Foto: |
Politisi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu menjelaskan, pada akhir bulan Agustus tahun 1997 lalu, nilai tukar rupiah mencapai Rp 2.500 per dolar AS. D saat itu, Upah Minumum Regional (UMR) DKI Jakarta hanya Rp 172.500 per bulan atau sekitar 69 dolar AS per bulan.
Namun dari akhir Agustus 1997 hingga Januari sampai Juli 1998, kondisi ekonomi kian terus memburuk. Nilai tukar rupiah terus naik hingga Rp 16.800. Parahnya, UMR DKI masih di kisaran Rp 192 ribu per bulan atau 11,4 dolar AS.
"Dari 1997 ke 1998 kenaikan UMR hanya Rp 20 ribu atau sekitar 13 persen sementara kenaikan nilai dolar mencapai 600 persen," jelas Adian dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jumat (20/7).
Situasi ekonomi yang kian memburuk saat itu, kata dia, membuat banyak perusahaan gulung tikar yang mengakibatkan PHK massal. Dampaknya daya beli masyarakat sangat menurun.
Situasi ketika itu, menurut dia, sangat jauh berbeda dengan kondisi ekonomi di era pemerintahan sekarang ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebab, saat awal dilantik, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai Rp 12.200 dengan UMR DKI sebesar Rp 2.441.000 per bulan atau 200 dolar AS per bulan.
Diakuinya pada bulan Juli tahun 2018 lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat hingga Rp.14.400. Namun UMR DKI saat ini sudah mencapai Rp 3.648.000 per bulan atau setara dengan 253 dolar AS.
Oktober 2014 hingga Juli 2018, papar dia, dolar hanya naik Rp 2.200 atau 18 persen. Sementara kenaikan UMR DKI dari Rp 2.441.000 menjadi Rp 3.648.000 atau 49 persen dari Oktober 2014.
"Jika dikonversi dengan dolar maka dari tahun 2014 hingga 2018 UMR naik 26 persen dari 200 dolar menjadi 253 dolar," urai anggota Komisi VII DPR ini.(rmol)
Namun dari akhir Agustus 1997 hingga Januari sampai Juli 1998, kondisi ekonomi kian terus memburuk. Nilai tukar rupiah terus naik hingga Rp 16.800. Parahnya, UMR DKI masih di kisaran Rp 192 ribu per bulan atau 11,4 dolar AS.
"Dari 1997 ke 1998 kenaikan UMR hanya Rp 20 ribu atau sekitar 13 persen sementara kenaikan nilai dolar mencapai 600 persen," jelas Adian dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jumat (20/7).
Situasi ekonomi yang kian memburuk saat itu, kata dia, membuat banyak perusahaan gulung tikar yang mengakibatkan PHK massal. Dampaknya daya beli masyarakat sangat menurun.
Situasi ketika itu, menurut dia, sangat jauh berbeda dengan kondisi ekonomi di era pemerintahan sekarang ini di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Sebab, saat awal dilantik, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai Rp 12.200 dengan UMR DKI sebesar Rp 2.441.000 per bulan atau 200 dolar AS per bulan.
Diakuinya pada bulan Juli tahun 2018 lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat hingga Rp.14.400. Namun UMR DKI saat ini sudah mencapai Rp 3.648.000 per bulan atau setara dengan 253 dolar AS.
Oktober 2014 hingga Juli 2018, papar dia, dolar hanya naik Rp 2.200 atau 18 persen. Sementara kenaikan UMR DKI dari Rp 2.441.000 menjadi Rp 3.648.000 atau 49 persen dari Oktober 2014.
"Jika dikonversi dengan dolar maka dari tahun 2014 hingga 2018 UMR naik 26 persen dari 200 dolar menjadi 253 dolar," urai anggota Komisi VII DPR ini.(rmol)
Posting Komentar untuk "PDIP: 1997-1998 Kenaikan UMR Hanya Rp 20 Ribu, Sekarang 600 Persen"