Potret Pilkada 2018, Parpol Tidak Serius Usung Kepentingan Perempuan

Daftar Isi
Potret Pilkada 2018, Parpol Tidak Serius Usung Kepentingan Perempuan
Titi Anggraini
INDOMETRO.ID- Partai Golkar, Partai Demokrat dan PKB menjadi partai politik terbanyak yang tergabung dalam koalisi pengusung perempuan yang memenangkan Pilkada serentak 2018.



Partai Golkar tergabung dalam koalisi yang mengusung 17 (54.84) perempuan pemenang Pilkada 2018 disusul Partai Demokrat (14 dari 31 - 45.16 persen) dan PKB (13 dari 31 - 41.94 persen).

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini mengatakan, latar belakang 31 perempuan yang terpilih didominasi oleh mereka yang mempunyai jaringan kekerabatan (17 dari 31 - 54.84 persen), kader partai (15 dari 31 - 48.39 persen), eks dan anggota legislator (13 dari 31 - 41.94 persen), serta petahana (9 dari 31 - 29.03 persen).

"Empat hal ini konsisten mendominasi latar belakang perempuan kepala dan wakil kepala daerah terpilih dari pilkada ke pilkada," ujar Titi dalam keterangannya, Rabu (1/8).

Hal ini menunjukkan sempitnya basis rekrutmen partai politik. Parpol tidak punya suplai kader perempuan memadai. Kecenderungan ini terjadi karena parpol tidak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka.

"Akhirnya, partai politik hanya menempatkan perempuan dengan elektabilitas tinggi," sebut Titi.

Hanya ada 11 dari 31 perempuan terpilih (35.48 persen) yang memiliki visi, misi, dan program yang menyematkan kata perempuan, wanita, atau ibu. Meskipun visi, misi, dan program yang diusung calon kepala dan wakil kepala daerah ini menyemat kata perempuan atau wanita, perspektif gender belum menjadi bagian integral dari visi, misi, dan program tersebut.

Hal ini dapat dilihat misalnya dari visi, misi, program yang bersifat umum (seperti memperluas ruang bagi wanita) tanpa menjabarkanya lebih lanjut dalam turunan program yang bisa dilaksanakan.

"Hal ini menunjukkan bahwa isu perempuan disematkan begitu saja dalam visi, misi, dan program yang diusung dengan mengabaikan substansinya," terang Titi.

Pencomotan perspektif ini akan menjauhkan dari substansi kepentingan perempuan yang semestinya tergambar dalam visi, misi, dan program. Visi, misi, dan program seharusnya memuat pemahaman yang baik atas persoalan kompleks dari berbagai isu yang dihadapi perempuan. Sehingga visi, misi, dan program ini dapat benar-benar menjawab kebutuhan serta mampu merespons tantangan yang khas dihadapi perempuan.

Masih, kata Titi, hal ini juga menunjukkan ketidakseriusan parpol dalam mengusung kepentingan perempuan. Platform dan ideologi parpol mengenai kepentingan perempuan tidak tampak dalam pemilihan perempuan sebagai calon kepala dan wakil kepala daerah.

"Hal ini makin mengukuhkan sifat pragmatis partai: partai tidak memilih kadernya sebagai calon kepala dan wakil kepala daerah berdasarkan pertimbangan ideologis memperjuangkan kepentingan perempuan, tapi partai lebih mementingkan pertimbangan popularitas dan elektabilitas calon," tutupnya. (rmol)

Posting Komentar



#
banner image