-->
  • Jelajahi

    Copyright © Indometro Media
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    JustMarkets

    Temukan Kami DI Fb

    PH Sony Wijaya Kecewa Putusan Hakim Tidak Terima Keberatan Penasihat Hukum

    Senin, 06 September 2021, September 06, 2021 WIB Last Updated 2021-09-06T14:58:55Z

    Follow Yok Frend :

    @adv_kaharudinsyah.sh

    PH Sony Wijaya Kecewa Putusan Hakim Tidak Terima Keberatan Penasihat Hukum


    Jakarta, indometro.id - 
    Tim Penasihat hukum  (PH) terdakwa Mantan Direktur Utama PT Asabri Purnawirawan Jenderal Sony Wijaya mengungkapkan rasa kecewa atas putusan sela hakim yang memutuskan tidak menerima keberatan penasihat hukum dalam perkara korupsi PT Asabri yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 22,78 triliun. 

    Hal itu disampaikan penasihat hukumnya, Heru Buwono usai persidangan. 

    "Kita penasihat hukum terdakwa Purnawirawan Jenderal TNI Sony Wijaya kecewa juga bahwa eksepsi kita tidak bisa diterima," kata Heru kepada wartawan diluar ruang persidangan yang diikuti oleh indometro.id, Senin (6/9/2021). 

    Namun Heru mengikhlaskan atas putusan sela majelis hakim tersebut dan tetap menghormati putusan hakim itu. 

    "Kita tetap menghormati putusan hukum ini dengan baik," ujarnya. 

    Heru menjelaskan, kalau melihat pertimbangan majelis hakim didalam menolak atau tidak menerima eksepsi ini antara lain didasarkan pada pasal 27 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Padahal, kata dia, didalam pasal 27 itu sebenarnya jaksa boleh menggabungkan Tim Penyidik atau Tim Gabungan untuk menyidik perkara-perkara tindak pidana korupsi yang kira-kira sulit dibuktikan. 

    "Jadi bukan dakwaannya yang digabungkan tapi Tim Gabungannya, artinya bukan ke arah sana, antara lain seperti itu," jelasnya. 

    Heru menambahkan, sebenarnya ada banyak faktor lagi yang memang beberapa yang dibahas tentang alasan-alasan para penasihat hukum yang tidak boleh masuk di dalam pokok perkara. 

    "Itu kita hormati. Tetapi apapun kita hormati putusan majelis hakim," tambahnya. 

    Untuk kedepannya, Heru menegaskan bahwa pihaknya akan menapak ke dalam pembuktian-pembuktian dalam persidangan nanti. Bagaimana kliennya tersebut untuk bisa mempertahankan diri didalam membahas atau mendalami dakwaan-dakwaan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

    "Kita akan coba maksimal di dalam persidangan untuk yang terbaik buat klien kami," pungkas Heru. 

    Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim IG Eko Purwanto menjatuhkan putusan sela dengan tidak menerima keberatan penasihat hukum. 

    Putusan itu berdasarkan pertimbangan majelis hakim terhadap keberatan penasihat hukum yaitu, kejaksaan tidak berwenang menghentikan penyelidikan dan penuntutan dengan tindak pidana korupsi karena perkara a quo bukan merupakan perkara tindak pidana korupsi. 

    Menimbang bahwa alasan penasihat hukum tersebut didasarkan oleh perbuatan yang dilakukan terdakwa  bersama-sama pihak lain yang menurut penasihat hukum merupakan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang ternyata tidak ditemukan ancaman atau sanksi pidana, yang hadir adalah Saksi-Saksi yang bersifat administratif. 

    Hakim menilai, penasihat hukum berpendapat bahwa seandainya benar bahwa perbuatan tersebut adalah pelanggaran bidang pasar modal yang diatur dalam undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal maka Kejaksaan Agung tidak berwenang untuk melakukan penyidikannya. 

    Hakim menimbang bahwa penuntut umum berpendapat sesuai dengan ketentuan pasal 147 junto pasal 1 ayat 1 KUHP yang intinya adalah dalam hal Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat bahwa perkara a quo termasuk wewenang Ketua Pengadilan Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Dan hakim yang dituntut telah melimpahkan sidang. 

    Berdasarkan Penetapan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor 50/pid.sus-tpk/2021 PN Jakarta Pusat tanggal 12 Agustus 2021.

    Pengadilan pun sependapat dengan penuntut umum bahwa kewenangan perkara a quo merupakan kewenangan Pengadilan Tipikor. 

    "Menimbang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dipandang tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum. Oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata Eko dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).

    Menurut hakim dalam pertimbangannya itu, untuk melanjutkan persidangan.

    "Menimbang oleh karenanya seluruh keberatan penasihat hukum tidak diterima maka sidang dilanjutkan," tukas Eko. 

    Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum terdakwa Sony Wijaya selaku Direktur Utama PT ASABRI bersama-sama dengan Adam Rahmat Damiri, yang pada tahun 2012 sampai dengan maret 2016 menjabat sebagai Dirut, Bachtiar Efendi (2012- Juli 2014) menjabat sebagai direktur investasi dan keuangan, dkk telah melakukan atau pun turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum. 

    "Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ucap Anggota Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Saeful Bahri Siregar, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/8/2021). 

    "Yang dapat merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, yaitu merugikan keuangan negara cq. PT ASABRI (Persero) sebesar Rp 22.788.566.482.083,00 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," jelas Jaksa.

    Hal itu menurut Jaksa, sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Dalam rangka Penghitungan Kerugian Negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Nomor : 07/LHP/XXI/05/2021 tanggal 17 Mei 2021.

    Dari 8 terdakwa hanya 7 orang yang dapat dihadirkan karena 1 terdakwa an Bachtiar Effendi masih dirawat dirumah sakit terpapar virus Covid-19, yang bersangkutan diinfokan sempat sembuh tapi kembali memburuk kesehatannya sehingga tidak dapat dihadirkan  . 

    Para terdakwa itu antara lain, 1. Letjen Purn Sony Wijaya selaku Direktur Utama PT. Asabri (Persero) periode Maret 2016 s/d Juli 2020, 2. Mayjen purn Adam R Damiri selaku Dirut PT Asabri periode tahun 2011 s/d Maret 2016, 3. Hari Setianto , selaku Direktur investasi PT. Asabri (Persero) periode 2013 s/d 2014 dan 2015 s/d 2019,

    Kemudian, 4. Lukman Purnomosidi selaku Direktur Utama PT Prima Jaringan, 5. Jimy Sutopo selaku Direktur Jakarta Emiten Investor Relation, 6. Beny Tjokro Saputro selaku Direktur PT Hanson Internasional, dan 7. Heru Hidayat selaku Direktur PT Trada Alam Minera dan Direktur PT Maxima Integra. 

    Jaksa hanya membacakan dakwaan Sony Wijaya, untuk ke 7 terdakwa dan surat dakwaan lainnya dianggap telah dibacakan.

    Dalam dakwaan Mantan Direktur Utama PT Asabri Letjen Purn Sony Wijaya didakwa bersama sama dengan para terdakwa lainya melakukan korupsi senilai total Rp 22,7 triliun Rupiah terkait penempatan investasi dalam bentuk pembelian saham maupun produk Reksadana kepada pihak-pihak tertentu melalui sejumlah nomine yang terafiliasi dengan Bos Batik Keris Beny Tjokro Saputro dan Heru Hidayat  tanpa disertai dengan analisis fundamental dan analisis teknikal dan dibuat hanya secara formalitas. 

    Menurut Jaksa Dengan menggunakan 15 Perusahaan Manager Investasi terafiliasi Benny Tjokro Saputro dan Heru Hidayat dinilai telah mengakibatkan kerugian negara dan menikmati aliran uang selama kurun waktu tahun 2012 hingga 2019 lalu.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini