Menjelang Pemilu 2024, politisi dan partai politik sibuk menyusun strategi pemenangan. Setiap mereka tentu saja berlomba-lomba menjadi kampiun pada pesta demokrasi lima tahunan itu.
Politisi dan parpol perlahan mulai mengeluarkan jurus ampuh dan mengerahkan seluruh kekuatan dan kemampuan demi mendapatkan tempat di hati masyarakat. Berharap bisa dipilih oleh masyarakat pemilih.
Kerja-kerja pemenangan mulai dari memperkuat internal partai agar bisa menyisir suara sebanyak mungkin di masyarakat, penguatan dan membentuk sistem di tim pemenangan sehingga hasilnya maksimal, hingga memetakan simpul-simpul strategis di masyarakat untuk menjadi tim sukses menjadi pekerjaan yang wajib dilakukan para politisi dan parpol menjelang Pemilu.
Salah satu yang kerap menjadi target mereka adalah para kepala desa dan aparatnya. Mengapa? Karena kepala desa dan aparatnya merupakan simpul pemerintah paling bawah yang berhubungan langsung dengan masyarakat akar rumput.
Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa kepala desa berkedudukan sebagai kepala pemerintah desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintah desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Mengingat posisinya yang strategis untuk bisa mempengaruhi masyarakat akar rumput, maka tentu tidak heran jika para politisi dan parpol ramai-ramai mengincar mereka untuk membantu kerja-kerja pemenangan.
Akibatnya, terjadi keresahan di lingkungan masyarakat bahwa menjelang Pemilu atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), banyak sekali ditemukan keberpihakan kepala desa kepada salah satu politisi, parpol dan kandidat calon kepala daerah.
Apakah Boleh Jadi Tim Kampanye?
Meski dibujuk rayu oleh politisi dan parpol, namun kepala desa dan aparatnya harus lihai memahami kedudukannya serta apa saja yang menjadi larangannya dalam bertugas.
Mengapa? Karena akibat ketidaktahuan ataupun kesengajaan menjadi tim kampanye Pemilu bisa saja berujung mendekam di balik jeruji besi.
Jangan sampai seperti cerita kepala desa di Mojokerto, Provinsi Jawa Timur yang diketahui terbukti menjadi tim kampanye saat tahapan Pemilu 2019 lalu. Ia terpaksa dipenjara karena terbukti melanggar UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Perlu diingat bahwa kepala desa, perangkat desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tidak boleh menjadi tim kampanye saat Pemilu 2024 mendatang.
Dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, terutama Pasal 280 ayat (2) menyebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan: (h) kepala desa, (i) perangkat desa, (j) anggota Badan Permusyawaratan Desa.
Tidak hanya itu, larangan bagi kepala desa dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa juga tertuang dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Lebih kerucut lagi berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Tidak sampai di situ saja aturan yang melarang kepala desa dan aparatnya dalam prosesi pesta demokrasi. Pasal 70 ayat (1) huruf c UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah menegaskan, kampanye pasangan calon kepala daerah dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan.
Sebab itu, keberadaannya tentu saja dituntut untuk netral dan dilarang terlibat atau mendukung salah satu politisi, parpol dan kandidat calon kepala daerah.
Lantas apakah ada sanksi? Tentu jawabannya ada. Dalam UU Desa mengatur bahwa kepala desa dan perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan ikut serta dan atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan atau pemilihan kepala daerah.
Tidak hanya itu, jika terbukti menjadi tim kampanye saat tahapan Pemilu, maka jelas sudah jelas diatur UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 490.
Di situ disebutkan "Setiap kepala desa dan perangkatnya atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama
satu tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000.
Banyaknya aturan yang melarang kepala Desa dan Perangka desa intuk terlibat langsung dalam simbol-simbol pemenangan salah satu calon kepala daera.
Namun oknum kaur Desa Lubuk Gaung yang berinisial RD atau biasa disapa Dewit diduga terlibat politik praktis. Dalam postingan di Grup Whatsap Batang Masumai City Oknum kaur tersebut memposting video kampaye Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Merangin Nomor Urut 2 yakin, Shukur - Khafid ( SUKA).
Sampai berita ini di terbitlan awak media ini belum bisa comfirmasi dengan pihak Bawaslu Merangin.
Posting Komentar untuk "Oknum Kaur ( RD) Desa Lubuk Gaung Terlibat Dalam Tim Sukses Calon Bupati"