-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Ambil Seluruh Harta Kekayaan Hasil Korupsi

    redaksi
    Selasa, 31 Juli 2018, Juli 31, 2018 WIB Last Updated 2018-07-31T02:28:05Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh
    Ambil Seluruh Harta Kekayaan Hasil Korupsi
    Foto
    INDOMETRO.ID- Kalangan aktivis mengusulkan agar penegak hukum me­maksimalkan pidana denda dan uang pengganti kepada napi korupsi. Selama ini, kedua hal tersebut kurang di­maksimalkan. Akibatnya, koruptor masih berani melaku­kan tindak korupsi, meski sedang atau sudah menjalani hukuman.


    Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Mappi FHUI), Choky Ramadhan menilai, hukuman pen­jara bagi koruptor tidak mampu memberi efek jera. Selain penjara, para koruptor harus mendapat hukuman tambahan berupa denda dan uang pengganti.
    loading...

    "Kalau fokus hanya penjara, tetapi tidak ada sanksi moneter, seperti denda dinaikkan dan me­maksimalkan uang pengganti, koruptor akan tetap berduit," katanya, di Jakarta.

    Misalnya pada operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Para koruptor masih memiliki uang sehingga bisa me­nyuap kepala lapas. Sementara upaya pemberantasan korupsi, terutama yang dilakukan KPK, tidak akan berhasil jika hanya menggunakan indikator pengem­balian kerugian negara.

    "Hukuman yang diancamkan kepada koruptor, harus melebihi keuntungan yang diperolehnya, agar mereka jera. Ironisnya, an­caman maksimal pidana denda yang diatur undang-undang hanya Rp 1 miliar. Padahal ban­yak koruptor yang meraup keun­tungan tidak wajar melebihi Rp 1 miliar," sebut Choky.

    Padahal UUPemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membuka peluang untuk mem­beri hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar jumlah korupsi yang diperolehnya. "Apabila terpidana korupsi tidak membayar, hartanya dapat dirampas negara," terangnya.

    Selain itu, koruptor sebagai pelaku kejahatan ekonomi tentu memiliki perhitungan untuk me­nambah kekayaannya secara melawan hukum. Perbuatannya telah diperhitungkan akan menda­pat hasil yang lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan. "Motivasi penambahan keuntungan serta kekayaan mendominasi tindak pidana korupsi," kata Choky.

    Pengamat hukum pidana Universitas Bung Karno, Azmi Syahputra mengusulkan agar jaksa dan hakim mengenakan uang pengganti secara maksimal terhadap pelaku tindak pidana korupsi. "Kemudian sita seluruh kekayaan hasil korupsinya," ujarnya.

    Pemiskinan koruptor sebagai formula yang harus dilakukan mengingat praktik korupsi di Indonesia masih sering terjadi. Apalagi tingginya korupsi di tanah air akibat krisis moral, miskin etika dan tidak punya malu.

    Azmi berpendapat, hukuman mati justru lebih efektif bagi koruptor karena secara teori­tik harus ditanggulangi secara kausatif dan integral/kompre­hensif. Jika dilihat dari kebi­jakan hukum nasional, harusnya diefektifkan penegakan hukum yang direncanakan sesuai UUno. 31 tahun 1999 antara lain dengan pidana mati.

    Meski demikian, dia meng­ingatkan secara ilmiah belum ada jawaban pidana apa yang efektif untuk pelaku korupsi itu, khususnya penjara. Sangat sulit membuktikan efektivitas pidana karena faktor penyebab kejahatan korupsi sangat banyak.(rmol)
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini