-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Duh! Angka Anak Kesandung Hukum Masih Sangat Tinggi

    redaksi
    Rabu, 25 Juli 2018, Juli 25, 2018 WIB Last Updated 2018-07-25T07:29:13Z

    Ads:

    Duh! Angka Anak Kesandung Hukum Masih Sangat Tinggi
    Foto
    INDOMETR.ID-  Kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) masih tinggi. Peran orang tua dan pendamping anak kembali menjadi sorotan.


    Hal ini diungkap Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto saat memperingati Hari Anak Nasional pada 23 Juli. Pada semester pertama 2018, ujarnya, terdapat 1.885 kasus pelangga­ran hak-hak anak. Dari jumlah tersebut, ada 504 kasus ABH, kasus keluarga dan pengasuhan alternatif atau anak yang orang­tuanya bercerai sebanyak 325 kasus, hingga kasus pornografi dan cyber crime dengan 255 kasus. 

    Pada kasus ABH, anak-anak menjadi pelaku narkoba, men­curi, hingga perbuatan asusila. "Dari data tahun 2011 sampai saat ini, ABH menempati posisi paling tinggi. Kemudian kelu­arga dan pengasuhan alternatif," katanya, di Jakarta.

    loading...

    Kebanyakan anak yang ditah­an di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) disebab­kan kasus pencurian sebanyak 23,9 persen. Selanjutnya, kasus narkoba 17,8 persen, kasus asusila 13,2 persen dan lainnya. Dalam kasus ini, KPAI menyoroti pola asuh ABH. KPAI me­nilai ada kesalahan pengawasan orang tua terhadap anaknya. 

    Susanto juga mengutip lemba­ga KidsRights Foundation yang melakukan penelitian kepada 165 negara untuk mengetahui tingkat pemenuhan hak anak. Indeks perlindungan hak anak, Indonesia berada di 141 dari 165 negara. Indonesia masih be­rada di bawah beberapa negara tetangga. "Kita masih berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand," sebutnya.

    Komisioner KPAI bidang ABH, Putu Elvina menilai, minimnya aktivitas orang tua dengan anak menjadi kelemahan dalam pengawasan sehari-hari. "Misalkan saat bersama anak di ruang makan, orang tua bisa bertanya anak tentang aktivitas­nya," katanya.

    Ada beberapa faktor penyebab anak melakukan kejahatan. Salah satunya faktor kesempa­tan. "Mereka awalnya nggak ada niat. Kedua lingkungan, ketiga ada niat. Itu alasan anak lakukan kejahatan,"  ungkapnya.

    Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengungkapkan, saat ini anak laki-laki rentan menjadi kor­ban kekerasan seksual. "Kalau sebelumnya anak perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan seksual, maka tahun 2018 anak laki-laki lebih rentan menjadi korban," ujarnya.

    KPAI mencatat sejumlah per­istiwa kekerasan seksual terh­adap anak. Mulai dari kekerasan seksual terhadap siswa laki-laki oleh oknum guru di sebuah SMP di Jakarta yang menimbulkan korban 16 siswa, di Kabupaten Tangerang ada sebanyak 41 siswa yang jadi korban, di Kota Surabaya sebanyak 65 siswa, dan di Depok sebanyak 12 siswa. 

    Sementara, siswi perempuan yang menjadi korban, terdapat di salah satu SMP di Jombang, Jawa Timur, yang memiliki korban sebanyak 25 siswi, dan sebuah pesantren di Bandung Barat sebanyak tujuh siswi.

    "Data tersebut menunjukkan anak laki-laki lebih banyak men­jadi korban kekerasan seksual oleh oknum guru," terangnya. 

    Hal itu juga menandakan masih banyak kasus kekerasan yang dialami oleh anak di lingkungan pendidikan, seperti kekerasan seksual, fisik ,dan psikis yang di­lakukan oleh pendidik, ataupun sesama siswa di sekolah. 

    Retno menambahkan, banyak laporan kekerasan fisik berasal dari siswa di jenjang SD dan SMA. "Adapun laporan kek­erasan seksual yang dilakukan pendidik terhadap peserta didik terbanyak terjadi di jenjang SD dan SMP," imbuhnya.(rmol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini