Bivitri Susanti |
Hafidz merupakan seorang yang rajin mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap pasal-pasal yang dianggap bertentangan. Dia juga merupakan orang yang tidak terapiliasi dengan partai manapun dan yang bebas dari kepentingan.
Begitu yang dikatakan oleh pakar hukum tata negara (HTN), Bivitri Susanti saat diskusi perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/7).
Menurut Bivitri, Hafidz melihat ada peluang dari pasal 182 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang menjabarkan syarat calon anggota DPD.
"Nah, salah satu syaratnya adalah supaya si calon anggota DPD tidak mempunyai pekerjaan lain yang bisa menimbulkan konflik kepentingan dengan menjadi anggota DPD, masuknya dari situ, menurut saya ini cara yang cerdas yang dari beberapa teman dulu belum terpikirkan," kata Bivitri.
Dalam pasal tersebut mengatur bahwa anggota DPD tidak boleh mempunyai pekerjaan lain. Menurut Bivitri, kalimat tersebut menjadi dasar yang kuat untuk MK mengabulkan permohonan Hafidz.
"Jadi masuk dari situ sehingga putusan Mahkamah Konstitusi sebenarnya bilang bahwa frasa pekerjaan lain itu juga harus dimaknai mencakup pula pengurus atau fungsionaris partai politik, masuknya dari situ," ungkap Bivitri.
MK mengabulkan gugatan permohonan uji materi terkait Pasal 182 huruf l frasa pekerjaan lain pada UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
MK berpendapat frasa 'pekerjaan lain' dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang diatur Pasal 182 huruf l UU Pemilu. Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum apakah perseorangan warga negara Indonesia yang sekaligus pengurus partai politik dapat atau boleh menjadi calon anggota DPD.(rmol)
Begitu yang dikatakan oleh pakar hukum tata negara (HTN), Bivitri Susanti saat diskusi perspektif Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/7).
Menurut Bivitri, Hafidz melihat ada peluang dari pasal 182 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang menjabarkan syarat calon anggota DPD.
"Nah, salah satu syaratnya adalah supaya si calon anggota DPD tidak mempunyai pekerjaan lain yang bisa menimbulkan konflik kepentingan dengan menjadi anggota DPD, masuknya dari situ, menurut saya ini cara yang cerdas yang dari beberapa teman dulu belum terpikirkan," kata Bivitri.
Dalam pasal tersebut mengatur bahwa anggota DPD tidak boleh mempunyai pekerjaan lain. Menurut Bivitri, kalimat tersebut menjadi dasar yang kuat untuk MK mengabulkan permohonan Hafidz.
"Jadi masuk dari situ sehingga putusan Mahkamah Konstitusi sebenarnya bilang bahwa frasa pekerjaan lain itu juga harus dimaknai mencakup pula pengurus atau fungsionaris partai politik, masuknya dari situ," ungkap Bivitri.
MK mengabulkan gugatan permohonan uji materi terkait Pasal 182 huruf l frasa pekerjaan lain pada UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
MK berpendapat frasa 'pekerjaan lain' dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPD yang diatur Pasal 182 huruf l UU Pemilu. Sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum apakah perseorangan warga negara Indonesia yang sekaligus pengurus partai politik dapat atau boleh menjadi calon anggota DPD.(rmol)