Asahan, Indometro.id -
So Huan alias Lau Kha Ho (57) suami dari Julianty,SE yang sering berkonflik dengan sejumlah orang ternyata pernah dihukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungbalai.
So Huan warga Jalan Kail no 88 Link IV Sei Mati Kel Sei Mati Kecamatan Medan Labuhan menjalani hukuman pidana selama 1 bulan masa percobaan 2 bulan karena terbukti menganiaya seorang wanita bernama Desi Suyono di gudang yang berlokasi di atas tanah kuasa dari Sutanto di Dusun V Desa Asahan Mati Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara ( SIPP) Pengadilan Negeri Tanjungbalai Asahan, Senin (19/5/2025) putusan terhadap So Huan tersebut dibacakan hakim dihadapan Penuntut Umum diwakili penyidik Putra Wijaya dan Michael Samosir serta terdakwa So Huan pada Rabu, 23 April 2022.
Menurut hakim , terdakwa So Huan terbukti melanggar pasal 352 ayat 1 KUHPidana.
Perbuatan penganiayaan itu dilakukan So Huan pada Senin 20 September 2021 sekira pukul 11.30 WIB di Dusun V Desa Asahan Mati Kecamatan Tanjung Balai Kabupaten Asahan.
Saat itu Desi Mulyono (korban penganiayaan) mendatangi gudang bersama 8 orang lainnya. Diduga kedatangan Desy memantau bisnis terdakwa dengan rekan bisnis yang diduga terjadi masalah.
Korban risih karena kedatangan mereka direkam oleh terdakwa So Huan pakai ponselnya hingga diprotes korban, So Huan tak terima langsung naik darah dan menampar korban.
Merasa tersakiti, akhirnya Desi pun mengadu ke Polsek Sei Kepayang dan diteruskan ke Polres Asahan. Akhirnya So Huan pun diadili di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Asahan.
"Selain itu, So Huan juga pernah terlibat konflik dengan Surya Long, seorang warga Jakarta. So Huan melaporkan Surya Long ke Polres Asahan karena Surya Long memotret aktivitas So Huan."
Ironisnya So Huan akhirnya berdamai dengan Surya Long dengan alasan tidak ingin melanjutkan proses hukum lebih lanjut. Tak diketahui pasti apakah ada uang perdamaian agar perkara tersebut tidak sampai ke pengadilan.
Selanjutnya So Huan kembali cari masalah dengan Kuasa Hukum Sutanto. So Huan melaporkan Kuasa Hukum Sutanto tersebut ke Peradi Medan dengan alasan melanggar kode etik. Pengacara itu dituduh naik keatas Beko saat sedang eksekusi pengosongan bangunan di atas lahan dengan sertifikat SHM No 74. Padahal pemilik beko tidak keberatan, hanya So Huan saja yang mencari masalah.
Namun laporan So Huan tersebut kandas, karena Majelis Kehormatan Peradi menyimpulkan tidak ada pelanggaran kode etik dari laporan So Huan.
"Kenapa So Huan yang protes, sedangkan pemilik beko saja tidak keberatan.Wajarlah laporan So Huan ditolak," ujarnya.
Bermasalah Lagi
So Huan selaku pemilik PT Anugrah Prima Indonesia (API) sempat bermasalah dengan Pemko Medan.
Dilansir dari ogenews.com, So Huan tahun 2020 pernah membuka usaha Pakan Ternak dengan menyewa lokasi di Mabar.
Tapi usaha So Huan tidak berjalan mulus, karena warga sekitar protes sebab usaha So Huan menimbulkan bau tidak sedap sehingga mengganggu lingkungan .Ternyata usaha So Huan tersebut tidak punya izin lingkungan dari Pemko Medan, sehingga usaha So Huan disegel dan ditutup.
Ironisnya, So Huan malah mengadu seolah-olah Pemko Medan menghalangi usahanya.Belakangan diketahui bahwa usaha So Huan ditutup karena tidak punya izin lingkungan hidup dari Pemko Medan.
"Luar biasa ini So Huan sudah membuka usaha tanpa izin tapi masih menyalahkan Pemko Medan lagi " ujar warga disekitar pabrik So Huan.
Tanah Orang Dijual
Ironis lagi, sertifikat SHM No 74 yang bukan lagi milik Julianty akan dijual kepada seorang warga di Tanjungbalai seharga Rp 1,1 miliar.Tapi karena pembeli diduga tidak bisa menguasai tanah tersebut , Julianty pun kabarnya dilaporkan ke Polres Asahan.
"Luar biasa, pasutri ini tanah orang lain pun mau dijualnya. Sepantasnya pasutri itu dijadikan tersangka karena diduga telah merugikan pembeli," ujar Sutanto.
Menurut Sutanto, terhadap persoalan tanah tersebut pasutri itu sempat dilaporkan ke Poldasu.Tapi penyidik menyarankan tempuh gugatan perdata. Sehingga Sutanto menggugat Pasutri itu ke PN Tanjungbalai.
So Huan dan istrinya juga digugat oleh Sutanto di PN Tanjungbalai. So Huan dan istrinya Julianty terbukti melawan hukum karena melakukan jual beli sebidang tanah SHM No 74 dari Wahab Ardianto.
Padahal uang pembelian tanah tersebut berasal dari uang Sutanto.Tapi secara akal licik So Huan membuat SHM No 74 atas nama istrinya Julianty.
Akhirnya jual beli Julianty dengan Wahab Ardianto tersebut dibatalkan pengadilan dan hakim memerintahkan BPN memproses balik nama dari Julianty kepada Sutanto.
Selain itu, hakim juga memerintahkan kepada So Huan, Julianty serta BPN Asahan tidak boleh mengalihkan atau merubah fungsi SHM No 74 sebagai objek perkara.
Tapi secara akal licik pasutri itu mengajukan pemecahan SHM No 74 itu menjadi 4 bagian. Akibatnya Julianty suaminya dan BPN Asahan dilaporkan Sutanto ke Polres Asahan dengan sangkaan membuat keterangan palsu.
Setelah adanya putusan kasasi dan objek perkara sudah dieksekusi pengadilan, So Huan kembali mencari masalah lagi dan menyebut adanya pemalsuan.
"Tuduhan tersebut hanya mengada- ada karena semua pembuktian tersebut sudah diuji di pengadilan.Kalau ada dugaan pemalsuan kenapa So Huan tidak mempersoalkannya saat perkara itu sedang bergulir di pengadilan," ujar nelayan itu.
"Saya menduga laporan itu hanya trik So Huan agar proses hukum yang sudah berjalan ingin dikaburkannya lagi," ujar ayah tiga anak tersebut.
Minta Keadilan
Tentang Julianty (So Huan ) mengadukan Sutanto soal dugaan pemalsuan pembatalan SHM No 74 di Polda Sumut, menurut Sutanto merupakan hanya jebakan saja yang diduga dilakukan So Huan, Julianty dan oknum BPN Asahan setelah kalah berperkara di pengadilan.
"Saya melihat So Huan yang meneken surat pembatalan SHM No 74 tersebut setelah disuruh Julianty. So Huan meneken surat tersebut di Desa Asahan Mati," ujar Sutanto.
Tapi belakangan, malah Sutanto yang dilaporkan Julianty membuat surat palsu terkait pembatalan SHM No 74 tersebut." Apa mungkin BPN Asahan mau menerima surat pembatalan dari Sutanto. Kalau diterima ya seharusnya orang BPN lebih dulu jadi tersangka," ujar Sutanto.
Menurut dia, surat pembatalan itu diteken So Huan atas persetujuan Julianty. Buktinya setelah pembatalan tersebut, Julianty mengajukan pemecahan SHM No 74 menjadi 4 bagian.
"Kalau SHM No 74 tersebut milik Julianty kenapa harus dipecah juga atas nama Julianty. Tapi karena SHM No 74 tersebut milik Sutanto berdasarkan putusan pengadilan, maka Julianty ingin menghilangkan keberadaan SHM No 74 sebagai sertifikat induk," ujar Sutanto.
Bermasalah dengan Notaris
So Huan juga pernah bermasalah dengan Bambang rekan sesama Notaris di Asahan. Pasalnya Bambang disuruh So Huan dan Julianty membuat Surat Kuasa untuk mengecek SHM No 74 di BPN Asahan.
Ternyata setelah Surat Kuasa tersebut diteken So Huan diatas nama istrinya Julianty malah Bambang dilaporkan ke Poldasu dengan tuduhan pemalsuan tandatangan.
" Kasus Bambang hampir sama dengan saya.Permohonan pembatalan SHM No 74 diteken So Huan dan diketahui Julianty.Tapi saya dilaporkan pemalsuan," ujar Sutanto
Karena itu Sutanto dan Bambang berharap Kapolri dan Propam Mabes Polri menaruh perhatian serius terhadap perkara ini agar penegakan hukum bisa mewujudkan rasa keadilan.
"Kalau So Huan dibantu istrinya yang diduga memalsukan seharusnya pasutri itu yang dijadikan tersangka, bukan kami yang menjadi korban jebakan mereka malah yang dijadikan tersangka, " ujarnya.
Sebaliknya Sutanto berharap Kapoldasu juga mengawasi dan mengawal perkara ini agar tidak terjadi orang yang terzolimi karena ulah pasutri itu.
Menyikapi terkait keberadaan usaha pengolahan gurita diduga tanpa izin di Desa Asahan Mati, Ketua LSM Sopan Tanjungbalai mendesak pihak pemerintah dan aparat terkait untuk segera menutup usaha yang tidak memiliki ijin tersebut.
Kita mendesak Pemkab Asahan dan pihak terkait untuk menutup usaha pengolahan gurita yang disebut sebut milik So Huan yang beroperasi di gudang garam di Asahan Mati, Kecamatan Tanjungbalai Asahan. Selain tak punya ijin usaha, pengolahan gurita itu sangat berdampak buruk terhadap lingkungan.
Karena pengolahan gurita itu tentu punya limbah dan limbahnya kita duga dibuang langsung ke Sungai Asahan, akibatnya sungai tercemar dan mengancam kesehatan masyarakat maupun lingkungan yang terdampak dari limbah tersebut.
Kabarnya usaha pengolahan gurita milik So Huan itu sudah berlangsung beberapa bulan ini dan berjalan mulus tanpa adanya tindakan pemerintah terkait. Padahal keberadaan gudang garam dan pengolahan gurita ini sudah mendapat perhatian serius dari aktivis yang telah menggelar aksi unjuk rasa mendesak Pemkab Asahan menutup usaha ilegal itu.
"Nyatanya, usaha ini tetap beroperasi tanpa adanya tindakan tegas. Jika tetap beroperasi, kami akan menyurati pihak terkait agar segera menutup usaha ilegal ini, mengingat dampaknya tidak hanya merusak lingkungan. Kami menantikan niat baik dari Pemkab Asahan untuk mengambil tindakan," tegas Ketua LSM Sopan Tanjungbalai, Didi, dalam wawancara dengan wartawan pada Rabu, 21 Mei 2025.
Bahkan Didi berencana akan melayangkan surat ke DPRD Asahan dan Pemkab Asahan agar usaha ilegal diduga milik So Huan untuk menutup aktifitas pengolahan gurita sebelum ada ijin resmi dari pemerintah. "Saya akan surati Pemkab Asahan dan DPRD secepatnya," tutup Didi.
Sebelumnya pada bulan 26 september 2024 bertempat di Polres Asahan So Huan mengaku akan mengembalikan tanah yang dieksekusi kepada pemilik yang sah Sutanto. Pengakuan itu dibuktikan dengan surat pernyataan ditandatangani So Huan diatas materai. Para saksi yang turut mendantangani yakni Pengadilan Negeri Tanjungbalai Osdik Sidauruk S.H., M.H., Kepala Desa Asahan Mati Z Sibarani, Camat Tanjungbalai Rizaldy Situmorang dan Kepala Dusun V Asahan Mati Suroso.
(Kabiro)
Posting Komentar untuk "Sering Berkonflik, Ternyata So Huan Pernah Dihukum 1 Bulan karena Aniaya Wanita"