Konsistensi Hubungan Keluarga Dalam Definisi Hubungan Istimewa Undang-Undang Perpajakan Dengan KUH Perdata

Ketentuan dalam KUH Perdata

Pasal 290 KUH Perdata memberikan dua batasan mengenai keluarga sedarah yaitu pertama, yang satu adalah keturunan yang lain; atau kedua, kedua-duanya mempunyai moyang yang sama. Berdasarkan definisi keluarga sedarah tersebut, maka antara ayah/ibu dengan anak serta antara kakek/nenek dengan cucu terdapat hubungan darah karena memenuhi definisi pertama yaitu yang satu merupakan keturunan yang lain. Sementara itu antara dua orang saudara kandung atau dua orang saudara sepupu memiliki hubungan darah yang memenuhi definisi yang kedua karena keduanya memiliki moyang yang sama.


Mengenai urutan perderajatan diatur pada Pasal 290 ayat (2) KUH Perdata yang menyatakan “Pertalian keluarga-sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran; tiap-tiap kelahiran dinamakan 1 (satu) derajat”. Selanjutnya definisi mengenai garis lurus dan garis menyamping diatur pada Pasal 291 KUH Perdata bahwa garis yang disebut garis lurus ialah urutan perderajatan antara mereka yang mana yang satu adalah keturunan yang lain, garis menyimpang (atau menyamping) ialah urutan perderajatan antara mereka, yang mana yang satu bukanlah keturunan yang lain melainkan yang mempunyai nenek-moyang yang sama. Apabila diterjemahkan dalam terminologi umum, ayah/ibu dengan anak merupakan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dalam derajat pertama karena keduanya dipisahkan dengan satu kelahiran. Begitupula kakek/nenek dengan cucu adalah keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dalam derajat kedua karena terdapat dua kelahiran diantara keduanya.


Namun demikian, untuk menghitung jauh dekatnya hubungan keluarga dalam garis menyamping, berlaku ketentuan Pasal 294 KUH Perdata yang mengatakan bahwa “dalam garis menyimpang (atau menyamping) perderajatan itu dihitung dengan angka jumlah kelahiran, terlebih dahulu antara keluarga sedarah yang satu dan nenek moyang yang sama dan terdekat, kemudian antara ini dan keluarga sedarah yang lain”. Berdasarkan Pasal 294 KUH Perdata ini maka dua orang saudara kandung merupakan keluarga sedarah dalam derajat kedua. Seorang anak dengan saudara kandung ayah/ibunya adalah keluarga sedarah dalam derajat ketiga sementara dua orang sepupu dekat (misan) adalah keluarga sedarah dalam derajat keempat.

BUTUH BANTUAN HUKUM ?


Kekeluargaan semenda diatur pada Pasal 295 KUH Perdata, bahwa “Kekeluargaan-semenda adalah suatu pertalian keluarga yang diakibatkan karena perkawinan, ialah sesuatu antara seorang diantara suami-istri dan para keluarga sedarah dari yang lain”. Untuk lebih mudahnya, keluarga semenda adalah suami atau istri dari keluarga sedarah atau ia adalah keluarga sedarah dari suami atau istri. Menghitung jauh dekatnya hubungan semenda dilakukan dengan cara yang sama dengan menghitung jauh-dekatnya keluarga sedarah sebagaimana ditegaskan pada Pasal 296 KUH Perdata.


Dengan menggunakan ketentuan pada Pasal 295 dan Pasal 296 KUH Perdata maka seorang menantu merupakan keluarga semenda dalam derajat kesatu dengan mertuanya karena pasangan dari menantu tersebut merupakan keluarga sedarah dalam derajat kesatu dengan mertuanya. Begitupula dua orang yang merupakan ipar merupakan keluarga semenda dalam derajat kedua karena pasangan dari salah satu orang tersebut merupakan saudara kandung dari yang lainnya yang merupakan keluarga sedarah dalam derajat kedua. Sementara itu seorang bapak tiri dengan anak tiri merupakan keluarga semenda dalam derajat kesatu karena istri dari sang bapak merupakan ibu kandung sang anak yang merupakan keluarga sedarah derajat kesatu dengan sang anak.

 

Hubungan Keluarga dalam Definisi Hubungan Istimewa

Konsep hubungan istimewa merupakan konsep penting dalam ketentuan perpajakan. Secara umum, ketentuan perpajakan mensyaratkan apabila terdapat transaksi perpajakan yang dilakukan atau dipengaruhi oleh mereka yang memiliki hubungan istimewa maka transaksi tersebut secara perpajakan harus diperlakukan seandainya tidak terdapat hubungan istimewa.


Hubungan keluarga merupakan salah satu definisi hubungan istimewa dalam ketentuan perpajakan. Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) menyatakan bahwa hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat. Dalam penjelasannya kemudian didefinisikan empat jenis hubungan keluarga yang menjadi hubungan istimewa ini. Pertama, hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu ayah, ibu, dan anak. Kedua, hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat yaitu saudara (kakak dan adik). Ketiga, keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu mertua dan anak tiri. Dan keempat, hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat yaitu ipar.


Dari 4 (empat) definisi hubungan keluarga pada penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN terdapat dua definisi yang berkesesuaian dengan ketentuan dalam KUH Perdata, sementara dua definisi lainnya tidak konsisten dengan ketentuan dalam KUH Perdata. Jenis hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu ayah, ibu, dan anak (definisi pertama) telah konsisten dengan ketentuan pada Pasal 290 dan Pasal 291 KUH Perdata. Jauh dekat sebanyak satu derajat dalam definisi ini menandakan jarak hubungan keluarga sedarah yang dipisahkan sebanyak satu kelahiran. Hubungan antara ayah/ibu dengan anak dipisahkan sebanyak satu kelahiran sehingga disebut satu derajat.


Begitu pula dengan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat yaitu mertua dan anak tiri (definisi ketiga) telah konsisten dengan ketentuan dalam Pasal 295 dan Pasal 296 KUH Perdata. Derajat kesatu dalam keluarga semenda menandakan bahwa dia adalah keluarga sedarah derajat kesatu dari suami/istri, sementara keluarga sedarah derajat kesatu dari suami/istri adalah orang tuanya atau anaknya sehingga keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tirinya. 


Definisi kedua pada penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN yaitu hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat yaitu saudara (kakak/adik), tampaknya belum konsisten dengan ketentuan dalam KUH Perdata. Mengenai perhitungan jauh-dekat saudara dalam garis menyamping telah ditegaskan pada pasal 294 KUH Perdata dimana “...dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua...”. Untuk menghitung jauh-dekat hubungan sedarah dua orang saudara kandung maka dihitung terlebih dahulu jauh dekatnya salah satu saudara kandung tersebut dengan bapak asal yang sama yang dalam hal ini berjarak satu kelahiran (satu derajat). Kemudian baru dihitung jarak kelahiran dari bapak asal yang sama ini dengan saudara kandung yang lainnya yang dalam hal ini juga berjarak satu kelahiran (satu derajat) sehingga total seluruh jarak adalah dua derajat. Dengan demikian, apabila memang maksud dari penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN adalah saudara (kakak/adik), dalam rangka konsistensi dengan ketentuan KUH Perdata maka seharusnya didefinisikan sebagai “keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping dua derajat adalah saudara”.


Konsistensi yang sama juga diperlukan pada definisi keempat. Pada ketentuan existing, jenis hubungan ini mendefinisikan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat yaitu ipar. Untuk menghitung jauh-dekat dalam keluarga semenda, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 296 KUH Perdata, dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat keluarga sedarah. Karena ipar merupakan pasangan dari saudara kandung dan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa antara saudara kandung berjarak dua derajat maka seorang ipar sebagai keluarga semenda juga berada pada derajat kedua. Dengan demikian, apabila memang maksud dari definisi ketiga pada penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN adalah ipar, dalam rangka konsistensi dengan ketentuan KUH Perdata maka seharusnya didefinisikan sebagai “hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping dua derajat adalah ipar”.


Konsistensi penjelasan Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN dengan KUH Perdata mengakibatkan diperlukannya juga sinkronisasi di batang tubuhnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ketentuan hubungan keluarga dalam definisi hubungan istimewa pada Pasal 18 ayat (4) UU PPh dan Pasal 2 ayat (2) UU PPN dapat didefinisikan menjadi “Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping dua derajat”.


Tulisan ini telah menguraikan perlunya dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi mengenai definisi keluarga sedarah-semenda dalam Undang-Undang di sektor perpajakan dengan KUH Perdata. Harmonisasi dan sinkronisasi menjadi penting untuk menghadirkan konsistensi norma hukum dalam rangka menjamin kepastian hukum. 



sumber:https://rechtsvinding.bphn.go.id/?page=artikel&berita=949

Posting Komentar untuk "Konsistensi Hubungan Keluarga Dalam Definisi Hubungan Istimewa Undang-Undang Perpajakan Dengan KUH Perdata"