Foto |
Pertemuan yang dikenal dengan nama ASEAN Communication Group on Livestock (ACGL) VI ini bertujuan untuk merumuskan langkah-langkah komunikasi yang tepat dalam menyampaikan bahaya antibiotik, khususnya resistensi Antimikroba (AMR).
AMR merupakan antibiotik yang mengancam kesehatan masyarakat, hewan dan lingkungan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menyebut AMR sebagai masalah global bagi kesehatan masyarakat dan hewan yang utama dan sangat penting diatasi saat ini.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan AMR adalah masalah lintas sektor yang memerlukan pendekatan multisektoral untuk penanganannya.
Kesadaran masyarakat dan kapasitas teknis di kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengandalian AMR sudah meningkat. Namun untuk sektor kesehatan hewan masih sedikit tertinggal.
Risiko AMR tercatat lebih tinggi di negara-negara dimana peraturan perundang-undangan, pengawasan regulasi dan sistem pemantauan mengenai penggunaan antimikroba hampir tidak ada.
“Pencegahan dan pengendalian AMR yang tidak memadai dan lemah di beberapa negara akan meningkatkan risiko penyebarannya,” kata Fadjar Sumping yang hadir dalam pertemuan itu, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (10/8).
Masalah utama yang perlu ditangani dalam mencegah AMR adalah kesadaran di antara para pemangku kepentingan yang masih minim, seperti petugas kesehatan hewan, produsen, dan pedagang, serta komponen lainnya.
“Peningkatan kesadaran sangat diperlukan agar ada keterlibatan yang lebih baik dan kepemimpinan yang lebih kuat untuk mengatasi masalah AMR,” tukasnya. (rm)
AMR merupakan antibiotik yang mengancam kesehatan masyarakat, hewan dan lingkungan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan menyebut AMR sebagai masalah global bagi kesehatan masyarakat dan hewan yang utama dan sangat penting diatasi saat ini.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan AMR adalah masalah lintas sektor yang memerlukan pendekatan multisektoral untuk penanganannya.
Kesadaran masyarakat dan kapasitas teknis di kesehatan masyarakat untuk pencegahan dan pengandalian AMR sudah meningkat. Namun untuk sektor kesehatan hewan masih sedikit tertinggal.
Risiko AMR tercatat lebih tinggi di negara-negara dimana peraturan perundang-undangan, pengawasan regulasi dan sistem pemantauan mengenai penggunaan antimikroba hampir tidak ada.
“Pencegahan dan pengendalian AMR yang tidak memadai dan lemah di beberapa negara akan meningkatkan risiko penyebarannya,” kata Fadjar Sumping yang hadir dalam pertemuan itu, sebagaimana keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat (10/8).
Masalah utama yang perlu ditangani dalam mencegah AMR adalah kesadaran di antara para pemangku kepentingan yang masih minim, seperti petugas kesehatan hewan, produsen, dan pedagang, serta komponen lainnya.
“Peningkatan kesadaran sangat diperlukan agar ada keterlibatan yang lebih baik dan kepemimpinan yang lebih kuat untuk mengatasi masalah AMR,” tukasnya. (rm)