Membayar Gaji Dosen Dibawah UMP NTT, Yayasan STIE Karya Ruteng Resmi Dilaporkan ke Polres Manggarai

 








BUTUH BANTUAN HUKUM ?



Ruteng, NTT, Indometro.id - Membayar gaji dibawah ketentuan peraturan perundang-undangan dosen Lucius Proja Moa SE, MM, melalui kuasa hukumnya Melkior Judiwan SH MH resmi melaporkan Yayasan STIE Karya Ruteng ke Polres Manggarai pada Senin, 19 Mei 2025. 

Laporan dosen Lucius beserta kuasa hukumnya diterima oleh Sentra Pengaduan Kepolisian Terpadu (SPKT) dan Tindakan Pidana Tertentu (Tipiter) di Polres Manggarai.

Melkior Judiwan mengatakan bahwa kliennya bekerja sebagai dosen di STIE Karya Ruteng selama 7 tahun sejak 2018 lalu dengan upah pokok yang diterima jauh di bawah standar UMP NTT, yaitu berkisar antara Rp. 600.000,-sampai dengan Rp. 800.000,-/bulan. 

Mantan hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial ini menerangkan bahwa sejak 2018 sampai dengan Desember 2023 besaran upah/gaji dosen Lucius hanya Rp. 600.000,-/bulan. Pada tahun 2024 naik sedikit sebesar Rp. 800.000,-/bulan. Namun pada bulan Januari dan Pebruari 2025 upah/gaji dosen Lucius diturunkan sepihak hanya dibayar Rp. 600.000,-/bulan, kata Melki. Padahal tahun 2025 ini UMP NTT sebesar Rp 2.328.969,69. 

Dasar pengaduan lain dosen Lucius Proja Moa kepada Polres Manggarai terhadap Yayasan STIE Karya Ruteng karena tidak mengikutsertakan dirinya pada program BPJS Ketenagakerjaan.  

Melki menerangkan bahwa pembayaran upah Pekerja/Buruh dibawah UMP, bertentangan dengan ketentuan Pasal 81 Angka (63) UU No. 11 Tahun 2020, Tentang Cipta Kerja. Ketentuan ini, kata dia, merupakan perubahan dari ketentuan Pasal 90 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU a quo: dan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan. 

Selain ketentuan diatas, ungkap Melki, juga diatur dalam ketentuan Pasal 185 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun, dan paling lama 4 (empat) tahun, dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah).

"Sedangkan Ayat (2) dari Pasal 90 tersebut menyatakan bahwa "tindakan pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), merupakan tindak pidana kejahatan," ujarnya.









"Dari kedua UU tersebut baik dalam Pasal 90 Ayat (1) dan (2), dan Pasal 185 UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, maupun ketentuan terbaru dalam Pasal 81 Angka 63 UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, adalah sama-sama mengatur larangan terhadap Pengusaha/Pemberi Kerja untuk tidak boleh membayar upah Pekerja/Buruh dibawah ketentuan UMP/UMK setempat," tambahnya. 

Melki Judiwan juga melaporkan Yayasan STIE Karya Ruteng karena tidak mengikutkan Dosen Lucius Proja Moa dalam program perlindungan BPJS Ketenagakerjaan. 

Menurutnya, dosen Lucius secara materil benar-benar telah dirugikan berupa Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT), yang merupakan program yang wajib dilaksanakan oleh semua perusahaan atau Pengusaha/Pemberi kerja.

Dijelaskan Melki, bahwa dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf (b) Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua, menyatakan besaran iuran yang ditanggung oleh Pemberi kerja, adalah sebesar 3,7% dari upah.

"Itu berarti bahwa kewajiban Para Teradu/Terlapor dalam membayar iuran Jaminan Hari Tua terhadap Pengadu, adalah akan dihitung sebagai berikut: UMP NTT tahun 2025 sebesar, Rp2.328.969,69,-/bulan, X 3,7% Rp86.171,86853,-/bulan, dikalikan dengan masa kerja selama 84 bulan (tujuh tahun) Rp7.238.436,95652, (tuju juta dua ratus tiga puluh delapan ribu, empat ratus tiga puluh enam rupiah, koma 95652 sen)," jelas Melki.

Melki juga menerangkan bahwa karena membayar upah dibawah UMP NTT, maka kekurangan upah yang harus dibayar oleh pihak Yayasan STIE Karya Ruteng, sebesar, Rp. Rp145.233.453,96,- (seratus empat puluh lima juta dua ratus tiga puluh tiga ribu, empat ratus lima puluh tiga rupiah, koma sembilan puluh enam sen).

Selain itu, ujar Melki, luran BPJS yang menjadi kewajiban pihak Yayasan STIE Karya Ruteng, yang tidak disetorkan ke BPJS, sebesar Rp7.238.436,95652,- (tuju juta dua ratus tiga puluh delapan ribu, empat ratus tiga puluh enam rupiah, koma 95652 sen).

"Total: a+b= Rp. 152.471.890,- (seratus lima puluh dua juta, empat ratus tujuh puluh satu ribu, delapan ratus sembilan puluh rupiah)," ujarnya.

Dalam laporannya Melki Judiwan mendesak Kapolres Manggarai AKBP Hendri Syaputra S.I.K agar secepatnya memerintahkan jajarannya untuk segera memanggil ketua Yayasan STIE Karya Ruteng, Maryani Helsako F. Mutis, selaku teradu.

"Kami sampaikan dengan hormat kepada Kapolres Manggarai di Ruteng, bahwa hemat kami Para Teradu (Ketua dan Ketua Pelaksana Harian Yayasan YPTTK) Ruteng, telah melakukan dugaan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan, yaitu membayar upah lebih rendah dari UMP NTT selama tujuh tahun masa kerja pada Kampus STIE Karya Ruteng milik Teradu, dan tidak mengikut-sertakan Pengadu/Pelapor ke program BPJS tenaga kerja," ujar Melki. (****)

Posting Komentar untuk "Membayar Gaji Dosen Dibawah UMP NTT, Yayasan STIE Karya Ruteng Resmi Dilaporkan ke Polres Manggarai "