-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    Yulmanizar Ungkap Pemeriksaan Pajak GMP Atas perintah Angin Prayitno

    Senin, 04 Oktober 2021, Oktober 04, 2021 WIB Last Updated 2021-10-04T12:32:24Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

    Yulmanizar Ungkap Pemeriksaan Pajak GMP Atas perintah Angin Prayitno

    Jakarta, indometro.id - Saksi Tim Pemeriksa Pajak Yulmanizar mengungkap mengenai Rekayasa Pajak PT Gunung Madu Plantations (GMP) terkait dugaan korupsi penerimaan suap di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terhadap PT GMP tahun 2016 dan pemeriksaan dimulai tahun 2017 atas perintah tertulis Direktur Jenderal Pajak Angin Prayitno. 

    Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri menghadirkan salah satu saksi yaitu Yulmanizar dengan agenda pemeriksaan saksi. 

    Angin Prayitno merupakan atasan dari Yulmanizar yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak di Direktorat Jenderal Pajak. Lalu Dadan Ramadhani adalah Kasubdit dan anggota tim pemeriksaan sejak tahun 2016.

    Ia mengungkap diperintah oleh Angin untuk melakukan pemeriksaan terhadap berbagai perusahaan.

    "Dalam perkara ini, tahun berapa perkara ini pemeriksaan pajaknya? Ada GMP, Panin, Jhonlin?" tanya Fahzal Hendri kepada saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang diikuti oleh indometro.id, Senin (4/10/2021). 

    Menurut Yulmanizar pemeriksaan itu terjadi pada tahun 2017-2019. Namun untuk tahun 2016 belum ada perintah. 

    "Belum. Perintahnya untuk GMP 2017," jawabnya. 

    Kemudian hakim menanyakan siapa yang memerintahkan Yulmanizar untuk melakukan pemeriksaan tersebut.

    "Surat perintah diterbitkan pak Angin Dir. secara tertulis," jawab Yulmanizar. 

    Yulmanizar menjelaskan bahwa tim pemeriksa terdiri dari Supervisor Wawan Ridwan, Ketua Tim Alfred Simanjuntak, Yulmanizar (saksi) sebagai anggota tim I, dan Febrian sebagai anggota Tim II. Dan ada 4 orang yang terjun langsung ke lapangan. 

    Hakim menanyakan untuk pemeriksaan ke PT GMP siapa saja yang terlibat. "Ke PT GMP?" tanya hakim. 

    Ia menerangkan bahwa untuk pemeriksaan PT GMP ada pendamping 1 dari struktural. "Yang berangkat 5," terangnya. 

    Yulmanizar berangkat bersama Tim pada akhir tahun 2017 dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia dari Jakarta ke Lampung dan ada Surat Pertanggungjawaban (SPJ) dari kantor. 

    Tim Dirjen pajak setiba di lokasi di jemput oleh perwakilan wajib pajak dari GMP. Kemudian menginap di hotel di daerah Gunung Sugih yang dekat dengan lokasi pemeriksaan. 

    Yulmanizar menuturkan bahwa setelah itu dilakukan pemeriksaan bersama 5 Anggota Tim. Pemeriksaan sendiri dilakukan selama 3 hari dengan memeriksa berkas pajak tahun 2016.

    Selama 3 hari pemeriksaan, Tim belum bisa menentukan hasilnya langsung. Dalam pemeriksaan itu, tim bertemu dengan Corporate Secretary dan Accounting. Namun belum bertemu dengan management GMP. 

    Setelah selesai melakukan pemeriksaan selama 3 hari, tim pemeriksa pajak pun pulang kembali ke Jakarta dengan membawa sejumlah dokumen. 

    Menurut Yulmanizar, ia tidak tahu siapa yang memfasilitasi sebelumnya, setelah melihat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) ternyata yang memfasilitasi biaya pulang-pergi itu dari wajib pajak PT GMP. 

    Hakim Fahzal kembali menanyakan apa hasil yang didapat setelah kembali ke Jakarta. "Terus apa hasilnya, kan dokumen dibawa ke Jakarta?" cecarnya. 

    "Yang ditetapkan Rp19 M lebih untuk tahun 2016," jawab saksi. 

    Hakim menegaskan, apakah itu angka real atau rekayasa. "Itu riil atau direkayasa?" tanya hakim. 

    Menurut Yulmanizar, ada perhitungan sebelumnya, namun angkanya tidak tahu pasti. Karena Febrian yang tahu angka itu. 

    Yulmanizar menjelaskan bahwa ada deal yang dilakukan saat itu. Dimana PT GMP bersedia membayar pajak kepada negara.

    "Wajib pajak bersedia membayar kepada negara Rp 20 m dan kasih komitmen fee Rp 15 m," ungkapnya. 

    Fee itu ditujukan untuk tim pemeriksa pajak dan dua terdakwa yaitu, untuk struktural, Direktur dan Kasubdit. 

    Adapun jumlah komitmen fee Rp 15 miliar itu ditetapkan oleh wajib pajak PT GMP. "Permintaan dari wajib pajak (GMP)," tutur saksi. 

    Yulmanizar mengaku tidak ingat berapa seharusnya GMP membayar pajak karena datanya ada sama Febrian. 

    "Saya tidak ingat karena yang ditetapkan sama Febrian banyak yang abu-abu," ujarnya. 

    Menurut hakim, ada nilai yang tertera dalam dokumen senilai Rp 35 miliar yang harus dibayar GMP, apakah lebih dari Rp 80 miliar.

    "Ini ada Rp 35 M, sebetulnya berapa dia harus bayar, ada sekitar Rp 80 M?" cecar hakim. 

    Menurut Yulmanizar, tidak sampai Rp 80 miliar. Sedangkan PT GMP membayar biaya fee itu maksudnya untuk meringankan pembayaran pajak kedepan. Karena bila tanpa fee, GMP membayar pajak untuk angsuran tahun kedepannya itu lebih besar Rp 35 miliar. 

    "Karena kalau dia bayar Rp 35 M angsuran tahun berikutnya besar, Yang Mulia. Tahun berikutnya dia harus bayar Rp 35 M, tahun berikutnya Rp 35 M," jelas saksi. 

    Kemudian hakim menanyakan, munculnya nominal Rp 20 miliar itu bagaimana. "Timbulnya Rp 20 M gimana caranya?" tanya hakim. 

    "Ya betul-betul harus ditetapkan, ga ada selisih, betul-betul terhutang istilahnya," jawab Yulmanizar. 

    Lalu, kata saksi untuk Rp 20 miliar yang sudah ditetapkan, itu terhutangnya lebih besar dari Rp 20 miliar tapi diawal ia sudah membayar terlebih dahulu. Dan jumlah Rp 20 miliar itu resmi. 

    Hakim menanyakan, apakah bila dihitung nilai pajak GMP itu nilainya seperti itu. "Kalau dihitung riilnya segitu?" tanya hakim.

    "Iya, itu wajib pajak bisa ajukan keberatan jika setuju," jelas saksi. 

    Kemudian Fahzal menegaskan, kenapa wajib pajak GMP itu mau membayar sebesar Rp 15 miliar. "Lalu, kenapa dia berani bayar Rp15 M?" tegasnya. 

    "Tentu ada yang seperti abu-abu," jelas saksi kepada hakim. 

    Menurut hakim, diwilayah abu-abu itulah deal terjadi antara wajib pajak dan penerima pajak (Dirjen Pajak). "Jadi, abu-abu di situlaa deal itu?" ujar Fahzal. 

    Kemudian, Yulmanizar membenarkan hal tersebut. Selain itu, yang membuat deal itu adalah wajib pajak yang disampaikan kepada tim pemeriksa pajak. 

    Atas deal tersebut, supervisor melaporkan kepada pimpinan termasuk Angin Prayitno dan Dadan Ramadhani. 

    Adapun penetapan nominal Rp 20 miliar sekitar awal tahun 2018 atau akhir tahun 2017 dan dibayar langsung ke negara  dan ada nomor bohirnya. Pembayaran dilakukan sebelum jatuh tempo satu bulan setelah ketetapan pajak. 

    Kemudian Yulmanizar menjelaskan mengenai uang Rp 15 miliar itu bagaimana cara memberikan dan siapa yang menerimanya. Ia ditugaskan oleh Wawan Ridwan untuk mengambilnya berupa uang kontan pada Februari 2018 di hotel Kartika Chandra Jakarta. 

    Dalam proses penerimaan uang itu, Yulmanizar sehari sebelumnya bertemu lebih dulu dengan Ryan dan Aulia yang merupakan Konsultan GMP di parkiran. 

    Pihak GMP menanyakan mobil apa dan warna apa yang dipakai Yulmanizar. Setelah memberitahu merck dan mobil berwarna silver. 

    Kemudian mereka bertemu di parkiran sesuai janji, pihak GMP memakai mobil panther. Kemudian Aulia bersama stafnya turun dari mobil menemui Yulmanizar 

    Kemudian, pihak GMP memindahkan uang didalam kardus yang mirip kardus gudang garam.

    "Kardus-kardus berisi uang. Saya lupa berapa kardus. Mobil saya penuh dari depan sampai belakang penuh. Dusnya seperti gudang garam besar, sebesar itu dusnya," tuturnya. 

    Setelah menerima uang, Yulmanizar langsung pulang kerumahnya di Bogor. Namun dia tidak bisa tidur karena merasa cemas saat itu. 

    "Enggak (bisa tidur). Karena jam 5 saya harus berangkat lagi ke kantor," ujarnya. 

    Setelah itu, Yulmanizar ke kantor di Gatot Subroto bertemu Alfred dan Wawan Ridwan. Setelah mendapat perintah dari Angin Prayitno untuk ditukarkan ke mata uang asing dolar Singapur. 

    Setelah itu, Yulmanizar pergi ke money changer Dollar Asia di kelapa gading Jakarta Utara pada pagi hari itu juga dan bertemu Ibu Dian dari money changer. 

    Namun karena di money changer tidak punya stok mata uang dolar Singapur, akhirnya uang itu dititipkan di money changer.

    "Di money changer. Ada kuitansinya. Saya dengan pegawai money changer cuma hitung seiketan aja. Misal 50 ribu ada berapa ikat," kata Yulmanizar. 

    Setelah satu minggu kedepan, Yulmanizar datang untuk mengambil uang dalam pecahan dolar Singapur sebesar Sing$ 1.300.000. Namun ternyata uang yang disampaikan wajib pajak tidak sampai Rp15 miliar hanya Rp13 M lebih. Kekurangan uang itu diberikan 3 minggu setelahnya sebesar 1,6 m atau 1,7 m. 

    "Sudah uang asing. Dolar Singapura, jumlahnya Sin$160.000," jelas saksi. 

    Yulmanizar sendiri mendapat 12,5 persen dari komitmen didalam amplop. "Iya (ada potongan konsultan). Sekitar Sin$150.000. Kita diamplopi," tuturnya. 

    Setelah itu, Alfred, Wawan, Febrian mendapat amplop yang isinya sama dengan Yulmanizar dengan total sebesar Rp 6 miliar. Kemudian untuk Aulia sebesar 15 persen. 

    Kemudian untuk kedua terdakwa Angin Prayitno dan Dadan Ramadhani sebesar 50 persen dari komitmen fee. 

    Hakim menanyakan, berarti Rp 7,5 miliar jumlahnya. "Berapa untuk pak Angin?" cetusnya.

    Uang itu, menurut Yulmanizar tidak diserahkan langsung ke Angin Prayitno tapi melalui supervisor. 

    "Saya menyerahkan langsung ke supervisor pak Wawan," tukas Yulmanizar. 
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini