-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Kabid Humas Polda Metro Jaya : Pemalsu Surat Vaksin Bisa Dipidanakan

    Redaksi
    Rabu, 21 Juli 2021, Juli 21, 2021 WIB Last Updated 2021-07-21T05:04:18Z

    Ads:

    Kabid Humas Polda Metro Jaya : Pemalsu Surat Vaksin Bisa Dipidanakan



    Jakarta, Indometro.id - 
    Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes  Pol Yusri Yunus memastikan masyarakat yang memesan surat keterangan vaksin, tes usap antigen, dan tes usap "PCR" palsu bisa dijerat hukuman pidana.
    "Kepada orang-orang yang memesan kami akan lacak semuanya karena dia bisa dipersangkakan di sini," kata Yusri saat jumpa pers di Jakarta, Senin (19/7/2021).
     
    Menurut Yusri, pihak yang memesan surat palsu ini bisa dipidanakan dengan pasal tentang pemalsuan data otentik.
    "Dalam KUHP juga ada Pasal 264 tentang pemalsuan data otentik, ini bisa kita jerat," kata Yusri, seperti dikutip dari ANTARA, Rabu (21/7).
    ​​
     
    Sejauh ini, lanjut Yusri, surat keterangan vaksin PCR dan tes usap antigen palsu ini biasa dibeli oleh para karyawan untuk syarat perjalanan kerja.
    Bahkan, tak jarang karyawan minta surat keterangan positif COVID-19 agar bisa isolasi mandiri dan tidak bekerja.
     
    "Bahkan kemarin ada yang minta bukan negatif, tapi positif untuk kantornya dengan alasan untuk tidak masuk kantor," kata Yusri.
    Yusri berharap warga tidak melakukan hal tersebut karena berpotensi memperluas penyebaran virus sehingga membahayakan orang lain.
     
    Diketahui, Polda Metro Jaya mengungkap kasus praktek penjualan surat keterangan vaksin, PCR, dan antigen palsu dengan tersangka RAR dan TMT.
    Yusri mengatakan kedua tersangka memasarkan jasa pembuatan surat palsu itu melalui media sosial.
     
    "Modus operandi dia menawarkan surat hasil antigen, PCR dan vaksin palsu melalui facebook miliknya dengan nama Rani Maharani," kata Yusri.

    Nanti sistem pembayaran melalui WA, ada transfer di sana atau melalui "top up" pulsa dengan beragam nilainya ada Rp50.000, Rp70.000 atau Rp100.000 tergantung pemesanan.
    Warga yang menggunakan jasa ini, lanjut Yusri, biasanya adalah para pegawai yang diharuskan memiliki surat keterangan tersebut untuk perjalanan kerja.
     
    Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 35 Juncto Pasal 51 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

    (sumber : ANTARA)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini