-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    >

    Temukan Kami DI Fb

    Jangan Sebut Penulis Jika Nulis Aja Belum Paham Tempatan Tanda Baca

    Kamis, 08 Juli 2021, Juli 08, 2021 WIB Last Updated 2021-07-09T01:43:05Z

    Ads:

     

              MUHAMAD YASIN : penulis/wartawan media online

    Literasi Nagekeo, indometro.id

    Penulis,  jurnalis atapun wartawan sering saja mendapat kritikan pembacanya ketika naskah informasi yang dipublikasikan kurang tepat, baik dari pemilihan gaya bahasa, huruf dan juga tanda baca.

    Bukan hal yang tidak mungkin, jika sebuah tulisan tentang informasi akan kehilangan subtansi yang sebenarnya. Pasalnya, tulisan yang diminati pembaca adalah pemilihan gaya bahasa yang menarik, penempatan huruf dan penempatan tanda baca yang tepat sesuai jeda atau irama membaca.

    Di zaman serba melineal ini dan juga didukung modernisasi teknologi, hampir didapati disetiap pelosok negeri banyak penulis-penulis handal namun, terlepas dari kehandalan itu juga, banyak penulis tidak secara seksama memperhatikan unsur utama yang menjadikan sebuah acuan karya jurnalistik.

    Misalnya saja penulisan sebuah berita atau informasi peristiwa. Penulisan dilebel informasi ini, diperlukan unsur keakuratan rumusan 5W + 1H. Jika tulisan tersebut satu unsur saja hilang, maka yang terjadi adalah subtansi informasi tidak dipahami secara baik oleh pembaca.

    Kerap juga, karya tulis jika penulisnya adalah seorang wartawan, tak jarang hasil tulisannya berujung hingga ke pengadilan Dewan Pers karena si penulis tak seksama menelisik lebih jauh hal apa saja yang akan dikonsumsi dalam sebuah karya tulis.

    “Kalau kamu bisa membaca, kamu pasti akan menulis. Dan setelah itu, kamu bisa hidup di mana saja, dipekerjaan apa saja.”

    Prinsip lain juga adalah prinsip 5R dalam menulis. Kelima R tersebut adalah read, riset, reliable, reflection, dan (w) rite. Seorang penulis wajib membaca, hakikatnya penulis adalah seorang pembaca yang baik. Tidak bisa menulis kalau tidak suka baca.

    Tulisan wajib berdasarkan data dan fakta. Demi mencari data dan fakta, tiap menulis buku, tuntutan minimal membaca 40-50 buku baru. Begitu pun dengan prinsip reliable, hasil riset membantu sebuah tulisan menjadi presisi dan dapat diandalkan.

    Setelah melewati tiga prinsip sebelumnya, maka tulisan dapat menjadi eflection. Suatu tulisan harus dapat dilihat dari berbagai perspektif, sehingga dapat memperkaya pembaca. Yang kemudian tak kalah penting adalah prinsip kelima, yakni (w)rite. Menulislah yang right atau yang benar. Yang benar menurut siapa? Tanyakan hati nurani kamu.

    Selain memenuhi prinsip 5R, sebelum menuangkan ide ke dalam tulisan, penulis dapat menggunakan teknik peta pikiran dengan membuat kerangka 5W1H, yakni apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana. Setelah peta pikiran tersebut selesai, maka langkah selanjutnya dapat dilakukan pemetaan dari bagian-bagian dari tubuh tulisan tersebut yang terdiri dari prolog, dialog, konflik, serta epilog.

    Menulis jika hati suka dan mengizinkan. Dengan demikian, untaian kata dapat terproses menjadi sebuah cerita yang utuh tanpa paksaan. Mainkan kata-kata sampai kamu senang untuk mengolah kata-kata tersebut. Setelah masuk ke dalam hati, maka tuangkan dalam tulisan. Sesuatu yang datang dari hati, akan diterima oleh hati juga.

    Dalam menulis, jangan terlalu berpikir besar. Ambil yang paling dekat, yang paling dikuasai, dan yang paling menyentuh hati untuk kemudian dirangkai menjadi sebuah tulisan. Sehingga, dirinya memilih untuk menulis apa yang paling diketahui, apa yang pernah dibaca, apa yang disaksikan oleh dirinya, serta dirasakan oleh inderanya sendiri.

    Mengenai orisinalitas dalam tulisan, penulis memiliki pandangannya tersendiri yang benar-benar asli di muka bumi ini, semua sudah pengulangan. Oleh karenanya, peran prinsip 5R memiliki peranan yang besar.

    (the punk-5 Marapokot)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini