupiah.
Rinduku memahat, mengiang impian yang diracik bersama meski hanya potongan-potongan cerita yang terlepas, tutur yang berujung dalam diam semuanya memutar layar ingatan. Terbetik harap, terungkap cita, “seandainya tempat ini secepatanya dipoles dalam olah rasa yang hangat dan dalam, akan bermakna bagi sesama!
Setengah menengada jingganya langit balutan awan putih tipis-tipis di ujung pandangan mata, seolah-olah membekas hasrat yang masih angan-angan itu. Sedang gerombolan pipit terbang datar, meliuk Bulir-bulir padi menguning menyapa hangatnya rasa, riak-riak air
mengalir tak putus. “Ah.. Cambir… padamu tersimpan mutiara berbalut rupiah yang masih terselubung”.
Jembatan yang menghabiskan dana miliaran rupiah itu tidak hanya menjadi lintasan yang aman, tetapi serentak menabur harapan yang dalam. Saat letih menderah dan senja mulai merangkak malam, kita bisa berhening sambil menatap beningnya aliran air. Disana tergurat kekuatan, melumat dalam sukma yang dalam.
Berada di tempat ini saya jadi ingat sosok-sosok penggagasnya, Drs. Yoseph Tote, M.Si-Agas Andreas, SH.MHum, Ir. Kasmir Gon, MT dan Ir. Yos Marto. Sosok- sosok inilah yang cakap menerawang harapan warganya.
Dalam peran masing-masing mereka mengelobarasi lebih luas nan menukik agar lintasan yang menghubungkan Cambir, Sola, Podol, Gurung, Pau hingga Melar dan Me’rah menjadi pendek dan dekat.
Lintasan ini pula menjadi alternatif bagi warga dari wilayah ini yang hendak bepergian ke Borong, Ibukota Kabupaten Manggarai Timur, atau ke Lehong pusat pelayanan adminisitrasi.
Borong sebagai pusat pertumbuhan ekonomi masyarakat, sejauh ini sudah menunjukkan geliat yang bagus dan menjanjikan. Dinamikanya bertindih tepat dengan fasilitas yang tersedia di pasar Borong.
Tempat perjumpaan penjual dan pembeli di lokasi tersebut sudah teratak apik. Dengan itu pertukaran kepentingan dan aliran kebutuhan antar warga berjalan normal. Tidak ada tumpang tindih, meski disiplin warga pengguna pasar perlu ditingkatkan.
Sementara Lehong sebagai sentral pelayanan adminisitrasi perkantoran tak diragukan lagi. Semuanya sudah berjalan baik, kecuali beberapa unit pelayanan yang bergantung pada signal satelit dan penerangan PLN.
Gangguan signal satelit yang hilang muncul dan penerangan listrik PLN yang timbul tenggelam mengakibatkan pelayanan di Lehong sering terganggu. Karena itu perlu pembenahan yang seius agar semuanya lancar.
Yang diharapkan, semoga dengan program Indonesia terang yang dicanangkan Presiden Joko Widodo benar-benar terwujud sehingga pelayanan yang membutuhkan aliran listrik bisa berjalan semestinya.
Selain jadi pusat pelayanan administrasi, Lehong juga berpotensi menjadi tempat pertumbuhan pemukiman baru. Sebab lahan seputar kompleks perkantoran itu masih sangat luas. Mayoritas lahan itu masih ‘tidur lelap’.
Yang dibutuhkan adalah pembenahan serius terhadap rencana tata ruang kota sesui karakter budaya dan ekologis-selarasalam. Hanya dengan itu, kelak bangunan rumah penduduk tidak mampet.Tidak berpotensi jadi daerah kumuh.
Jembatan Cambir menjadi salah satu lintasan alternatif bagi warga yang mau berurusan dengan dua tempat pusat pelayanan masyarakat tersebut. Usia jembatan itu baru seumur jagung. Seperti jembatan pada umumnya bangunan itu kokoh.
Yang membedakan dengan jembatan-jembatan lain di Manggarai Timur adalah bantalan jalannya yang panjang dari dua sisi jalan masuk badan jembatan itu. Aliran air pun deras
sehingga cocok untuk arum jeram. Di situlah keunikan jembatan itu.
Semula, rencana pembangunan jembatan itu ditengarai soal. Banyak nada-nada sinis berbalut heran. Ada kesan seolah-oleh pemborosan uang daerah. Menghambur-hamburkan uang negera, karena belum saatnya jembatan itu dibangun.
Sebab terlalu banyak jembatan yang dibangun di sungai itu. Tercatat mulai dari bibir pantai Borong-Cepi Watu hingga Kembur sudah enam unit jembatan. Belum lagi ke wilayah hilirnya.
Argumentasi penolakan rencana pembangunan jembatan tersebut sangat
rasional. Sebab fakta menunjukkan masih banyak lintasan jalan yang
belum ditingkatkan dengan aspal.
Masih banyak pemukiman penduduk yang terisolasi akibat jalan aspal belum ada Menyadari fakta itu, maka beberapa warga menggugat kebijakan itu. “Mengapa harus bangun jembatan itu lagi? Bukankah ada lintasan lain yang bisa ditapaki yang menghubungkan wilayah Borong dan Lehong? Itulah litani argumentasi yang disodorkan guna ‘membatah’ rencana pembangunan jembatan itu.
Namun kini ketika semuanya sudah bangun, ketika kita berada di atasbantal jembatan itu, termaktub kesan, betapa hebatnya Drs. Yoseph Tote, M.Si, Agas Andreas, Kasmir Gon dan Yoseph Marto yang telah mendesai semuanya sehingga alur transportasi masyarakat berjalan lancar. Betapa indah dan mengagumkan ketika menghela napas di atas jembatan itu. Semuanya indah. Alam bawah sadar kita akan mengetuk-ngetuk akhlak dan keadaban kita.
Lebih jauh dari itu, ternyata sang penggagas, Drs. Yoseph Tote-Agas Andreas, SH.MHum memiliki target jangka panjang untuk masa depan Manggarai Timur. Sebab aliran sungai pada jembatan tersebut sangatderas. Dapat dijadikan aset daerah yang mendatangkan uang.
Karena itu tahap demi tahap dipersiapkan dengan memperhitungkan kemampuan keuangan daerah, potensi dan obsesi masa depan Manggarai Timur.
Dalam kesadaran itulah, Cambir dengan segala tohokkan dan mimpi manis masa
depannya jembatan tersebut dibangun.
Kepala Dinas Pekerjuaan Umum dan Perumahan Rakyat, Ir. Yos Marto, dalam salah satu kesempatan diskusi menjelaskan, aliran sungai Wae Bhobho dari Jembatan Cambir hingga bibir pantai Borong-Cepi Watu ada dalam satu klaster perencanaan terpadu dan berkesinambungan terkaitpemberdayaan wisata Borong-Cepi Watu.
Karakter masing-masing potensi tersebut adalah kekayaan yang perlu diramu dalam satu-kesatuan yang utuh dan menguntungkan. Semangatnya selalu selaras alam dan budaya
lokal Manggarai Timur.
“Liukan sungai Wae Bobho yang membentang dari jembatan Cambir hingga muara bibir pantai Borong-Cepi Watu, pusat destinasi wisata kuliner menjanjikan asa mendalam. Tinggal bagaimana kita meng-update-nya agar bernilai rupiah. Pada ruas mana potensi diletakkan,” katanya.
Yos Marto merincikan, langkah pertama yang dibuat daerah adalah membereskan bibir pantai Borong, Cepi Watu. Tanggul-tanggul pada bibir pantai di sungai Wae Bobho dibangun ajar tidak terkikis banjir dan ambrasi.
Pada bentangan tanggul-tanggul sepanjang bibir pantai menjadi pusat kuliner, langkah kedua adalah normalisasi sungai Wae Bobho dengan membangun turap pengaman pada dinding-dinding sungai. Tujuanya mengurangi luapan air ke tempat pemukiman warga dan melokalisir aliran sungai.
Bila aliran sungai sudah normal, maka langkah berikutnya adalah memberdayakan aliran sungai itu dengan olahraga uji nyali arung jeram. Pesertanya bisa macam-macam atau
komunitas tertentu yang memiliki minat pada alam dan sungai.
“Kalau normalisasi sungai sudah ok, aliran airnya sudah terlokalisir, maka kita rangsang publik dengan arung jeram. Olahrga ini menantang dan uji nyali memang, tetapi kita buat sebagai rangsangan publik.
Kita ciptakan momentnya hanya saja perlu dukungan terutama di bibir pantai Aneka masakan dan minuman, sugguhan pementasan budaya pun sudah siap dengan cara itu tidak bakalan jenuh. Bahkan memicu animo masyarakat dan wisatawan semakin baik, ”katanya penuh optimis.
Menurutnya, desain-desain yang telah ada dapat dipastikan bahwa sungai Wae Bobho, Pantai Cepi Watu-Borong, hutan magrow dan kuliber di Pantai Borong menjadi satu-kesatuan yang telah dipersiapkan secara matang. Tinggal bagaimana pembenahannya agar potensi yang ada tersebut mendatangkan keuangan bagi daerah.
Apa yang sudah dimulai di beberapa titik wisata itu semata-mata demi mem-booming-kan lokasi pariwisata muara Wae Bhobho, Pantai Borong-Cepi Watu, karena itu selama ini beberapa event penting selalu berpusat di tempat itu. Harapannya dengan semakin gebyarnya pantai itu optimalisasi pemberdayaannya berjalan serentak dan berkesinambungan.
“Memang ini butuh waktu. Butuh kontribusi dan tanggung jawab moral bersama, Saya sangat yakin potensi yang kita miliki ini sangat kaya dan mahal. Saya sudah pulang dari beberapa daerah pariwisata, potensinya tidak jauh berbeda dengan yang kita miliki.
Bahkan potensi kita sangat unggul. Jauh lebih menjanjikan. Lebihnya di daerah lain karena sudah memberdyakanya. Kita belum terlambat. Kita optimis semua
akan beres pada waktunya. Kita berharap keberpihakan dari kita
semua,” pintanya.
Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat, dalam salah satu kunjungan ke Manggarai Timur belum lama ini menandaskan bahwa pariwisata merupakan industri tanpa asap, dengan incam dari industri tersebut sangat menjanjikan.
Karena itu pemerintah kabupaten, pelaku usaha dan pemerhati budaya agar bergerak beriringan dalam mendongrak potensi pariwisata di setiap daerah.
Dan ketika mengunjungi Pantai Borong-Cepi Watu di muara Wae Bobho pada kesempatan itu, Gubernur Laiskodat menyatakan kekagumannya, bahwa potensi di wilayah itu sangat eksotik, memiliki wajah cerah dan nilai jual yang tinggi.
Yang perlu dibenahi adalah sarana dan prasarananya, jika semua perlengkapan sudah tersedia dengan baik niscaya tempat itu jadi rebutan, digandrungi dan dikunjungi banyak wisatawan.
“Pemerintah daerah tidak main-main dengan urusan pariwisata, Pemerintah bertekat di setiap titik destinasi wisata harus punya merk dan kekhasan sehingga memicu animo wisatawan. Saya harap di Manggarai Timur mulai pikirkan dan lakukan yang terbaik sehingga memiliki nilai jual,” pinta Gubernur Laiskodat. (Kanisius Lina Bana)