-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Mantan Bupati Bandung Barat, Didakwa Terlibat Korupsi Bansos Sembako dan Terima Gratifikasi Proyek

    Rabu, 18 Agustus 2021, Agustus 18, 2021 WIB Last Updated 2021-08-19T08:39:04Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh


     


    Mantan Bupati Bandung Barat, Didakwa Terlibat Korupsi Bansos Sembako dan Terima Gratifikasi Proyek


    Jakarta, Indometro.id - 
    Mantan Bupati Bandung Barat periode tahun 2018-
    2023, Aa Umbara Sutisna didakwa telah melakukan dugaan korupsi Anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) pada APBD Kabupaten Bandung Barat Tahun Anggaran 2020, untuk penyedia paket pengadaan barang Tanggap Darurat Bencana Pandemi Covid 19 pada 
    Dinas Sosial Kab. Bandung Barat dengan Anggaran sebesar Rp52.151.200.000.

    Pada Maret 2020, ketika bencana pandemi Covid-19 mulai mewabah di Indonesia, untuk menanggulangi dampaknya pemerintah daerah diwajibkan menyediakan anggaran untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dengan melakukan penyesuaian alokasi anggaran APBD tahun 2020 pada Belanja Tidak Terduga (BTT).

    "Bahwa perbuatan terdakwa selaku Bupati Bandung Barat yang ditugaskan untuk mengawasi pengadaan barang/ jasa dalam keadaan darurat, namun ternyata terdakwa ikut mengatur penyedia paket pengadaan barang Tanggap Darurat Bencana Pandemi Covid 19 pada Dinas Sosial Kab. Bandung Barat TA. 2020," ucap Tim Anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU), Budi Nugraha, di Pengadilan Negeri Bandung, melalui rilis KPK yang diterima Indometro, Rabu, (18/8/2021). 

    Jaksa mendakwa Aa Umbara Sutisna dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama, Aa Umbara didakwa terlibat pengaturan penyedia paket bansos dengan menunjuk pemilik PT Jagat Dir Gantara, CV Sentral Sayuran Garden City Lembang, Totoh Gunawan, mengikutsertakan Anak Aa Umbara Sutisna yaitu, Andri Wibawa, Denny Indra Mulyana, Hardy Febrian Sobana dan Istri Siri Aa Umbara Sutisna yaitu, Diane Yuliandari untuk mendapatkan bagian pengadaan paket barang Tanggap Darurat Bencana Pandemi Covid 19 pada Dinas Sosial Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat tahun 2020.

    "Namun dalam mewujudkan program Bansos tersebut karena terdakwa menginginkan adanya keuntungan bagi dirinya dan keluarganya, maka terdakwa menunjuk penyedia paket Bansos adalah orang-orang terdekat terdakwa dan keluarga terdakwa," jelas Budi. 

    Padahal penunjukkan langsung penyedia barang Tanggap Darurat Bencana Covid-19 adalah tugasnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

    Kemudian, Aa Umbara Sutisna, merencanakan akan melakukan pemberian bantuan sosial (Bansos) berupa paket bahan pokok / sembako kepada masyarakat Kabupaten Bandung Barat yang terdampak pandemi Covid-19 sebanyak 120.000 paket sembako melalui Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat.

    Dan masing masing untuk kegiatan Jaring Pengaman Sosial (JPS) senilai Rp300 ribu per paket sembako dan untuk kegiatan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) senilai Rp250 ribu per paket sembako dengan syarat harus menyisihkan sebesar 6 persen dari total keuntungan bagi diri terdakwa.

    Dari 6 kali pengadaan paket bansos dengan jumlah seluruhnya 55.378 paket sembako senilai Rp15.948.750.000 yang didapat oleh M. Totoh Gunawan, ia mendapatkan keuntungan sebesar Rp3.405.815.000.

    Untuk Andri Wibawa dengan menggunakan CV Jayakusuma Cipta Mandiri dan CV Satria Jakatamilung mendapatkan 4 kali pengadaan dengan jumlah sebanyak 120.675 paket sembako senilai Rp36.202.500.000.

    Atas pengadaan paket bansos tersebut Andri Wibawa menerima keuntungan sebesar Rp2.600.000.000 dan Diane Yuliandari bersama Dicky Yuswandira mendapatkan keuntungan sebesar Rp188.000.000.

    Budi menilai perbuatan terdakwa Aa Umbara Sutisna telah bertentangan dengan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, 
    Kolusi dan Nepotisme. 

    Kemudian, bertentangan dengan Pasal 28 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    Lalu, Etika Pengadaan seperti tercantum di dalam Perpres No.16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 7 huruf 
    (g) dan (h). 

    Selain itu juga bertentangan dengan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadan Barang/Jasa Pemerintah nomor 13 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/jasa dalam Penanganan Keadaaan Darurat, Lampiran poin IV tentang Pengawasan yang melekat pada Kepala Daerah dan Lampiran poin II tentang Penyelesaian Pembayaran.

    Dan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 3 tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), poin E (1) dan (6). 

    Jaksa menilai, perbuatan terdakwa ini merupakan tindak pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf i Undang-
    Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. 

    Selanjutnya, dalam dakwaan kedua, Aa Umbara Sutisna didakwa telah menerima uang dan barang dengan jumlah seluruhnya senilai Rp2.419.315.000 pada tahun 2019 hingga Desember 2020 untuk kepentingan terdakwa dan keluarganya.

    "Yang berasal dari pemberian para Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat dan pihak-pihak lainnya terkait mutasi, promosi dan mempertahankan jabatan struktural serta terkait proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat yang dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatannya," ungkap Jaksa. 

    Hal itu merupakan perbuatan gratifikasi yang tidak pernah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari kerja, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang.

    Sehingga dianggap merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Bupati Kabupaten Bandung Barat dan berlawanan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.  

    Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 B UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 
    ayat (1) KUHPidana.
    Sumber:KPK
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini