Ketua Yayasan Santu Paulus Ruteng (YASPAR), Romo Ledobaldus Roling Mujur
Ruteng, NTT, Indometro.id — Suasana haru dan sukacita menyelimuti Aula GUT lantai 5 Universitas Katolik Indonesia (Unika) Santu Paulus Ruteng, Sabtu (1/11/2025), saat 1.075 lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) Guru Tertentu Periode II Tahun 2025 resmi dikukuhkan sebagai guru profesional.
Acara yang berlangsung secara hybrid (daring dan luring) ini dihadiri oleh Rektor Unika, jajaran dekan, dosen, guru pamong, dan perwakilan pemerintah daerah. Tak sekadar seremoni akademik, momentum ini menjadi ruang refleksi kemanusiaan dan spiritualitas guru melalui pesan inspiratif dari Dekan FKIP Yohanes Mariano Dangku, S.Fil., M.Pd., dan Ketua Yayasan Santu Paulus Ruteng (YASPAR), Romo Ledobaldus Roling Mujur.
Panggilan Guru sebagai Misi Profetik
Dalam sambutannya, Dekan FKIP Yohanes Mariano Dangku menegaskan bahwa pengukuhan ini bukan sekadar menandai kelulusan akademik, melainkan peneguhan panggilan profetik seorang pendidik.
“Profesionalisme memiliki akar yang sama dengan profet. Maka, menjadi guru adalah mengikuti jejak para nabi — mengajarkan kebenaran, menuntun murid berkarakter, dan menjadi nyala lilin kecil di tengah zaman yang gelap,” ungkap Yohanes Mariano Dangku, S.Fil., M.Pd.
Ia menekankan bahwa profesi guru bukan sekadar penyampai informasi, tetapi suara yang membangkitkan semangat dan menyalakan nalar kemanusiaan.
Di tengah era meta-digital, guru harus mampu memadukan inovasi teknologi dengan empati dan kasih, agar pendidikan tetap menumbuhkan hati dan karakter, bukan sekadar kecerdasan logika.
Sekolah sebagai Keluarga Kedua
Yohanes juga mengutip gagasan Paus Leo XIV mengenai pendidikan yang berakar pada nilai kemanusiaan.
“Sekolah adalah keluarga kedua bagi murid. Di sana mereka harus merasa aman, diterima, dan dicintai,” ujarnya.
Ia memperkenalkan istilah Latin Schola Alter Familia — sekolah sebagai keluarga lain bagi peserta didik.
“Hadirlah sebagai ayah dan ibu bagi murid, serta saudara bagi rekan kerja. Pendidikan sejati tumbuh dari cinta dan kebersamaan,” tambahnya.
Sebagai penutup, Dekan FKIP berpesan agar para lulusan terus menumbuhkan semangat edukatif, transformatif, dan kolaboratif di sekolah masing-masing.
“Tamat dari PPG bukan akhir, tapi awal pengabdian. Kampus boleh di sini, tapi nama Unika Santu Paulus akan terus hidup dalam hati kalian,” pungkasnya disambut tepuk tangan meriah.
Dekan FKIP Unika St. Paulus Ruteng, Yohanes Mariano Dangku, S.Fil., M.Pd.
Guru Tak Akan Pernah Digantikan oleh Teknologi
Sementara itu, Ketua YASPAR Romo Ledobaldus Roling Mujur menyampaikan pesan humanis dan reflektif tentang pentingnya menjaga peran kemanusiaan guru di tengah derasnya arus digitalisasi.
Ia mengawali sambutannya dengan kisah sederhana tentang anak kecil yang lebih memilih naik lift daripada tangga.
“Kadang guru masih pakai pola lama, mau naik tangga. Tapi anak lima tahun sudah dengan pola baru, pakai teknologi. Guru di era digital harus belajar naik lift, bukan hanya tangga,” katanya disambut tawa hadirin.
Namun di balik humor itu, Romo Roling menegaskan bahwa profesi guru tak akan pernah bisa digantikan oleh mesin.
“Banyak profesi hilang karena teknologi, tapi tidak profesi guru. Jiwa hanya bisa disentuh oleh cinta — dan itu hanya dimiliki manusia,” tegasnya.
Menurutnya, pendidikan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat dijalankan oleh algoritma atau sistem otomatis.
“Teknologi bisa menghitung, tapi tidak bisa mengasihi. Hanya guru yang mampu menyentuh hati murid dengan cinta dan perhatian,” ujarnya lembut.
Menjaga Relasi Manusiawi di Era Maya
Romo Roling juga menyinggung pentingnya ruang fisik dan interaksi nyata dalam pendidikan.
“Ruang digital itu baik, tapi tidak cukup membuat kita menjadi manusia. Kita butuh ruang fisik tempat bertemu, saling sapa, dan membangun cinta kasih yang nyata,” katanya.
Dengan gaya humor khasnya, ia menambahkan:
“Jangan sampai cinta datang dari Facebook turun ke hati, tapi kecewa setelah bertemu karena mukanya beda,” ujarnya disambut tawa peserta.
Ia turut menyampaikan apresiasi kepada seluruh panitia, dosen, guru pamong, dan pemerintah daerah Manggarai Raya yang telah berperan dalam kesuksesan penyelenggaraan PPG.
Guru: Pelita Kemanusiaan di Era Digital
Kedua tokoh itu, meski berbicara dari perspektif berbeda, menegaskan hal yang sama: guru adalah pembawa cahaya kemanusiaan di tengah dunia yang semakin digital.
Dari Aula GUT lantai 5 hingga ruang daring di seluruh daerah, pesan mereka menggema:
“Teknologi boleh canggih, tapi tidak bisa menggantikan hati. Guru adalah jiwa dari pendidikan itu sendiri.”
Acara pengukuhan pun berakhir dengan suasana penuh haru dan bangga — menegaskan kembali bahwa guru tetap menjadi pelita di tengah perubahan zaman. (****)




Posting Komentar untuk "Guru Tak Tergantikan oleh Teknologi, Ketua YASPAR dan Dekan FKIP Unika Ruteng Sampaikan Pesan Humanis di Pengukuhan PPG 2025"