Bandar Lampung, indometro.id -
DPRD Kota Bandar Lampung menggelar sidang paripurna dalam rangka pidato perdana Wali Kota Bandar Lampung masa jabatan 2025-2030 pada Rabu, Februari 2025. Dalam pidatonya, Wali Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana, memaparkan sejumlah program prioritas untuk lima tahun ke depan. Namun, isu pencegahan banjir yang menjadi perhatian masyarakat justru tidak masuk dalam agenda utama.
Tidak masuknya isu pencegahan banjir dalam program pemerintah lima tahun ke depan mencerminkan bahwa pemerintah tidak menganggap serius permasalahan banjir yang masih melanda Kota Bandar Lampung. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan warga akibat bencana banjir. Berdasarkan pemantauan tim Divisi Riset dan Pendidikan Lembaga Bantuan Hukum Dharma Loka Nusantara (LBH DLN), masyarakat Bandar Lampung masih dihantui ancaman banjir, mengingat intensitas hujan masih cukup tinggi.
Ahmad Suban Rio, Koordinator Divisi Riset dan Pendidikan LBH DLN, menyampaikan bahwa pemerintah semestinya mampu menangkap kegelisahan masyarakat terkait permasalahan banjir ini.
"Hari ini kami melakukan peninjauan langsung ke beberapa lokasi banjir di Bandar Lampung. Faktanya, masyarakat masih dihantui banjir susulan, apalagi saat ini masih musim penghujan. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh abai terhadap kegelisahan masyarakat terkait masalah banjir ini. Kita semua tahu bahwa banjir sudah menjadi problem akut di Kota Bandar Lampung, sehingga sudah selayaknya pencegahan banjir menjadi program prioritas," ungkapnya.
Selain keresahan masyarakat, Rio juga menyoroti kerugian yang dialami warga akibat banjir. Berdasarkan hasil peninjauan dan wawancara dengan warga terdampak, setiap kepala keluarga mengalami kerugian yang ditaksir berkisar antara Rp2 juta hingga Rp5 juta akibat kerusakan barang elektronik dan perabotan rumah tangga.
Menyikapi hal tersebut, Rio menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk mendata kerugian masyarakat serta berkewajiban memberikan ganti rugi.
"Yang harus dipahami adalah bahwa banjir bukan semata-mata akibat curah hujan yang tinggi, melainkan juga karena buruknya sistem drainase, irigasi, serta lemahnya pengendalian dan mitigasi bencana oleh pemerintah. Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari dampak bencana, menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat terdampak, serta melakukan mitigasi bencana. Jika hal itu tidak dilakukan, maka masyarakat berhak menuntut pemerintah atas dampak yang mereka alami," tegasnya.
"Melihat kondisi di Bandar Lampung, patut diduga terdapat kelalaian pemerintah sehingga banjir terus terjadi. Bencana ini hampir terjadi setiap tahun, bahkan dampaknya semakin mengkhawatirkan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada upaya mitigasi yang serius dari pemerintah Kota Bandar Lampung," lanjutnya.
Terkait tindak lanjut dari peninjauan ini, Rio mengungkapkan bahwa LBH DLN akan melakukan pendataan lebih rinci terkait kerugian masyarakat serta mengkaji lebih dalam faktor-faktor penyebab banjir. Setelah semua data terkumpul, mereka akan menempuh jalur hukum untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah Kota Bandar Lampung.
"Selanjutnya, kami akan melakukan pendataan yang lebih detail terkait kerugian masyarakat serta membuka posko pengaduan bagi warga yang terdampak banjir. Setelah itu, kami akan melayangkan gugatan kepada pemerintah Kota Bandar Lampung agar segera menyelesaikan permasalahan banjir ini," pungkasnya.(*)
Posting Komentar untuk "Pencegahan Banjir Tidak Masuk Program Prioritas Eva Dwiana, LBH Dharma Loka Nusantara Ajak Masyarakat Tuntut Ganti Rugi"