Foto: Net |
INDOMETRO.ID- Langkah pemerintah menghentikan pengangkatan itu dianggap lari dari tugas dan tanggung jawab, dengan membiarkan masyarakat menanggung sendiri beban persoalan yang ditinggalkan di Kawasan Danau Toba (KDT).
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHAM) Anggiat Gabe Sinaga menyebutkan, tidak kurang dari 164 jenazah penumpang KM Sinar Bangun harus dilanjutkan pengangkatannya dari dasar danau.
"Masyarakat, terutama keluarga para korban tidak ikhlas jika itu dihentikan. Harus dilanjutkan. Negara dan pemerintah harus bertanggung jawab melanjutkannya," tutur Anggiat.
Apalagi, lanjut dia, posisi KM Sinar Bangun dan jenazah sudah diketahui keberadaannya di kedalaman 450 meter di dasar Danau Toba. Menurut Anggiat Gabe, tinggal upaya dan kemauan pemerintah untuk mengangkatnya.
"Masyarakat kecewa berat dengan sikap dan kebijakan pemerintah yang hanya lepas tangan dengan berbagai dalil yang dipaksakan ke masyarakat. Sudah ketahuan kok posisi bangkai kapal. Kenapa tidak dilanjutkan?" ujarnya.
Dia menambahkan, sejauh ini, masyarakat tidak butuh tabur bunga di Danau Toba. Masyarakat dan keluarga korban juga tidak ikhlas jika hanya dijadikan pembangunan monumen.
"Kami akan menggugat pemerintah kalau tidak dilanjutkan," tegasnya.
Hal senada disampaikan Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian P Simanjuntak. Menurut dia, upayaaAktivis Ratna Sarumpaet yang turun ke wilayah Danau Toba dan memprotes sejumlah pejabat di sana, termasuk Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, adalah bagian dari penolakan kebijakan menghentikan pengangkatan jenazah dan bangkai kapal.
"Perjuangan Ratna Sarumpaet yang menolak penghentian bangkai kapal dan jenazah korban patut kita dukung," kata Bastian.
Operasi terpadu pencarian korban Kapal Motor Sinar Bangun resmi dihentikan, Selasa (3/7), karena Badan SAR Nasional menganggap upaya itu tak akan menemukan korban selamat maupun jenazah yang utuh.
"Kalaupun jenazah dapat ditarik, sudah tidak utuh lagi, cuma dapat tangan. Pencarian tidak efektif dan korban tidak lagi ditemukan," ujar Budiawan.
Koordinator tim pencarian, Budiawan menyebut penghentian operasi didasarkan pada kesepakatan antara keluarga korban, Pemkab Simalungun, Jasa Raharja, Basarnas, dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi. Menurut dia, para pihak tersebut mempertimbangkan biaya, peralatan, hingga waktu untuk menemukan seluruh korban dan mengangkat bangkai kapal.
Operasi pencarian KM Sinar Bangun berlangsung selama 16 hari dan Basarnas menyatakan sebanyak 164 penumpang belum ditemukan.
Angka korban hilang itu muncul meski awak kapal tak membuat manifes saat hendak berlayar dari Tigaras menuju Simanindo.
Selama pencarian, 21 penumpang diselamatkan semenara tiga penumpang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Pekan lalu, platform robotik bawah permukaan air sempat digunakan oleh tim pencari dapat memotret citra jenazah dan kendaraan yang diduga diangkut KM Sinar Bangun namun robot itu disebut tersangkut tali yang melilit di sekitar bangkai kapal.
KM Sinar Bangun tenggelam 18 Juli lalu di perairan Danau Toba, dalam perjalanan dari Simanindo dan Tigaras. Menteri Perhubungan Budi Karya Samadi menyebut kapal itu hanya mengangkut lebih dari 180 orang meski berkapasitas 43 penumpang.
Sejauh ini Polda Sumatera Utara menetapkan empat tersangka atas peristiwa itu, yaitu pemiliki sekaligus nahkoda Sinar Bangun, Poltak Soritua Sagala, dan tiga pegawai Dinas Perhubungan.(rmol)
"Masyarakat, terutama keluarga para korban tidak ikhlas jika itu dihentikan. Harus dilanjutkan. Negara dan pemerintah harus bertanggung jawab melanjutkannya," tutur Anggiat.
Apalagi, lanjut dia, posisi KM Sinar Bangun dan jenazah sudah diketahui keberadaannya di kedalaman 450 meter di dasar Danau Toba. Menurut Anggiat Gabe, tinggal upaya dan kemauan pemerintah untuk mengangkatnya.
"Masyarakat kecewa berat dengan sikap dan kebijakan pemerintah yang hanya lepas tangan dengan berbagai dalil yang dipaksakan ke masyarakat. Sudah ketahuan kok posisi bangkai kapal. Kenapa tidak dilanjutkan?" ujarnya.
Dia menambahkan, sejauh ini, masyarakat tidak butuh tabur bunga di Danau Toba. Masyarakat dan keluarga korban juga tidak ikhlas jika hanya dijadikan pembangunan monumen.
"Kami akan menggugat pemerintah kalau tidak dilanjutkan," tegasnya.
Hal senada disampaikan Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian P Simanjuntak. Menurut dia, upayaaAktivis Ratna Sarumpaet yang turun ke wilayah Danau Toba dan memprotes sejumlah pejabat di sana, termasuk Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, adalah bagian dari penolakan kebijakan menghentikan pengangkatan jenazah dan bangkai kapal.
"Perjuangan Ratna Sarumpaet yang menolak penghentian bangkai kapal dan jenazah korban patut kita dukung," kata Bastian.
Operasi terpadu pencarian korban Kapal Motor Sinar Bangun resmi dihentikan, Selasa (3/7), karena Badan SAR Nasional menganggap upaya itu tak akan menemukan korban selamat maupun jenazah yang utuh.
"Kalaupun jenazah dapat ditarik, sudah tidak utuh lagi, cuma dapat tangan. Pencarian tidak efektif dan korban tidak lagi ditemukan," ujar Budiawan.
Koordinator tim pencarian, Budiawan menyebut penghentian operasi didasarkan pada kesepakatan antara keluarga korban, Pemkab Simalungun, Jasa Raharja, Basarnas, dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi. Menurut dia, para pihak tersebut mempertimbangkan biaya, peralatan, hingga waktu untuk menemukan seluruh korban dan mengangkat bangkai kapal.
Operasi pencarian KM Sinar Bangun berlangsung selama 16 hari dan Basarnas menyatakan sebanyak 164 penumpang belum ditemukan.
Angka korban hilang itu muncul meski awak kapal tak membuat manifes saat hendak berlayar dari Tigaras menuju Simanindo.
Selama pencarian, 21 penumpang diselamatkan semenara tiga penumpang ditemukan dalam kondisi meninggal dunia.
Pekan lalu, platform robotik bawah permukaan air sempat digunakan oleh tim pencari dapat memotret citra jenazah dan kendaraan yang diduga diangkut KM Sinar Bangun namun robot itu disebut tersangkut tali yang melilit di sekitar bangkai kapal.
KM Sinar Bangun tenggelam 18 Juli lalu di perairan Danau Toba, dalam perjalanan dari Simanindo dan Tigaras. Menteri Perhubungan Budi Karya Samadi menyebut kapal itu hanya mengangkut lebih dari 180 orang meski berkapasitas 43 penumpang.
Sejauh ini Polda Sumatera Utara menetapkan empat tersangka atas peristiwa itu, yaitu pemiliki sekaligus nahkoda Sinar Bangun, Poltak Soritua Sagala, dan tiga pegawai Dinas Perhubungan.(rmol)
Posting Komentar untuk "PBHAM: Masyarakat Kecewa Berat Pengangkatan Jenazah Korban KM Sinar Bangun Distop"