-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    BI Tetap Kudu Antisipasi Kenaikan Fed Fund Rate

    redaksi
    Senin, 06 Agustus 2018, Agustus 06, 2018 WIB Last Updated 2018-08-06T02:29:34Z

    Ads:

    BI Tetap Kudu Antisipasi Kenaikan Fed Fund Rate
    foto

    INDOMETRO.ID- Bank Indonesia mencatat kenaikan arus masuk modal asing (capital inflow). Meski begitu, Bank Sentral tetap perlu mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR), yang bakal mengerek yield surat utang dalam negeri.
    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, dalam waktu dua hari (30-31 Juli), aliran modal masuk pada akhir Juli 2018 lalu telah men­capai Rp 3,9 triliun, terutama yang masuk ke pasar keuangan di Indonesia melalui surat ber­harga negara (SBN) terus naik. Sehingga jika ditotal hingga 2 Agustus 2018, capital inflow mencapai Rp 844,99 triliun. 

    "Kepercayaan pasar dan investor terhadap Indonesia masih sangat tinggi. Ini ter­cermin dari sejumlah indikator baik di pasar saham maupun SBN. Lelang terakhir dari Kementerian Keuangan, SBN kan over supply 4 kali lipat lebih. Ini yang menyebabkan inflow ke SBN cukup kuat," ucapnya di Jakarta, akhir pekan kemarin. 

    Di pasar saham, investor as­ing tercatat net buy senilai Rp 1,39 triliun sepanjang 1 Juli-3 Agustus 2018. Pada periode yang sama, net buy investor as­ing di pasar SBN mencapai Rp 14,82 triliun sepanjang periode 1 Juli-2 Agustus 2018. 

    Untuk itu ia menegaskan, Bank Sentral bersama pemer­intah akan terus mendorong ekspor dan mengurangi impor. 

    Pengamat ekonomi dari Cen­ter of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, masuknya dana asing lewat SBN me­mang patut diapresiasi. Namun katanya, kenaikan FFR dan pelemahan nilai tukar mata uang Garuda ke depan, masih memberi kekhawatiran bagi dunia usaha. 

    "Pelemahan bisa mempen­garuhi posisi utang Indonesia yang diprediksi bisa mem­bengkak, terutama utang luar negeri dan SBN dalam bentuk valas," tuturnya kepada Rakyat Merdeka. 

    Seperti diketahui, salah satu penyebab pelemahan nilai tukar rupiah karena naiknya FFR. Kenaikan FFR juga men­dorong kenaikan yield (imbal hasil) SBN. 

    "Untuk SBN dalam bentuk valas, bukan hanya rupiah tetapi juga dari yield-nya sendiri itu terdorong untuk meningkat, gara-gara suku bunga acuan Amerika naik. Dan itu juga mendorong yield bond-nya Amerika juga naik. Biasanya negara-negara emerging market mengimbanginya dengan me­naikkan yield," ujarnya. 

    Chief Economist PT Bank Permata (PermataBank) Josua Pardede meyakini, The Fed masih akan menaikkan suku bunga 25- 50 bps lagi hingga akhir tahun. Bersamaan dengan itu, ruang bagi kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) juga diprediksi masih terbuka 25 bps. 

    "Selain merespons kenaikan suku bunga The Fed, BI perlu menaikkan suku bunga untuk mempertahankan capital in­flow, dan menutupi defisit tran­saksi berjalan yang berpotensi melebar hingga akhir tahun," katanya. 

    Selain itu, imbuhnya, rupiah juga akan dipengaruhi sentimen global lainnya. 

    "Tapi proyeksinya memang tidak akan sefluktuatif tahun ini, sebab pasar tampaknya sudah cukup priced-in den­gan ekspektasi kenaikan suku bunga," jelas dia. 

    Selain itu, pasar AS tampak­nya juga akan mulai mengalami risiko defisit kembar, yaitu defisit neraca transaksi ber­jalan dan defisit fiskal. Hal ini berpotensi memperburuk pasar keuangan Negeri Paman Sam tersebut. (rm)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini