-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Kasus Dprd Medan Akan Dibeberkan Aktivis Ini Di PoldaSU

    redaksi
    Senin, 30 Juli 2018, Juli 30, 2018 WIB Last Updated 2018-07-30T16:41:34Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    http://www.indometro.id/p/peluang-kepala-biro.html
    MEDAN,INDOMETRO.ID - Pegiat anti korupsi, Rahmadsyah segera membeberkan sejumlah temuan kasus korupsi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan. Hal ini disampaikan Rahmadsyah kepada salah satu rekan media, Sabtu siang (28/7).
    “Saya mendapat surat panggilan resmi dari Kepolisian Daerah Sumatera Utara, pada Rabu mendatang. Pada kesempatan tersebut, saya akan beberkan hal-hal dan bukti terkait ujaran Rusli Ginting mengenai dugaan korupsi terkait proyek di DPRD Medan, yang melibatkan Sekretaris DPRD Medan,” kata Rahmadsyah.
    Lebih lanjut kata Rahmad, kasus lainnya yang diduga sarat dengan korupsi di DPRD Medan seperti dugaan Mark Up pengadaan Wallpaper dan kasus Joki Perjalanan Dinas DPRD Medan turut serta disampaikan ke Polda Sumut.


    “Selain itu, kasus lainnya seperti Joki Perjalanan Dinas dan dugaan Mark Up Wallpaper akan saya sampaikan kepada Subdit 3 Tipikor Krimsus Poldasu,” tutup Rahmad.
    Sebelumnya pada pemberitaan terkait anggota DPRD banyak yang tidak berangkat dan digantikan oleh orang-orang terdekatnya seperti PNS, pegawai honorer, staf fraksi, staf komisi maupun staf pribadi. Mereka yang berangkat sebagai pengganti dewan  ini akrab disebut dengan istilah “Joki” di DPRD Medan.
    Praktik para joki ini bukan rahasia umum lagi di kalangan DPRD Medan, keberangkatan mereka dijaga serapi mungkin sehingga tidak pernah ketahuan ketika melakukan check-in di Bandara.
    Mantan pegawai honorer DPRD Medan, Rahmadsyah kepada wartawan, Senin (9/7) membenarkan maraknya joki perjalanan dinas. Dia sangat tahu cara-cara pekerjaan joki, jika ada anggota dewan malas melakukan  perjalanan dinas maka jokilah yang berangkat.
    “Caranya dengan memalsukan KTP, foto di KTP diganti dengan foto si joki, tapi yang tertera adalah nama si anggota dewan. Misalnya, nama anggota dewannya si Q, tapi foto di KTP wajah si Z. Jika petugas Bandara meminta identitas lainnya misalnya SIM, pasti kedok mereka ketahuan. Tapi, tidak semua dewan seperti itu, masih ada ikut berangkat,” terang Rahmadsyah.
    Keberangkatan joki seperti ini kata Rahmadsyah sudah lama berlangsung, jadi tidak heran kalau status anggota dewan sedang berangkat ke propinsi lain, tapi sebenarnya dia di Medan karena sudah ada joki menggantikannya. Biasanya si joki dibayar anggota dewan antara Rp1-2 juta, sedangkan biaya perjalanan dinas Rp 15-20 juta per orang. Sisanya  masuk kantong anggota dewan tersebut.
    “Si joki memegang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), kemana tujuan keberangkatan. Maka ke instansi tersebutlah si joki menstempelkan SPPD tersebut sebagai legalitas si dewan sudah melaksanakan perjalanan dinas.  Tentu si Joki senang jadi joki, karena berangkat dan nginap gratis ke luar kota, dapat uang saku lagi,” terangnya.
    Ketua DPRD Medan Henry Jhon Hutagalung yang menandatangani SPPD anggota dewan mengaku sering mendengar keberangkatan dewan digantikan joki. Politisi PDI Perjuangan ini ketika menandatangani SPPD dewan sering mengingatkan agar perjalanan dinas dilaksanakan sebaik-baiknya. “Sudah capek saya mengingatkan supaya perjalanan dinas jangan dijokikan, tapi kerap saya dengar yang berangkat joki juga. Sebaiknya, partai masing-masinglah yang melakukan pembinaan,” terangnya.
    Menanggapi maraknya joki ini, pengamat anggaran Kota Medan Elfenda Ananda mengatakan, anggota dewan tersebut sudah menyakiti hati rakyat, karena yang mereka gunakan adalah uang rakyat. Untuk itu, aparat penegak hukum harus menelusuri dugaan penyalahgunaan perjalanan dinas di DPRD Medan, pelakunya seperti si anggota dewan dan jokinya bisa dipidana berikut mengembalikan uang negara.


    “Praktik ini sudah terencana dan ada persetujuan dari dewan itu sendiri, padahal pengawasan di bandara sudah sangat ketat, tapi kenapa para joki bisa lolos. Makanya, aparat penegak hukum harus mengusutnya, ini sudah mencederai hati rakyat yang memilih mereka duduk di legislatif,” tuturnya.
    Elfenda menyarankan, antara perjalanan dinas dan pekerjaan di dewan harus seimbang. Kalau sudah melaksanakan perjalanan dinas, seminggu berikutnya harus penuh masuk kantor. Jika perjalanan dinas dirasakan sudah membosankan, sebaiknya dipangkas saja plafonnya, kemudian mengganti dengan model lain. “Misalnya, konsultasi ke Kemendagri atau Kementerian lainnya, sebaiknya dilakukan dengan teleconference saja, anggaran bisa dihemat,” tegasnya.(24jn)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini