Nasaruddin Umar |
Tidak sedikit jumlah tempat ibadah tersebut menjadi markas dan pusat bela negara bahkan menjadi pusat pergerakan umat dalam memperjuangkan kemerdekaan. Tidak heran kalau di zaman penjajahan Belanda dan Jepang selalu menjadi salah satu pusat perhatian yang menyedot energi mereka.
Ternyata bukan hanya di Indonesia, di negara-negara lain seperti di Timur Tengah, masjid juga selalu menjadi pusat bela negara dalam menumpas penjajahan. Tidak sedikit jumlah masjid dan mushalla di Indonesia yang rusak, hancur, dan dibakar lantaran rumah ibadah ini dijadikan benteng perlindungan umat.
Rumah ibadah sebagai pusat bela negara amat dahsyat, karena memiliki daya motivasi yang luar biasa. Jika rumah ibadah menjadi simbol perjuangan dalam bela negara, maka pemandangannya seperti yang pernah terjadi di zaman revolusi kemerdekaan negeri kita. Beduk-beduk masjid dan lonceng-lonceng gereja dan klenteng menggelorakan semangat umat dan rumah-rumah ibadah menjadi basis pengumpulan massa. Dengan teriakan dan jargon Allahu Akbar, bisa menciutkan nyali tentara kolonial. Sebab, jika perjuangan sudah menggunakan bahasa agama, maka yang akan muncul ialah: 'Isy kariman au mut syahidan (hidup mulia atau mati syahid).
Masjid Nabi dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Selain digunakan untuk berbagai kepentingan kemanusiaan dan kemasyarakatan, masjid Nabi secara khusus sering digunakan sebagai tempat latihan militer, latihan perang-perangan, dan latihan bela diri, guna memperkuat keterampilan umat dalam membela diri dan menghadapi musuh. Taktik, strategi, dan teknik-teknik peperangan dengan mendatangkan penasihat militer profesional dibahas dan digladiresikkan di masjid. Sudah barang tentu di dalamnya ada berbagai jenis persenjataan, baik ringan maupun berat.
Masjid Nabi dalam kondisi dan keadaan tertentu berfungsi sebagaimana layaknya camp militer, yang di dalamnya tersimpan berbagai macam jenis senjata dan amunisi. Penasehat militer Nabi yang terkenal dengan nama Salman Al-Farisi, merancang teknik peperangan dan bela negara (umat) di masjid. Ia pernah mengusulkan kepada Nabi agar benteng yang dibuat untuk melindungi komunitas Madinah ialah menggali parit (khandaq), bukannya membangun benteng yang tinggi. Selain biayanya murah juga dapat dikerjakan dengan mudah dan cepat. Nabi pun menerima usulan itu dan ternyata efektif sekali karena benteng itu tidak bisa diloncati kuda-kuda musuh.
Di masjid, Nabi pernah menginstruksikan umatnya agar mengajarkan anak-anaknya memanah, menunggang kuda, belajar berenang, dan latihan memanjat pohon atau tebing. Selain berfungsi sebagai olahraga, juga penting artinya untuk pembelaan negara dan umat. Nabi sendiri sangat terampil olahraga bela diri. Suatu waktu ketika masih di Mekah, ia diminta menantang si juara bertahan tak terkalahkan, Rukanah namanya, dalam olahraga gulat tradisional Arab. Rukanah yang tinggi besar dibanting dan di-KO Nabi dalam ronde ketiga, di depan penonton yang amat ramai. Sejak itu Rukanah mengurungkan niat untuk melanjutkan hobinya sebagai pegulat profesional. Walaupun tubuh Nabi relatif kecil dibanding Rukanah, tetapi keterampilan yang dimiliki Nabi membuat Rukanah bertekuk lutut.
Masjid sebagai pusat bela Negara perlu mendapatkan perhatian khusus bagi kita semua. Mesjid dan mushalla saja berjumlah sekitar 800 ribu bertebaran di tengah-tengah masyarakat dalam wilayah kesatuan RI. Jika ini diprogram sebagai pusat bela Negara, maka akan sangat efektif dan efisien. Yang penting fungsi utama rumah ibadah sebagai pusat ibadah mahdhah tidak terganggu dan hal ini bisa diatur. Agak ironis jika dahulu masjid menjadi pusat pergerakan untuk meraih kemerdekaan, kemudian menjadi pusat bela negara mengawal NKRI, tiba-tiba ada masjid digunakan untuk merongrong kewibawaan negara. Masjid dan NKRI sudah merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan oleh apapun. (rmol)
Masjid Nabi dapat dijadikan contoh dalam hal ini. Selain digunakan untuk berbagai kepentingan kemanusiaan dan kemasyarakatan, masjid Nabi secara khusus sering digunakan sebagai tempat latihan militer, latihan perang-perangan, dan latihan bela diri, guna memperkuat keterampilan umat dalam membela diri dan menghadapi musuh. Taktik, strategi, dan teknik-teknik peperangan dengan mendatangkan penasihat militer profesional dibahas dan digladiresikkan di masjid. Sudah barang tentu di dalamnya ada berbagai jenis persenjataan, baik ringan maupun berat.
Masjid Nabi dalam kondisi dan keadaan tertentu berfungsi sebagaimana layaknya camp militer, yang di dalamnya tersimpan berbagai macam jenis senjata dan amunisi. Penasehat militer Nabi yang terkenal dengan nama Salman Al-Farisi, merancang teknik peperangan dan bela negara (umat) di masjid. Ia pernah mengusulkan kepada Nabi agar benteng yang dibuat untuk melindungi komunitas Madinah ialah menggali parit (khandaq), bukannya membangun benteng yang tinggi. Selain biayanya murah juga dapat dikerjakan dengan mudah dan cepat. Nabi pun menerima usulan itu dan ternyata efektif sekali karena benteng itu tidak bisa diloncati kuda-kuda musuh.
Di masjid, Nabi pernah menginstruksikan umatnya agar mengajarkan anak-anaknya memanah, menunggang kuda, belajar berenang, dan latihan memanjat pohon atau tebing. Selain berfungsi sebagai olahraga, juga penting artinya untuk pembelaan negara dan umat. Nabi sendiri sangat terampil olahraga bela diri. Suatu waktu ketika masih di Mekah, ia diminta menantang si juara bertahan tak terkalahkan, Rukanah namanya, dalam olahraga gulat tradisional Arab. Rukanah yang tinggi besar dibanting dan di-KO Nabi dalam ronde ketiga, di depan penonton yang amat ramai. Sejak itu Rukanah mengurungkan niat untuk melanjutkan hobinya sebagai pegulat profesional. Walaupun tubuh Nabi relatif kecil dibanding Rukanah, tetapi keterampilan yang dimiliki Nabi membuat Rukanah bertekuk lutut.
Masjid sebagai pusat bela Negara perlu mendapatkan perhatian khusus bagi kita semua. Mesjid dan mushalla saja berjumlah sekitar 800 ribu bertebaran di tengah-tengah masyarakat dalam wilayah kesatuan RI. Jika ini diprogram sebagai pusat bela Negara, maka akan sangat efektif dan efisien. Yang penting fungsi utama rumah ibadah sebagai pusat ibadah mahdhah tidak terganggu dan hal ini bisa diatur. Agak ironis jika dahulu masjid menjadi pusat pergerakan untuk meraih kemerdekaan, kemudian menjadi pusat bela negara mengawal NKRI, tiba-tiba ada masjid digunakan untuk merongrong kewibawaan negara. Masjid dan NKRI sudah merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan oleh apapun. (rmol)